Soroti Isu 3 Periode, TGB: Jokowi Tegaskan Tak Ada Penambahan Masa Jabatan Presiden dan Penundaan Pemilu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Nasional Konvensi Rakyat Partai Persatuan Indonesia (Perindo) , Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi tak habis pikir dengan wacana dari para elite politik yang mengusulkan agar Pemilu 2024 ditunda. Begitu pula dengan wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo menjadi 3 periode.
Pasalnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menegaskan tidak tertarik untuk memperpanjang masa jabatan.
"Akhir-akhir ini masih banyak wacana tentang penundaan Pemilu. Bahwa Kepala Negara Presiden Joko Widodo dalam banyak kesempatan terbuka telah menegaskan bahwa tidak ada penambahan periode masa jabatan Presiden, perpanjangan waktu jabatan dalam satu periodenya, maupun penundaan Pemilu secara umum," tegas TGB di Jakarta, Jumat (25/2/2022).
Setidaknya, publik mencatat hal tersebut disampaikan pada Maret 2021, September 2021, dan pada Desember 2019. Dorongan ini secara langsung atau tidak langsung akan mendegradasi wibawa dan marwah Kepresidenan dari Presiden Jokowi.
"Secara tegas bahkan Presiden Joko Widodo pernah mengatakan bahwa wacana tersebut telah menjerumuskan beliau. Janganlah umat kita dijejali oleh wacana-wacana tidak berbasis kajian dan data yang kuat, kontekstual, dan membangun. Pemimpin wajib mencerahkan dan menuntun umat sesuai koridor Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945," jelas TGB yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI).
Dia menjelaskan Indonesia punya catatan sejarah yang solid atas kondisi genting dan darurat atas proses Pemilu nasional. Pemilu pasca-Indonesia merdeka diagendakan di tahun 1946 berdasarkan Maklumat X Wakil Presiden RI 3 November 1945.
"Namun, atas kondisi nasional yang belum stabil, maka digeserkan jauh ke tahun 1955," ungkap Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Indonesia (OIAA) ini.
Pemilu 1999 juga termasuk Pemilu percepatan, sebab meskipun telah dilangsungkan Pemilu pada tahun 1997, tetapi terjadi krisis ekonomi dan politik yang hebat, sehingga terjadilah Pemilu dipercepat pada 1999.
"Lantas, apakah ada kegawat-daruratan dan kegentingan sangat memaksa yang mengancam kelangsungan negara bangsa Indonesia hingga perlu ada suatu perubahan fundamental dari tatanan yang sudah terbangun? Apakah akan ada hukum baru yang dipaksakan untuk itu? Mengubah konstitusi atau undang-undang untuk menunda Pemilu 2024?," tanya mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.
Pasalnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menegaskan tidak tertarik untuk memperpanjang masa jabatan.
"Akhir-akhir ini masih banyak wacana tentang penundaan Pemilu. Bahwa Kepala Negara Presiden Joko Widodo dalam banyak kesempatan terbuka telah menegaskan bahwa tidak ada penambahan periode masa jabatan Presiden, perpanjangan waktu jabatan dalam satu periodenya, maupun penundaan Pemilu secara umum," tegas TGB di Jakarta, Jumat (25/2/2022).
Setidaknya, publik mencatat hal tersebut disampaikan pada Maret 2021, September 2021, dan pada Desember 2019. Dorongan ini secara langsung atau tidak langsung akan mendegradasi wibawa dan marwah Kepresidenan dari Presiden Jokowi.
"Secara tegas bahkan Presiden Joko Widodo pernah mengatakan bahwa wacana tersebut telah menjerumuskan beliau. Janganlah umat kita dijejali oleh wacana-wacana tidak berbasis kajian dan data yang kuat, kontekstual, dan membangun. Pemimpin wajib mencerahkan dan menuntun umat sesuai koridor Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945," jelas TGB yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI).
Dia menjelaskan Indonesia punya catatan sejarah yang solid atas kondisi genting dan darurat atas proses Pemilu nasional. Pemilu pasca-Indonesia merdeka diagendakan di tahun 1946 berdasarkan Maklumat X Wakil Presiden RI 3 November 1945.
"Namun, atas kondisi nasional yang belum stabil, maka digeserkan jauh ke tahun 1955," ungkap Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Indonesia (OIAA) ini.
Pemilu 1999 juga termasuk Pemilu percepatan, sebab meskipun telah dilangsungkan Pemilu pada tahun 1997, tetapi terjadi krisis ekonomi dan politik yang hebat, sehingga terjadilah Pemilu dipercepat pada 1999.
"Lantas, apakah ada kegawat-daruratan dan kegentingan sangat memaksa yang mengancam kelangsungan negara bangsa Indonesia hingga perlu ada suatu perubahan fundamental dari tatanan yang sudah terbangun? Apakah akan ada hukum baru yang dipaksakan untuk itu? Mengubah konstitusi atau undang-undang untuk menunda Pemilu 2024?," tanya mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.
(kri)