Romantis, Master Intelijen Ini Rela Menyiapkan Air Hangat untuk Merendam Kaki Pujaan Hati
loading...
A
A
A
JAKARTA - Prajurit Kopassus dilatih bergerak cepat mengalahkan musuh di medan perang. Namun dalam urusan percintaan, pasukan elite TNI AD ini tak selalu cepat mendapatkannya. Perlu perjuangan untuk menaklukkan pujaan hatinya.
Jenderal TNI (HOR) (Purn) Abdullah Mahmud Hendropriyono salah satu yang mengalaminya. Tokoh militer sekaligus intelijen Indonesia itu harus berjuang selama setahun hingga akhirnya mendapatkan hati sang istri, Tati Mulya.
Pertemuan AM Hendropriyono dan Tati jauh dari tempat romantis. Keduanya bersua di tempat latihan karate yang dipimpinan Sensei Latif. Kebetulan Hendropriyono tinggal asrama Kopassus yang sama dengan Latif. Dia tak sengaja mendengar Sensei Latif menelepon Tati untuk datang latihan. Dari situ timbul keinganan Hendro untuk bertemu dengan wanita misterius itu.
Akhirnya pertemuan itu pun terjadi. AM Hendropriyono langsung jatuh hati dengan kecantikan paras Tati. Namun berbeda dengan Tati, ia mengaku tak merasakan apa-apa saat pertama kali bertemu dengan prajurit Kopassus yang kelak menjadi suaminya itu.
Tati yang saat itu menyandang sabuk kuning harus mengikuti ujian kenaikan tingkat di kelas karate. Sementara Hendropriyono yang memegang sabuk cokelat bertugas mengawasi ujian long march yang menempuh jarak sekitar 57 kilometer dari Ambarawa hingga Magelang.
Kesempatan ini tak disia-siakan Hendropriyono untuk mendapatkan perhatian Tati. Gebrakan pertamanya adalah dengan meminjamkan topi kepada Tati agar tidak terlalu panas tersengat sinar matahari. Lucunya, Hendropriyono tak berani meminjamkan langsung kepada sang pujaan hati tapi melalui Sensei Latif.
Baca juga: Kutip Hendropriyono, KSAD Dudung: Ujung Gerakan Intoleran adalah Terorisme
Perhatian kecil itu ternyata membuat hati Tati berbunga-bunga. Mulai tumbuh di hatinya benih-benih cinta kepada sang prajurit. "Dulu dititipin topi saja sudah senang banget," tutur Tati dalam buku Love Story, Kisah Cinta Tokoh-Tokoh Terkemukaterbitan Harian Seputar Indonesia (2009) seperti dikutip, Minggu (27/2/2022).
Perhatian Hendropriyono tak berhenti dengan hanya meminjamkan topi. Pria kelahiran 7 Mei 1945 ini menjemput Tati seusai long march yang kelalahan dengan menggunakan mobil jip dinas bermerek Gaz. Hendro melihat kaki Tati bengkak setelah berjalan puluhan kilometer. Dengan sigap, Hendro menyediakan air hangat untuk merendam kaki sang pujaan hati.
"Bapak itu romantis, waktu saya selesai long march, Bapak ambilkan air hangat untuk merendam kaki saya yang bengkak-bengkak," kenang wanita kelahiran Magelang tersebut.
Sejak saat itu, hubungan keduanya semakin dekat. Asrama Kopassus yang berada di dekat rumah Tati memudahkan Hendro untuk melihat sang kekasih. Saat Tati berangkat kuliah, Hendro selalu menyempatkan diri melihatnya melintas di depan asrama.
Beragam perhatian yang diberikan Hendropriyono akhirnya meluluhkan hati Tati. Tepat setahun sejak pertemuan pertama, Tati akhirnya menerima lamaran Hendropriyono pada 1970. Tati siap mendampingi Hendro yang seorang prajurit TNI, baik dalam suka maupun duka.
Saat merencanakan pernikahan, ada dua lagu romantis yang mengiringi keduanya dalam berdiskusi. Pertama, lagu Help Me Make It Throught the Night yang dipopulerkan penyanyi Kris Kristofferson dan Love Me Tender yang dinyanyikan oleh Elvis Presley.
"Dulu kan lagunya itu-itu saja, kita dengar lagu-lagunya dari piringan hitam punya kakek dia," tutur Hendro yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini.
Dari Medan Perang ke Es Mambo
Tati langsung mendapatkan ujian pertama setelah menikah dengan Hendropriyono. Baru beberapa hari, ia ditinggal sang suami ke Bandung untuk mengikuti masa persiapan sekolah intelijen di Australia. Saat Hendro berangkat ke Australia, Tati yang sedang mengandung anak pertamanya, juga harus sendirian selama 6 bulan.
"Kita komunikasi cuma pakai surat-surat, jadi masih kayak orang pacaran aja rasanya," tutur wanita tegar ini.
Ujian selanjutnya, ketika Tati baru sebulan melahirkan anak kedua. Dia dikabari bahwa suami tercinta mengalami luka serius saat bertugas di Kalimantan Utara. Karena khawatir, dia memohon untuk diizinkan menyusul suami ke medan perang.
"Jadi, satu-satunya istri yang ikut operasi di Kalimantan Utara waktu itu, cuma saya," kata wanita yang mengaku tak memiliki hobi belanja ini.
Berada di daerah operasi bersama para tentara membuat Tati tak tenang. Pada hari pertama, ia tak bisa tidur karena Kalimantan Utara waktu itu masih seperti hutan rimba. Tati waswas ada binatang buas yang tiba-tiba menyerangnya.
Beruntung Tati adalah wanita yang kuat dan cepat beradaptasi. Tak butuh waktu lama, ia cepat menguasai keadaan. Tati berbaur dengan lingkungan masyarakat, memahami adat istiadat dan kebiasaan warga setempat. Sikap rendah hati pun selalu diterapkan dalam kehidupan sosial. Tati tak ragu untuk berbagi dengan orang-orang di lingkungannya, termasuk makanan. "Kalau uangnya cuma bisa untuk beli ikan teri dan sayur kangkung, kita masak dan makan sama-sama," katanya.
Wanita kelahiran Magelang, Jawa Tengah itu juga memperhatikan para wanita yang baru melahirkan. Dia memasakkan ayam arak, makanan lokal yang biasa disajikan untuk wanita yang baru melahirkan. Meski awalnya tanya sana-sani cara membuat ayam arak, akhirnya Tati mahir memasaknya.
Pergaulan yang luwes dengan masyarakat membuat Tati banyak mendapatkan informasi selama lima bulan mendampingi Hendropriyono di medan operasi.
Sebagai istri seorang prajurit, Tati telah siap untuk tinggal di mana saja. Termasuk ketika Hendropriyono ditugaskan kembali di Jakarta. Mereka mendapatkan tempat tinggal berupa satu kamar dengan satu tempat tidur di kawasan Cimanggis. "Kita tidur dengan penerangan lampu tempel, waktu bangun hidungnya hitam semua," kata Hendro yang dijuluki The Master of Intelligence ini.
Keadaan sedikit membaik ketika Hendropriyono mendapatkan rumah dinas pertama di Cijantung, Jakarta Timur. Namun kebutuhan hidup yang semakin tinggi membuat Tati harus memutar otak untuk mendapatkan penghasilan sampingan.
Ia pun meniru tetangganya membuat kolam ikan di halaman rumah belakang. Setelah 2-3 bulan, ikan-ikan itu bisa dijadikan lauk untuk makan sehari-hari. Selain itu, Tati juga memanfaatkan lahan kosong dengan menanam beragam sayuran dan buah-buahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Waktu itu muncul tren ibu-ibu berjualan es mambo untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Tati pun tanpa ragu mengikutinya. Di sela mengurus rumah dan dua anak yang masih kecil, Tati menjual es mambo dengan menitipkan ke warung-warung. Es mambo buatan Tati laris manis karena memiliki keunggulan dibandingkan es mambo lainnya.
"Es mambo orang lain kan cuma air dikasih sirup. Kalau saya manfaatkan buah dari pohon nangka, alpukat, dan sirsak di belakang rumah. Jadi yang paling laku es mambo saya," kata Tati sambil menerawang ke era 1980-an.
Sedih dan pahitnya jalan hidup yang dialami Tati sebanding dengan cinta kasih yang diberikan Hendropriyono kepadanya. Hal inilah yang membuat hubungan keduanya langgeng hingga saat ini.
Jenderal TNI (HOR) (Purn) Abdullah Mahmud Hendropriyono salah satu yang mengalaminya. Tokoh militer sekaligus intelijen Indonesia itu harus berjuang selama setahun hingga akhirnya mendapatkan hati sang istri, Tati Mulya.
Pertemuan AM Hendropriyono dan Tati jauh dari tempat romantis. Keduanya bersua di tempat latihan karate yang dipimpinan Sensei Latif. Kebetulan Hendropriyono tinggal asrama Kopassus yang sama dengan Latif. Dia tak sengaja mendengar Sensei Latif menelepon Tati untuk datang latihan. Dari situ timbul keinganan Hendro untuk bertemu dengan wanita misterius itu.
Akhirnya pertemuan itu pun terjadi. AM Hendropriyono langsung jatuh hati dengan kecantikan paras Tati. Namun berbeda dengan Tati, ia mengaku tak merasakan apa-apa saat pertama kali bertemu dengan prajurit Kopassus yang kelak menjadi suaminya itu.
Tati yang saat itu menyandang sabuk kuning harus mengikuti ujian kenaikan tingkat di kelas karate. Sementara Hendropriyono yang memegang sabuk cokelat bertugas mengawasi ujian long march yang menempuh jarak sekitar 57 kilometer dari Ambarawa hingga Magelang.
Kesempatan ini tak disia-siakan Hendropriyono untuk mendapatkan perhatian Tati. Gebrakan pertamanya adalah dengan meminjamkan topi kepada Tati agar tidak terlalu panas tersengat sinar matahari. Lucunya, Hendropriyono tak berani meminjamkan langsung kepada sang pujaan hati tapi melalui Sensei Latif.
Baca juga: Kutip Hendropriyono, KSAD Dudung: Ujung Gerakan Intoleran adalah Terorisme
Perhatian kecil itu ternyata membuat hati Tati berbunga-bunga. Mulai tumbuh di hatinya benih-benih cinta kepada sang prajurit. "Dulu dititipin topi saja sudah senang banget," tutur Tati dalam buku Love Story, Kisah Cinta Tokoh-Tokoh Terkemukaterbitan Harian Seputar Indonesia (2009) seperti dikutip, Minggu (27/2/2022).
Perhatian Hendropriyono tak berhenti dengan hanya meminjamkan topi. Pria kelahiran 7 Mei 1945 ini menjemput Tati seusai long march yang kelalahan dengan menggunakan mobil jip dinas bermerek Gaz. Hendro melihat kaki Tati bengkak setelah berjalan puluhan kilometer. Dengan sigap, Hendro menyediakan air hangat untuk merendam kaki sang pujaan hati.
"Bapak itu romantis, waktu saya selesai long march, Bapak ambilkan air hangat untuk merendam kaki saya yang bengkak-bengkak," kenang wanita kelahiran Magelang tersebut.
Sejak saat itu, hubungan keduanya semakin dekat. Asrama Kopassus yang berada di dekat rumah Tati memudahkan Hendro untuk melihat sang kekasih. Saat Tati berangkat kuliah, Hendro selalu menyempatkan diri melihatnya melintas di depan asrama.
Beragam perhatian yang diberikan Hendropriyono akhirnya meluluhkan hati Tati. Tepat setahun sejak pertemuan pertama, Tati akhirnya menerima lamaran Hendropriyono pada 1970. Tati siap mendampingi Hendro yang seorang prajurit TNI, baik dalam suka maupun duka.
Saat merencanakan pernikahan, ada dua lagu romantis yang mengiringi keduanya dalam berdiskusi. Pertama, lagu Help Me Make It Throught the Night yang dipopulerkan penyanyi Kris Kristofferson dan Love Me Tender yang dinyanyikan oleh Elvis Presley.
"Dulu kan lagunya itu-itu saja, kita dengar lagu-lagunya dari piringan hitam punya kakek dia," tutur Hendro yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini.
Dari Medan Perang ke Es Mambo
Tati langsung mendapatkan ujian pertama setelah menikah dengan Hendropriyono. Baru beberapa hari, ia ditinggal sang suami ke Bandung untuk mengikuti masa persiapan sekolah intelijen di Australia. Saat Hendro berangkat ke Australia, Tati yang sedang mengandung anak pertamanya, juga harus sendirian selama 6 bulan.
"Kita komunikasi cuma pakai surat-surat, jadi masih kayak orang pacaran aja rasanya," tutur wanita tegar ini.
Ujian selanjutnya, ketika Tati baru sebulan melahirkan anak kedua. Dia dikabari bahwa suami tercinta mengalami luka serius saat bertugas di Kalimantan Utara. Karena khawatir, dia memohon untuk diizinkan menyusul suami ke medan perang.
"Jadi, satu-satunya istri yang ikut operasi di Kalimantan Utara waktu itu, cuma saya," kata wanita yang mengaku tak memiliki hobi belanja ini.
Berada di daerah operasi bersama para tentara membuat Tati tak tenang. Pada hari pertama, ia tak bisa tidur karena Kalimantan Utara waktu itu masih seperti hutan rimba. Tati waswas ada binatang buas yang tiba-tiba menyerangnya.
Beruntung Tati adalah wanita yang kuat dan cepat beradaptasi. Tak butuh waktu lama, ia cepat menguasai keadaan. Tati berbaur dengan lingkungan masyarakat, memahami adat istiadat dan kebiasaan warga setempat. Sikap rendah hati pun selalu diterapkan dalam kehidupan sosial. Tati tak ragu untuk berbagi dengan orang-orang di lingkungannya, termasuk makanan. "Kalau uangnya cuma bisa untuk beli ikan teri dan sayur kangkung, kita masak dan makan sama-sama," katanya.
Wanita kelahiran Magelang, Jawa Tengah itu juga memperhatikan para wanita yang baru melahirkan. Dia memasakkan ayam arak, makanan lokal yang biasa disajikan untuk wanita yang baru melahirkan. Meski awalnya tanya sana-sani cara membuat ayam arak, akhirnya Tati mahir memasaknya.
Pergaulan yang luwes dengan masyarakat membuat Tati banyak mendapatkan informasi selama lima bulan mendampingi Hendropriyono di medan operasi.
Sebagai istri seorang prajurit, Tati telah siap untuk tinggal di mana saja. Termasuk ketika Hendropriyono ditugaskan kembali di Jakarta. Mereka mendapatkan tempat tinggal berupa satu kamar dengan satu tempat tidur di kawasan Cimanggis. "Kita tidur dengan penerangan lampu tempel, waktu bangun hidungnya hitam semua," kata Hendro yang dijuluki The Master of Intelligence ini.
Keadaan sedikit membaik ketika Hendropriyono mendapatkan rumah dinas pertama di Cijantung, Jakarta Timur. Namun kebutuhan hidup yang semakin tinggi membuat Tati harus memutar otak untuk mendapatkan penghasilan sampingan.
Ia pun meniru tetangganya membuat kolam ikan di halaman rumah belakang. Setelah 2-3 bulan, ikan-ikan itu bisa dijadikan lauk untuk makan sehari-hari. Selain itu, Tati juga memanfaatkan lahan kosong dengan menanam beragam sayuran dan buah-buahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Waktu itu muncul tren ibu-ibu berjualan es mambo untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Tati pun tanpa ragu mengikutinya. Di sela mengurus rumah dan dua anak yang masih kecil, Tati menjual es mambo dengan menitipkan ke warung-warung. Es mambo buatan Tati laris manis karena memiliki keunggulan dibandingkan es mambo lainnya.
"Es mambo orang lain kan cuma air dikasih sirup. Kalau saya manfaatkan buah dari pohon nangka, alpukat, dan sirsak di belakang rumah. Jadi yang paling laku es mambo saya," kata Tati sambil menerawang ke era 1980-an.
Sedih dan pahitnya jalan hidup yang dialami Tati sebanding dengan cinta kasih yang diberikan Hendropriyono kepadanya. Hal inilah yang membuat hubungan keduanya langgeng hingga saat ini.
(abd)