Soal Beda Mudik dan Pulang Kampung, PKS: Sama-sama Berisiko Bawa Virus

Jum'at, 24 April 2020 - 14:56 WIB
loading...
Soal Beda Mudik dan...
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera. Foto/dok PKS
A A A
JAKARTA - Media sosial (medsos) diramaikan dengan polemik soal perbedaan istilah mudik dan pulang kampung. Polemik berawal dari pernyataan Presiden Joko Widodo saat menjawab pertanyaan Najwa Shihab dalam program televisi yang membahas tentang larangan mudik untuk mencegah penyebaran virus Corona.

Dalam wawacara dengan host program Mata Najwa itu, Jokowi menjelaskan beda mudik dengan pulang kampung. warga yang kembali ke kampung halaman sebelum pemberlakuan larangan mudik adalah pulang kampung, bukan mudik.

Menurut Jokowi, pulang kampung adalah merea yang pulang ke kampung halamannya karena sudah tidak ada lagi pekerjaan. Sementara anak istrinya berada di kampung.

Penjelasan Jokowi mendadak viral di medsos. Ada yang mengaku bingung dengan pernyataan mantan Wali Kota Solo itu yang membedakan mudik dan pulang kampung.

Pernyataan Jokowi pun dikomentari Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera yang menilai perbedaan istilah itu sebagai sesuatu yang lucu.

"Lucu, ketika membedakan mudik atau pulang kampung, penduduk tetap berpindah dari kota besar ke daerah-daerah, baik dalam istilah mudik atau pulang kampung," ujar Mardani Ali Sera kepada SINDOnews, Jumat (24/4/2020). (Baca Juga: Mutasi Polri, Wadansat Brimob Digeser ke Polda Papua)

Dia mengatakan, mudik atau pulang kampung sama-sama berpeluang membawa virus ke kampung halaman. "Pergerakan dari zona merah ini sangatlah berbahaya," ungkapnya.

Dia melanjutkan, sedikit atau banyak sama bahayanya. "Kita tidak tahu siapa yang membawa penyakit. Satu orang pemudik bisa jadi super-carrier virus bagi kampung halamannya. PSBB akan sia-sia jika hal tersebut sampai terjadi," katanya.

Mardani memberikan contoh, orang dalam pemantauan (ODP) di Sumedang dan beberapa wilayah di Jawa Tengah meningkat akibat limpahan orang mudik dari Jabodetabek yang sudah menjadi zona merah.

"Hal ini bisa dicegah dari awal jika pemerintah tegas dalam mengambil keputusan," ujar anggota Komisi II DPR ini.

Walaupun keputusan untuk melarang mudik telah diambil, kata Mardani, tetap ada hal lain yang perlu diperhatikan.

"Pemerintah perlu membatasi penerbangan domestik dan transportasi lainnya. Negeri kita berbentuk kepulauan, tingginya mobilitas antar pulau berpotensi mempercepat penyebaran virus tersebut," ujarnya.

Dia mengutip data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2018, ada sekitar 100 juta penumpang yang melakukan perjalanan via udara serta 20 juta orang lewat laut.

"Data seperti ini penting dijadikan landasan untuk membuat keputusan selanjutnya," ujarnya.

Selain itu, kata dia, ada tradisi yang dilakukan oleh masyarakat ketika mudik yakni memberikan bantuan kepada warga atau kerabat di kampung halaman.

"Jika melarang warga untuk mudik, pemerintah perlu memastikan ada bantuan yang dapat di-cover untuk mereka yang ada di kampung," katanya.

Dia juga meminta Presiden Jokowi sebagai pemimpin berada selalu berada di "atas" tidak bergantung dengan yang di bawah.

"Bapak yang memutuskan apa yang telah disepakati bersama jajaran. Tegas kepada jajaran yang memiliki kepentingan pribadi, jadikan tantangan ini sebagai peluang untuk Indonesia yang lebih unggul dan mandiri ke depan," tuturnya.
(dam)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1009 seconds (0.1#10.140)