Persiapkan Strategi Terbaik Hadapi Risiko Terburuk Dampak Krisis Rusia-Ukraina
loading...
A
A
A
Peter sangat berharap pemerintah dapat menyikapi dampak krisis Rusia-Ukraina dengan kebijakan yang tepat, sehingga perdagangan sektor energi dan komoditas nasional dapat sepenuhnya bermanfaat bagi negara dan masyarakat luas. Sanksi ekonomi yang dijatuhkan Amerika Serikat terhadap Rusia, menurut Peter, akan menjadi preseden bagi negara-negara yang berniat berinvestasi ke negara lain.
Di sisi lain, ungkapnya, rencana Rusia untuk melakukan serangan cyber ke pasar modal, perbankan dan perdagangan di Amerika Serikat juga akan menciptakan dampak negatif bagi negara-negara di dunia termasuk Indonesia. "Saya harap rencana Rusia ini tidak akan terjadi, tetapi Indonesia harus mewaspadai ancaman serangan cyber tersebut," ujar Peter.
Sementara itu, CEO SAIAC untuk Asia Pasifik, Eropa, Timur Tengah dan Amerika Shaanti Shamdasani berpendapat bahwa dampak krisis Rusia-Ukraina di sejumlah sektor harus mampu dimanfaatkan oleh negara-negara ASEAN untuk mengisi gap komoditas yang terjadi.
Shaanti menyatakan Indonesia harus segera melakukan penyesuaian dalam perjanjian perdagangan dengan sejumlah negara untuk merespon berbagai perubahan akibat konflik Rusia-Ukraina. Shaanti optimistis inflasi di Indonesia masih terkendali dalam 2-3 bulan mendatang, karena kondisi fundamental ekonomi nasional cukup kuat.
Direktur Eksekutif Energy for Policy sekaligus Sekretaris Umum PP ISNU Kholid Syeirazi berpendapat Rusia merupakan negara yang kerap mendapat sanksi dunia. Namun, ujar Kholid, Rusia merupakan negara yang kuat dan produsen minyak dunia dengan produksi 6,5 juta barel per hari dan memasok 17% kebutuhan gas dunia.
Peran Rusia sebagai pemasok energi dan komoditas di dunia, tambah dia, cukup signifikan. "Gangguan terhadap Rusia pasti akan berdampak pada negara lain, termasuk Indonesia," ujarnya.
Peneliti INDEF Eisha Maghfiruha Rachbini sependapat jika konflik Rusia-Ukraina berkepanjangan, akan berdampak secara global. Krisis tersebut, jelas Eisha, akan menambah goncangan dari sisi permintaan dan penawaran energi dan komoditas dunia, sehingga memberi tekanan pada pemulihan ekonomi dunia pasca-pandemi.
Ketika permintaan Rusia dan Ukraina melemah terhadap sejumlah pasokan komoditas dan produk dari China, tambah Eisha, maka secara tidak langsung akan berpengaruh bagi negara-negara yang memiliki hubungan perdagangan dengan China, termasuk Indonesia.
Ketua Koordinator Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis DPP Partai NasDem Suyoto menuturkan tidak ada seorang pun dapat memperkirakan perang Rusia-Ukraina akan berakhir dengan cepat. Suyoto menyarankan agar Indonesia bisa berperan dalam mengupayakan perdamaian dalam konflik tersebut.
Di sisi lain, ungkapnya, rencana Rusia untuk melakukan serangan cyber ke pasar modal, perbankan dan perdagangan di Amerika Serikat juga akan menciptakan dampak negatif bagi negara-negara di dunia termasuk Indonesia. "Saya harap rencana Rusia ini tidak akan terjadi, tetapi Indonesia harus mewaspadai ancaman serangan cyber tersebut," ujar Peter.
Sementara itu, CEO SAIAC untuk Asia Pasifik, Eropa, Timur Tengah dan Amerika Shaanti Shamdasani berpendapat bahwa dampak krisis Rusia-Ukraina di sejumlah sektor harus mampu dimanfaatkan oleh negara-negara ASEAN untuk mengisi gap komoditas yang terjadi.
Shaanti menyatakan Indonesia harus segera melakukan penyesuaian dalam perjanjian perdagangan dengan sejumlah negara untuk merespon berbagai perubahan akibat konflik Rusia-Ukraina. Shaanti optimistis inflasi di Indonesia masih terkendali dalam 2-3 bulan mendatang, karena kondisi fundamental ekonomi nasional cukup kuat.
Direktur Eksekutif Energy for Policy sekaligus Sekretaris Umum PP ISNU Kholid Syeirazi berpendapat Rusia merupakan negara yang kerap mendapat sanksi dunia. Namun, ujar Kholid, Rusia merupakan negara yang kuat dan produsen minyak dunia dengan produksi 6,5 juta barel per hari dan memasok 17% kebutuhan gas dunia.
Peran Rusia sebagai pemasok energi dan komoditas di dunia, tambah dia, cukup signifikan. "Gangguan terhadap Rusia pasti akan berdampak pada negara lain, termasuk Indonesia," ujarnya.
Peneliti INDEF Eisha Maghfiruha Rachbini sependapat jika konflik Rusia-Ukraina berkepanjangan, akan berdampak secara global. Krisis tersebut, jelas Eisha, akan menambah goncangan dari sisi permintaan dan penawaran energi dan komoditas dunia, sehingga memberi tekanan pada pemulihan ekonomi dunia pasca-pandemi.
Ketika permintaan Rusia dan Ukraina melemah terhadap sejumlah pasokan komoditas dan produk dari China, tambah Eisha, maka secara tidak langsung akan berpengaruh bagi negara-negara yang memiliki hubungan perdagangan dengan China, termasuk Indonesia.
Ketua Koordinator Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis DPP Partai NasDem Suyoto menuturkan tidak ada seorang pun dapat memperkirakan perang Rusia-Ukraina akan berakhir dengan cepat. Suyoto menyarankan agar Indonesia bisa berperan dalam mengupayakan perdamaian dalam konflik tersebut.