Golkar Dorong Diplomasi Indonesia Jamin Ketersediaan Obat dan Vaksin Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Golkar mendorong pemerintah Indonesia terus melakukan diplomasi secara aktif dengan dunia internasional guna menjamin ketersediaan alat Kesehatan (alkes), obat dan vaksin untuk Covid-19 (virus Corona). Di sisi lain, Indonesia juga harus membangkitkan industri Kesehatan di dalam negeri agar tidak bergantung dengan negara lain.
(Baca juga: Mencari Format Terbaik Pendidikan di Pesantren dalam Pandemi Corona)
"Bidang kesehatan, dampak pandemi covid yang paling besar terjadi di sektor kesehatan publik. sehingga menciptakan global health crisis. Jumlah yang sudah jutaan angkanya bergerak terus, ini data kemarin 7,4 juta yang terjangkit di dunia," kata Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Meutya Hafid dalam webinar Partai Golkar dengan tema Tren Geopolitik Dunia di Tengah Covid-19 bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) dan Direktur Eksekutif CSIS, Jumat (12/6/2020).
(Baca juga: Dokter Reisa Ajak Lawan Covid-19 dengan Rajin Mencuci Tangan)
Meutya memaparkan, bidang ekonomi dan sosial juga terdampak. Di Indonesia pun sudah dirasakan pertumbuhan ekonominya mulau melambat, jutaan orang di-PHK dan juga dirumahkan. IMF dan ADB pun memprediksikan pertumbuhan ekonomi global jauh dari apa yang ditargetkan.
Namun, Indonesia bersyukur karena menjadi salah satu negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi positif. Dan di sektor yang palig terpukul adalah retail, penerbangan serta pariwisata. Bahkan, start up dunia dan di dalam negeri pun ikut terdampak khususnya start up sektor travel.
"Pengangguran angka kemiskinan yang akan meningkat. World Food Program memprediksi 130 juta orang akan kekurangan pangan. Sementara Internasional Labour Organization memprediksi 1,6 miliar pekerja sektor informal akan terdampak. Bagaimana mengantisipasi prediksi yang membuat prihatin," ujarnya.
Kemudian, Meutya melanjutkan, di bidang sosial, kasus pembunuhan kulit hitam di Amerika Serikat (AS) George Floyd terus mendapatkan protes meskipun, dia belum bisa menyimpulkan apakah ini merupakan efek pandemi. Tetapi, kasus serupa bisa menjadi meningkat karena, orang akan berpikir nasionalisme yang lebih sempit. Masyarakat Asia di dunia seringkali dianggap pembawa virus, peningkatan egosentrisme dan emosional akibat rasa takut pun terjadi.
"Politik luar negeri, rivalitas antar negara besar tetap ada, sikap saling menyalahkan, AS menuduh Tiongkok yang buat virus, serta menimbulkan rasa tidak percaya terhadap institusi global yakni, WHO," papar Meutya.
Meutya berpandangan, Covid-19 menjadi musuh bersama, tidak ada negara yang bisa melawan Covid-19 sendiri. Meskipun muncul kecenderungan negative gosentrisme dan rasisme tetapi, kerja sama dan bantuan antar negara tetap ada, Indonesia pun telah menerima bantuan finansial, APD dan juga alat tes dari berbagai negara dan juga lembaga internasional.
(Baca juga: Mencari Format Terbaik Pendidikan di Pesantren dalam Pandemi Corona)
"Bidang kesehatan, dampak pandemi covid yang paling besar terjadi di sektor kesehatan publik. sehingga menciptakan global health crisis. Jumlah yang sudah jutaan angkanya bergerak terus, ini data kemarin 7,4 juta yang terjangkit di dunia," kata Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Meutya Hafid dalam webinar Partai Golkar dengan tema Tren Geopolitik Dunia di Tengah Covid-19 bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) dan Direktur Eksekutif CSIS, Jumat (12/6/2020).
(Baca juga: Dokter Reisa Ajak Lawan Covid-19 dengan Rajin Mencuci Tangan)
Meutya memaparkan, bidang ekonomi dan sosial juga terdampak. Di Indonesia pun sudah dirasakan pertumbuhan ekonominya mulau melambat, jutaan orang di-PHK dan juga dirumahkan. IMF dan ADB pun memprediksikan pertumbuhan ekonomi global jauh dari apa yang ditargetkan.
Namun, Indonesia bersyukur karena menjadi salah satu negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi positif. Dan di sektor yang palig terpukul adalah retail, penerbangan serta pariwisata. Bahkan, start up dunia dan di dalam negeri pun ikut terdampak khususnya start up sektor travel.
"Pengangguran angka kemiskinan yang akan meningkat. World Food Program memprediksi 130 juta orang akan kekurangan pangan. Sementara Internasional Labour Organization memprediksi 1,6 miliar pekerja sektor informal akan terdampak. Bagaimana mengantisipasi prediksi yang membuat prihatin," ujarnya.
Kemudian, Meutya melanjutkan, di bidang sosial, kasus pembunuhan kulit hitam di Amerika Serikat (AS) George Floyd terus mendapatkan protes meskipun, dia belum bisa menyimpulkan apakah ini merupakan efek pandemi. Tetapi, kasus serupa bisa menjadi meningkat karena, orang akan berpikir nasionalisme yang lebih sempit. Masyarakat Asia di dunia seringkali dianggap pembawa virus, peningkatan egosentrisme dan emosional akibat rasa takut pun terjadi.
"Politik luar negeri, rivalitas antar negara besar tetap ada, sikap saling menyalahkan, AS menuduh Tiongkok yang buat virus, serta menimbulkan rasa tidak percaya terhadap institusi global yakni, WHO," papar Meutya.
Meutya berpandangan, Covid-19 menjadi musuh bersama, tidak ada negara yang bisa melawan Covid-19 sendiri. Meskipun muncul kecenderungan negative gosentrisme dan rasisme tetapi, kerja sama dan bantuan antar negara tetap ada, Indonesia pun telah menerima bantuan finansial, APD dan juga alat tes dari berbagai negara dan juga lembaga internasional.