KSP Inisiasi Pemangkasan Prosedur Keberangkatan dan Penempatan PMI

Selasa, 15 Maret 2022 - 15:04 WIB
loading...
KSP Inisiasi Pemangkasan...
Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Banyaknya pekerja migran Indonesia ( PMI ) yang bekerja di luar negeri melalui jalur tidak resmi atau nonprosedural yang tidak terdata, menyulitkan pemerintah memberikan perlindungan yang optimal. Permasalahan ini menjadi salah isu utama yang direspons Kantor Staf Presiden ( KSP ).

Baca juga: Kolaborasi Bersama Lindungi Pekerja Migran Indonesia

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dalam rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga (K/L) menginisiasi pembentukan kebijakan komprehensif, yang menekan praktik penempatan PMI secara nonprosedural, sehingga pemerintah dapat menjamin perlindungan bagi PMI.



Salah satu rekomendasi yang diberikan adalah pemangkasan prosedur keberangkatan dan penempatan PMI yang panjang. "Perlu dilakukan penyederhanaan prosedur penempatan PMI sehingga bisa menekan praktik penempatan PMI non prosedural," kata Moeldoko dalam keterangannya, Selasa (15/3/2022)

"Misalnya, tahap pelatihan harus fokus dengan skill yang dibutuhkan oleh pengguna saja. Jadi, kita harus pangkas prosedur yang panjang, rumit dan tidak perlu," tambahnya.

Selain itu, KSP juga merekomendasikan perbaikan prosedur penerbitan paspor yang lebih ketat dan termonitor sehingga tidak disalahgunakan untuk keperluan bekerja di luar negeri secara tidak resmi.

"Upaya peningkatan perlindungan bagi PMI di luar negeri adalah salah satu perhatian utama Presiden. Oleh karenanya, KSP akan terus mengawal isu ini dari membenahi permasalahan dari hulunya hingga menyiapkan pendampingan PMI secara optimal," jelas Moeldoko.

Sebagai contoh, Singapura menjadi salah satu negara tujuan kerja bagi PMI melalui jalur nonprosedural. Proses mendapatkan izin bekerja di Singapura yang relatif mudah kerap disalahgunakan oleh para calo, untuk merekrut dan menempatkan PMI secara tidak resmi.

Jumlah PMI di Singapura pun tidak diketahui secara persis, karena praktik penempatan PMI jalur nonprosedural yang sulit terdata. Hal ini menjadi faktor yang menyulitkan pemerintah dalam menjamin perlindungan PMI di Singapura.

Data dari KBRI Singapura menyebutkan, sebanyak 75 persen dari total PMI yang melarikan diri dari majikan dan ditangani oleh pihak KBRI adalah PMI nonprosedural.

Sebanyak 86 persen di antaranya mengaku, mengalami situasi disharmonis dengan majikan karena miskomunikasi yang disebabkan keterbatasan penguasaan bahasa dan ekspektasi majikan yang terlalu tinggi kepada PMI dengan keterampilan kerja yang belum memadai.

PMI nonprosedural juga rentan dengan tindak kekerasan dan eksploitasi dari majikan, misalnya saja data menunjukkan sebanyak 3 persen PMI nonprosedural di Singapura tidak mendapatkan upah bekerja dari majikan.

Oleh karenanya, Moeldoko menginisiasi rapat koordinasi lanjutan bersama Kemlu, Dirjen Imigrasi Kemenkumham, Kemendagri, BP2MI, Kemenaker dan Kemenko polhukam untuk membahas upaya pemangkasan prosedur penempatan PMI lebih lanjut.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1215 seconds (0.1#10.140)