Komnas PA Minta Hasil Penelitian BPOM Terkait Zat BPA dalam Kemasan Dibuka ke Publik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait meminta hasil penelitian Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) terhadap kandungan zat Bisphenol A (BPA) dalam kemasan plastik dibuka ke publik.
"Hasil penelitian itu perlu dibuka ke publik jadi tahu seberapa mengerikannya zat BPA. Karena hasil penelitian dari BPOM sudah pasti sangat komprehensif dengan sampel yang besar. Kita hanya mengikuti bocoran dari media, salah satu kelompok rentan bayi usia 6-11 bulan berisiko 2,4 kali dan anak usia 1 - 3 tahun berisiko 2,12 kali dibandingkan kelompok dewasa usia 30-64 tahun. Artinya apa? Pelabelan itu sudah mendesak dan tepat supaya bayi, balita dan janin tidak mengonsumsi air dari galon guna ulang," tegas Arist, Selasa (1/3/2022).
Arist juga mempertanyakan mengapa proses harmonisasi Perka No 31 Tahun 2018 hingga kini belum juga disahkan. Arist curiga ada pihak-pihak yang menghalang-halangi pelabelan pada galon guna ulang. Pihak tersebut adalah kelompok yang lebih mementingkan keuntungan semata tanpa memikirkan dampak kesehatan di masyarakat.
"Bisa jadi ada pihak yang menghalangi sehingga Perka itu belum juga disahkan. Komnas secara tegas mendukung keputusan BPOM untuk mengubah Perka No 31 tahun 2018. Saat ini, harusnya para pemangku jabatan lebih memperhatikan masalah kesehatan, " ungkapnya.
Arist menilai, pelabelan itu tidak akan berpengaruh pada pasar. Contohnya, penjualan rokok tidak terpengaruh walau sudah diberi label peringatan akan bahayanya. Menurut Arist, yang terpenting negara hadir memberi edukasi dan mengingatkan kepada masyarakat bahayanya Bisphenol A.
"Saya percaya pasar tidak akan terganggu. Sehingga kelompok yang khawatir akan mempengaruhi penjualan hanyalah ketakutan yang berlebihan. Yang perlu disadarkan adalah bahwa negara benar - benar lebih memperhatikan kesehatan dari pada bisnis. Boleh bisnis tapi mengutamakan kesehatan. Sebab itu sudah jadi tanggungjawab dirumuskannya SNI dan BPOM, " papar Arist.
Apa faktor yang membuat migrasi BPA itu besar? Seperti yang sudah disampaikan para pakar bahwa faktor produksi dan distribusi di mana di sana terjadi paparan matahari dan gesekan ini faktor terbesar terjadi migrasi. Terdapat potensi bahaya 1,95 kali hampir 200% berdasarkan pengujian terhadap kandungan BPA pada produk AMDK berbahan polikarbonat dari sarana produksi dan distribusi seluruh Indonesia.
"Solusinya adalah segera dibuka data hasil penelitian BPOM agar pemerintah juga tahu dan menjadi bahan pertimbangan, selain itu juga masyarakat agar mengetahui dan lebih berhati - hati terhadap kemasan polikarbonat yang mengandung BPA yang berbahaya bagi usia rentan " desak Arist.
"Hasil penelitian itu perlu dibuka ke publik jadi tahu seberapa mengerikannya zat BPA. Karena hasil penelitian dari BPOM sudah pasti sangat komprehensif dengan sampel yang besar. Kita hanya mengikuti bocoran dari media, salah satu kelompok rentan bayi usia 6-11 bulan berisiko 2,4 kali dan anak usia 1 - 3 tahun berisiko 2,12 kali dibandingkan kelompok dewasa usia 30-64 tahun. Artinya apa? Pelabelan itu sudah mendesak dan tepat supaya bayi, balita dan janin tidak mengonsumsi air dari galon guna ulang," tegas Arist, Selasa (1/3/2022).
Arist juga mempertanyakan mengapa proses harmonisasi Perka No 31 Tahun 2018 hingga kini belum juga disahkan. Arist curiga ada pihak-pihak yang menghalang-halangi pelabelan pada galon guna ulang. Pihak tersebut adalah kelompok yang lebih mementingkan keuntungan semata tanpa memikirkan dampak kesehatan di masyarakat.
"Bisa jadi ada pihak yang menghalangi sehingga Perka itu belum juga disahkan. Komnas secara tegas mendukung keputusan BPOM untuk mengubah Perka No 31 tahun 2018. Saat ini, harusnya para pemangku jabatan lebih memperhatikan masalah kesehatan, " ungkapnya.
Arist menilai, pelabelan itu tidak akan berpengaruh pada pasar. Contohnya, penjualan rokok tidak terpengaruh walau sudah diberi label peringatan akan bahayanya. Menurut Arist, yang terpenting negara hadir memberi edukasi dan mengingatkan kepada masyarakat bahayanya Bisphenol A.
"Saya percaya pasar tidak akan terganggu. Sehingga kelompok yang khawatir akan mempengaruhi penjualan hanyalah ketakutan yang berlebihan. Yang perlu disadarkan adalah bahwa negara benar - benar lebih memperhatikan kesehatan dari pada bisnis. Boleh bisnis tapi mengutamakan kesehatan. Sebab itu sudah jadi tanggungjawab dirumuskannya SNI dan BPOM, " papar Arist.
Apa faktor yang membuat migrasi BPA itu besar? Seperti yang sudah disampaikan para pakar bahwa faktor produksi dan distribusi di mana di sana terjadi paparan matahari dan gesekan ini faktor terbesar terjadi migrasi. Terdapat potensi bahaya 1,95 kali hampir 200% berdasarkan pengujian terhadap kandungan BPA pada produk AMDK berbahan polikarbonat dari sarana produksi dan distribusi seluruh Indonesia.
"Solusinya adalah segera dibuka data hasil penelitian BPOM agar pemerintah juga tahu dan menjadi bahan pertimbangan, selain itu juga masyarakat agar mengetahui dan lebih berhati - hati terhadap kemasan polikarbonat yang mengandung BPA yang berbahaya bagi usia rentan " desak Arist.
(cip)