Menakar Kans Kader Parpol dan Tokoh Nonparpol di Pilpres 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah tokoh masuk bursa capres 2024. Mereka berasal dari kader partai politik (parpol) dan nonparpol. Siapa lebih berpeluang menang di Pilpres 2024 ?
Berdasarkan survei sejumlah lembaga, ada banyak kader parpol yang masuk bursa capres 2024. Sebut saja nama Prabowo Subianto (ketua umum Partai Gerindra), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang merupakan ketua umum Partai Demokrat, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua DPP PDIP Puan Maharani, kader PDIP Ganjar Pranowo, dan Sandiaga Uno yang merupakan kader Partai Gerindra.
Sementara, tokoh nonparpol juga kerap menghiasi bursa capres 2024. Di antara mereka bahkan ada yang selalu masuk papan atas survei. Sebut saja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Selain Anies, ada juga nama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Menteri BUMN Erick Thohir.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menyebutkan, keberadaan tokoh politik yang populer di masyarakat dan tokoh nasional nonparpol dalam kontestasi Pilpres 2024 cenderung seimbang.
"Kalau kita melihat nama-nama yang muncul, ada nama dari parpol seperti Ganjar Pranowo, Puan Maharani, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, tidak kalah dari nonpartai," ujar Emrus Sihombing kepada MNC Portal, Rabu (16/2/2022).
Emrus menyebutkan, jumlah tokoh nasional dari parpol dan non parpol cenderung seimbang. "Artinya masih seimbang, antara tokoh partai dan nonpartai. Semakin banyak yang diwacanakan semakin baik untuk capres dan cawapres, seperti Anies Baswedan, Ridwan Kamil," jelasnya.
Namun, meskipun popularitasnya tinggi, namun tokoh nasional nonparpol cukup berat dalam menatap Pilpres 2024. "Nonpartai amat berat mencalonkan diri. Karena UU Pemilu harus diusung parpol. Menjalin kesepakatan politik sangat berat. Parpol mau mengusung bukan tanpa agenda. Tidak ada makan siang yang gratis. Kalau saya mencalonkan Anda, apa yang akan saya dapatkan," kata Emrus.
Emrus menyebutkan, capres kemungkinan besar datang dari partai politik, sedangkan untuk cawapres barulah kemungkinan bisa dari tokoh nonparpol.
"Bisa saja wakil dari nonparpol jika memiliki popularitas tinggi di akar rumput, di grass root. Prabowo Subianto misalkan elektabilitas menggembirakan, bisa mengambil dari sosok nonparpol. Hal serupa juga dapat dilakukan kandidat lainnya seperti Airlangga Hartarto ataupun Muhaimin Iskandar," terangnya.
Emrus melihat terkait elektabilitas tokoh parpol dan nonparpol relatif sama. Namun ia menyoroti pentingnya kualitas dibandingkan popularitas. "Acap kali pembicaraan pada popularitas dan elektabilitas. Ini perbincangan kurang produktif. Orang yang memiliki popularitas dan elektabilitas itu hanya kuantitatif, tidak dibicarakan terkait kualitas calon tersebut. Pergerakan dukung mendukung, dibicarakan di ruang publik. Dibicarakan di sosial media. Padahal seharusnya kualitas sosok harus lebih dibicarakan."
Emrus menyebutkan dirinya kurang setuju dengan anggapan partai politik tidak memiliki kader tokoh nasional sehingga disebut gagal. "Karena yang dicari masyarakat tidak hanya sekadar yang populer mau itu dari partai politik ataupun non parpol. Melainkan mereka yang benar-benar dapat membawa bangsa ini lebih maju, bisa mempersatukan semua lapisan masyarakat Indonesia yang majemuk, dan menghadapi berbagai tantangan bangsa ke depan," pungkasnya.
Tika Vidya Utami/Litbang MPI, Carlos Roy Fajarta
Lihat Juga: Nah Lho! Muncul Deklarasi Partai Perubahan Tanpa Keterlibatan Anies Baswedan, Bikinan Siapa?
Berdasarkan survei sejumlah lembaga, ada banyak kader parpol yang masuk bursa capres 2024. Sebut saja nama Prabowo Subianto (ketua umum Partai Gerindra), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang merupakan ketua umum Partai Demokrat, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua DPP PDIP Puan Maharani, kader PDIP Ganjar Pranowo, dan Sandiaga Uno yang merupakan kader Partai Gerindra.
Sementara, tokoh nonparpol juga kerap menghiasi bursa capres 2024. Di antara mereka bahkan ada yang selalu masuk papan atas survei. Sebut saja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Selain Anies, ada juga nama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Menteri BUMN Erick Thohir.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menyebutkan, keberadaan tokoh politik yang populer di masyarakat dan tokoh nasional nonparpol dalam kontestasi Pilpres 2024 cenderung seimbang.
"Kalau kita melihat nama-nama yang muncul, ada nama dari parpol seperti Ganjar Pranowo, Puan Maharani, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, tidak kalah dari nonpartai," ujar Emrus Sihombing kepada MNC Portal, Rabu (16/2/2022).
Emrus menyebutkan, jumlah tokoh nasional dari parpol dan non parpol cenderung seimbang. "Artinya masih seimbang, antara tokoh partai dan nonpartai. Semakin banyak yang diwacanakan semakin baik untuk capres dan cawapres, seperti Anies Baswedan, Ridwan Kamil," jelasnya.
Namun, meskipun popularitasnya tinggi, namun tokoh nasional nonparpol cukup berat dalam menatap Pilpres 2024. "Nonpartai amat berat mencalonkan diri. Karena UU Pemilu harus diusung parpol. Menjalin kesepakatan politik sangat berat. Parpol mau mengusung bukan tanpa agenda. Tidak ada makan siang yang gratis. Kalau saya mencalonkan Anda, apa yang akan saya dapatkan," kata Emrus.
Emrus menyebutkan, capres kemungkinan besar datang dari partai politik, sedangkan untuk cawapres barulah kemungkinan bisa dari tokoh nonparpol.
"Bisa saja wakil dari nonparpol jika memiliki popularitas tinggi di akar rumput, di grass root. Prabowo Subianto misalkan elektabilitas menggembirakan, bisa mengambil dari sosok nonparpol. Hal serupa juga dapat dilakukan kandidat lainnya seperti Airlangga Hartarto ataupun Muhaimin Iskandar," terangnya.
Emrus melihat terkait elektabilitas tokoh parpol dan nonparpol relatif sama. Namun ia menyoroti pentingnya kualitas dibandingkan popularitas. "Acap kali pembicaraan pada popularitas dan elektabilitas. Ini perbincangan kurang produktif. Orang yang memiliki popularitas dan elektabilitas itu hanya kuantitatif, tidak dibicarakan terkait kualitas calon tersebut. Pergerakan dukung mendukung, dibicarakan di ruang publik. Dibicarakan di sosial media. Padahal seharusnya kualitas sosok harus lebih dibicarakan."
Emrus menyebutkan dirinya kurang setuju dengan anggapan partai politik tidak memiliki kader tokoh nasional sehingga disebut gagal. "Karena yang dicari masyarakat tidak hanya sekadar yang populer mau itu dari partai politik ataupun non parpol. Melainkan mereka yang benar-benar dapat membawa bangsa ini lebih maju, bisa mempersatukan semua lapisan masyarakat Indonesia yang majemuk, dan menghadapi berbagai tantangan bangsa ke depan," pungkasnya.
Tika Vidya Utami/Litbang MPI, Carlos Roy Fajarta
Lihat Juga: Nah Lho! Muncul Deklarasi Partai Perubahan Tanpa Keterlibatan Anies Baswedan, Bikinan Siapa?
(zik)