Naskah Akademik Keppres Nomor 2/2022 Dinilai Memutarbalikkan Sejarah

Selasa, 08 Maret 2022 - 19:18 WIB
loading...
Naskah Akademik Keppres...
Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho sangat menyayangkan Keppres Nomor 2 Tahun 2022 maupun naskah akademiknya. FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho sangat menyayangkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 maupun naskah akademiknya. Keduanya dinilai memutarbalikkan sejarah dan mencederai martabat sejarawan nasional.

Pemerintah akhirnya merilis naskah akademik Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2022 yang memuat tentang Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai dasar Hari Nasional Penegakan Kedaulatan Negara . Peluncuran naskah akademik itu dilakukan setelah Keppres Nomor 2 Tahun 2022 menuai polemik karena tidak menyebut nama Soeharto sebagai tokoh sentral di dalam Serangan Umum 1 Maret 1949.

Pada bagian penutup naskah akademik tersebut, tepatnya pada halaman 118, disebutkan sejumlah ancaman kontemporer terhadap kedaulatan negara. Salah satu ancaman yang dimaksud adalah jatuhnya kedaulatan negara Indonesia sejak pemerintahan Orde Baru (Orba).



"Sejak pemerintahan Orde Baru, Indonesia telah terjebak dalam praktik neo-imperialisme yang hendak mengambil alih ekonomi Indonesia," tulis naskah akademik tersebut.

Lebih lanjut, pengambilalihan ekonomi tersebut dilakukan dengan cara memaksakan negara untuk menandatangani berbagai kontrak pengelolaan sumber daya ekonomi yang vital, sehingga sangat merugikan bangsa dan negara.

Tak hanya menyebut pemerintah Orde Baru membuat Indonesia terjebak dalam penjajahan model baru atau neo-imperialisme, naskah akademik tersebut juga menyebutkan bahwa Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) telah berhasil membuat Indonesia perlahan melepaskan diri dari praktik neo-imperialisme tersebut.

Baca juga: Keppres Serangan Umum 1 Maret Tak Cantumkan Nama Soeharto, Begini Penjelasan Mahfud MD

"Di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, kedaulatan ekonomi Indonesia perlahan-lahan dapat diambil alih dari tangan asing. Namun perjuangan ini belum selesai, upaya penegakan kedaulatan ekonomi nasional untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur masih sangat perlu dilakukan," lanjut naskah akademik Keppres Nomor 2/2022.

Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho, melihat naskah akademik ini terkesan memuja pemerintahan Jokowi dan berbanding sebaliknya terhadap Presiden Soeharto. Padahal, kata Hardjuno, Soeharto telah terbukti sanggup membawa bangsa ini dari ancaman perang saudara dan juga kesusahan ekonomi.

"Tapi tak satu pun jasanya yang disebut seolah-olah hanya penuh kejahatan. Sementara Jokowi yang memiliki banyak sekali kritik di masa pemerintahannya seolah-olah hanya berisi kebaikan dan bahkan ditulis sanggup membawa bangsa ini keluar dari neo imperialisme," kata Hardjuno dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/3/2022).

Sebagai naskah akademik, tidak tepat jika berisi politik. Kebijakan tidak bisa ditulis sebagai naskah akademik sebuah keputusan presiden. Kebijakan selalu memunculkan banyak pandangan tergantung cara pandangnya. Semestinya para penyusun naskah akademik yang berasal dari Universitas Gadjah Mada (UGM) mengetahuinya.

"Sungguh mengelus dada kalau intelektual, sejarawan, sampai jadi politisi begini. Rusak negara kita. Intelektual kampus, sejarawan, main-main politik. Hancur negara ini," ujarnya.

Pada bagian pendahuluan, naskah akademik ini juga menjelaskan bahwa sejarah tentang Serangan Umum 1 Maret 1949 yang ada selama ini telah mereduksi peran tokoh-tokoh besar seperti Soekarno, Hatta, Jenderal Soedirman, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, serta tokoh-tokoh penting lainnya. Di sisi lain, sejarah yang ada selama ini cenderung menonjolkan serta mengkultuskan salah satu tokoh saja sebagai tokoh sentral.

"Oleh karena itu, sejarah Serangan Umum 1 Maret harus diubah dan menempatkan peran tokoh-tokoh utama dimaksud pada posisi yang semestinya," tulis naskah akademik tersebut pada halaman kedua.

Naskah akademik ini disusun oleh sejumlah akademisi yang berasal dari UGM di antaranya adalah Sri Margana, Julianto Ibrahim, Siti Utami Dewi Ningrum, Satrio Dwicahyo, serta Ahmad Faisol.

"Di sisi lain katanya mau menempatkan tokoh ke posisi semestinya. Ini kok malah sebaliknya. Mantan presiden kita, tokoh besar Soeharto diinjak-injak, sementara Jokowi dinaikkan setinggi langit," kata Hardjuno.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1365 seconds (0.1#10.140)