Keturunan PKI Boleh Daftar TNI, Jenderal Andika Harus Bikin Kebijakan Konkret
loading...
A
A
A
JAKARTA - Langkah Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa membolehkan anak keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) mendaftar jadi prajurit TNI mendapat apresiasi. Namun menurut Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas, ini harus diikuti kebijakan yang konkret.
Baca Juga: TNI
Anton menilai, ada kesan diskriminasi dalam aturan larangan keturunan PKI tak boleh menjadi tentara. Pertama, ada tafsiran berlebih terhadap TAP MPRS XXV/1966 tentang larangan organisasi PKI dan aktivitas penyebaran komunisme.
Selanjutnya, diskriminasi juga terjadi karena calon prajurit berlatar belakang DI/TII, Permesta dan organisasi pemberontakan lain tidak mendapat tafsir berlebih seperti PKI.
Anton juga menyebutkan, pelarangan keturunan juga berpotensi melanggar HAM dan UUD 1945. Sebab, itu menjadikan tidak semua warga negara sama kedudukannya di muka hukum dan memiliki kesempatan sama untuk mendapatkan pekerjaan layak.
"Tidak ada manusia yang bisa memilih untuk dilahirkan oleh keluarga siapa. Karena itu, langkah membebankan keturunan atas tindakan pendahulunya tidak memiliki dasar hukum kuat," ucapnya.
Terkait isu infiltrasi ideologi komunisme yang mungkin dibawa oleh keturunan, Anton mengatakan, hal tersebut berlebihan. Dalam konteks tersebut, menurut dia, TNI telah memiliki mekanisme dan standar baku tersendiri dalam melakukan seleksi penerimaan prajurit.
"Jika kita melihat lebih jauh, ideologi komunis sudah gagal berkembang, baik pada level nasional maupun internasional," jelasnya.
Dirinya justru lebih khawatir dengan ancaman lain seperti konservatisme dan radikalisme agama yang belakangan ini mengalami perkembangan cukup signifikan.
"Ancaman radikalisme agama yang berdasar pada pemahaman konservatisme agama mengalami peningkatan signifikan belakangan ini," katanya.
Oleh karena itu, dia menuturkan bahwa penting bagi Panglima TNI membuat kebijakan adanya evaluasi berkala terhadap mekanisme seleksi. Termasuk Tes Wawasan Kebangsaan yang dimiliki oleh TNI.
Hal ini penting dilakukan untuk terus mengkontekstualkan ancaman kontemporer yang dihadapi TNI secara organisasi. "Kepekaan atas perkembangan ancaman kekinian akan berkontribusi dalam pembangunan profesionalisme TNI," tutupnya.
Baca Juga: TNI
Anton menilai, ada kesan diskriminasi dalam aturan larangan keturunan PKI tak boleh menjadi tentara. Pertama, ada tafsiran berlebih terhadap TAP MPRS XXV/1966 tentang larangan organisasi PKI dan aktivitas penyebaran komunisme.
Selanjutnya, diskriminasi juga terjadi karena calon prajurit berlatar belakang DI/TII, Permesta dan organisasi pemberontakan lain tidak mendapat tafsir berlebih seperti PKI.
Anton juga menyebutkan, pelarangan keturunan juga berpotensi melanggar HAM dan UUD 1945. Sebab, itu menjadikan tidak semua warga negara sama kedudukannya di muka hukum dan memiliki kesempatan sama untuk mendapatkan pekerjaan layak.
"Tidak ada manusia yang bisa memilih untuk dilahirkan oleh keluarga siapa. Karena itu, langkah membebankan keturunan atas tindakan pendahulunya tidak memiliki dasar hukum kuat," ucapnya.
Terkait isu infiltrasi ideologi komunisme yang mungkin dibawa oleh keturunan, Anton mengatakan, hal tersebut berlebihan. Dalam konteks tersebut, menurut dia, TNI telah memiliki mekanisme dan standar baku tersendiri dalam melakukan seleksi penerimaan prajurit.
"Jika kita melihat lebih jauh, ideologi komunis sudah gagal berkembang, baik pada level nasional maupun internasional," jelasnya.
Dirinya justru lebih khawatir dengan ancaman lain seperti konservatisme dan radikalisme agama yang belakangan ini mengalami perkembangan cukup signifikan.
"Ancaman radikalisme agama yang berdasar pada pemahaman konservatisme agama mengalami peningkatan signifikan belakangan ini," katanya.
Oleh karena itu, dia menuturkan bahwa penting bagi Panglima TNI membuat kebijakan adanya evaluasi berkala terhadap mekanisme seleksi. Termasuk Tes Wawasan Kebangsaan yang dimiliki oleh TNI.
Hal ini penting dilakukan untuk terus mengkontekstualkan ancaman kontemporer yang dihadapi TNI secara organisasi. "Kepekaan atas perkembangan ancaman kekinian akan berkontribusi dalam pembangunan profesionalisme TNI," tutupnya.
(maf)