MUI: Berdoa Boleh Menggunakan Bahasa Apa Pun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ( MUI ), KH Miftahul Huda menegaskan berdoa kepada Allah SWT boleh menggunakan bahasa Arab dan bahasa ajam (non-Arab). Menurutnya, Allah Maha Mengetahui setiap maksud hamba-Nya walaupun lisannya tidak bisa menyuarakan.
"Allah SWT Maha Mengetahui setiap doa dalam berbagai bahasa apa pun itu dan Dia pun Maha Mengetahui setiap kebutuhan yang dipanjatkan," kata Kiai Miftah dikutip dari laman resmi MUI, Senin (21/2/2022)
Meski demikian, Kiai Miftah mengingatkan agar doa yang dipanjatkan seyogyanya dipahami maknanya. Sebab, hati yang memahami isi doanya akan lebih didengar dan dikabulkan daripada hati yang lalai.
"Pada poin inilah, mengapa berdoa kepada Allah boleh dengan bahasa apa saja, yaitu agar kita khusyuk dalam meminta dan orang yang paham apa yang diminta. Tentu, akan bersungguh-sungguh dalam bermunajat," ujarnya.
Di samping itu, Kiai Miftah juga mengungkapkan bahwa doa-doa yang baik telah banyak disebutkan dalam Al-Qur'an dan hadits Nabi Muhammad SAW. Salah satu contoh doa yang paling terkenal dan banyak dihafal adalah doa kebaikan dunia dan akhirat yang diabadikan dalam QS Al Baqarah Ayat 201:
رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ "Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina
'adzaban naar".
Artinya: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka".
"Doa ini dikenal oleh masyarakat dengan istilah doa sapu jagad," tuturnya.
Baca juga: Berdoa Pakai Bahasa Indonesia, Jenderal Dudung: Tuhan Kita Bukan Orang Arab
Diberitakan sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyebut dalam berdoa setelah salat, umat Islam diperbolehkan menggunakan bahasa apa pun, termasuk bahasa Indonesia. Hal ini sebagai respons atas pernyataan KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman yang mengaku ia berdoa dalam bahasa Indonesia karena Tuhan Kita itu Bukan Orang Arab.
Menurut Menag, pernyataan Jenderal Dudung tentang berdoa dalam konteks pilihan dan cara berkomunikasi dengan Tuhan, bermaksud memosisikan Allah sebagai makhluk. Kalimat karena Tuhan kita itu bukan orang Arab tidak berdiri sendiri tapi bermakna penegasan setelah kalimat 'pakai bahasa Indonesia saja'.
"Itu clear sekali kalau kita memahami pernyataan Jenderal Dudung secara utuh. Pernyataan itu juga menjadi penegasan bahwa Tuhan memang bukan makhluk, tapi sebagai Khalik (Sang Pencipta)," kata Menag.
"Allah SWT Maha Mengetahui setiap doa dalam berbagai bahasa apa pun itu dan Dia pun Maha Mengetahui setiap kebutuhan yang dipanjatkan," kata Kiai Miftah dikutip dari laman resmi MUI, Senin (21/2/2022)
Meski demikian, Kiai Miftah mengingatkan agar doa yang dipanjatkan seyogyanya dipahami maknanya. Sebab, hati yang memahami isi doanya akan lebih didengar dan dikabulkan daripada hati yang lalai.
"Pada poin inilah, mengapa berdoa kepada Allah boleh dengan bahasa apa saja, yaitu agar kita khusyuk dalam meminta dan orang yang paham apa yang diminta. Tentu, akan bersungguh-sungguh dalam bermunajat," ujarnya.
Di samping itu, Kiai Miftah juga mengungkapkan bahwa doa-doa yang baik telah banyak disebutkan dalam Al-Qur'an dan hadits Nabi Muhammad SAW. Salah satu contoh doa yang paling terkenal dan banyak dihafal adalah doa kebaikan dunia dan akhirat yang diabadikan dalam QS Al Baqarah Ayat 201:
رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ "Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina
'adzaban naar".
Artinya: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka".
"Doa ini dikenal oleh masyarakat dengan istilah doa sapu jagad," tuturnya.
Baca juga: Berdoa Pakai Bahasa Indonesia, Jenderal Dudung: Tuhan Kita Bukan Orang Arab
Diberitakan sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyebut dalam berdoa setelah salat, umat Islam diperbolehkan menggunakan bahasa apa pun, termasuk bahasa Indonesia. Hal ini sebagai respons atas pernyataan KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman yang mengaku ia berdoa dalam bahasa Indonesia karena Tuhan Kita itu Bukan Orang Arab.
Menurut Menag, pernyataan Jenderal Dudung tentang berdoa dalam konteks pilihan dan cara berkomunikasi dengan Tuhan, bermaksud memosisikan Allah sebagai makhluk. Kalimat karena Tuhan kita itu bukan orang Arab tidak berdiri sendiri tapi bermakna penegasan setelah kalimat 'pakai bahasa Indonesia saja'.
"Itu clear sekali kalau kita memahami pernyataan Jenderal Dudung secara utuh. Pernyataan itu juga menjadi penegasan bahwa Tuhan memang bukan makhluk, tapi sebagai Khalik (Sang Pencipta)," kata Menag.
(abd)