Plus Minus Duet Anies - AHY, Berharap Efek Ekor Jas
loading...
A
A
A
Terlebih lagi, lanjut dia, sebagaimana riset yang saat ini sedang dijalankan oleh Institute for Democracy and Strategic Affairs (IndoStrategic) tentang kekuatan politik yang dimunculkan oleh public mood, hipotesa pihaknya menunjukkan public mood politik rakyat di 2024 mengharapkan perubahan. “Dalam konteks ini, duet Anies-AHY bisa membangun gelombang kekuatan yang menjadi sisi beda dari pemerintahan sekarang, yang dinilai sejumlah kalangan sering meng-ignore suara rakyat,” jelasnya.
Dia mengatakan, tim sukses pasangan Anies-AHY bisa menggarap fenomena perlawanan rakyat dalam pernolakan UU Ciptaker, UU KPK, pembentukan BRIN, sejumlah proyek infrastruktur yang membebani fiskal negara hingga pemindahan Ibu Kota Negara (IKN). Menurut dia, jika public mood akan perubahan itu digarap dengan baik, rakyat akan menginginkan pasangan capres-cawapres yang justru bukan merepresentasikan pemerintah saat ini.
“Karena kalau memilih tokoh yang berasal dari lingkaran kekuasaan, maka bisa saja masyarakat yang kecewa bisa khawatir bahwa pola meng-ignore aspirasi rakyat itu bisa berlanjut,” ucapnya.
Sedangkan minusnya, kata dia, penguasa yang tidak happy dengan bertemunya duet Anies-AHY bisa saja akan menggunakan segala cara untuk menghambat bersatunya dua tokoh tersebut. “Tetapi perlu diingat, kekuatan public mood bisa mengubah segalanya,” kata Umam.
Karena itu, lanjut dia, koalisi politik besar tidak menjamin pasangan capres-cawapres bisa menang. “Hal itu dibuktikan oleh SBY-JK di Pilpres 2004 dan juga pasangan Jokowi-JK di Pilpres 2014, yang koalisi pendukungnya ternyata lebih kecil dibanding kompetitor politiknya,” pungkasnya.
Dia mengatakan, tim sukses pasangan Anies-AHY bisa menggarap fenomena perlawanan rakyat dalam pernolakan UU Ciptaker, UU KPK, pembentukan BRIN, sejumlah proyek infrastruktur yang membebani fiskal negara hingga pemindahan Ibu Kota Negara (IKN). Menurut dia, jika public mood akan perubahan itu digarap dengan baik, rakyat akan menginginkan pasangan capres-cawapres yang justru bukan merepresentasikan pemerintah saat ini.
“Karena kalau memilih tokoh yang berasal dari lingkaran kekuasaan, maka bisa saja masyarakat yang kecewa bisa khawatir bahwa pola meng-ignore aspirasi rakyat itu bisa berlanjut,” ucapnya.
Sedangkan minusnya, kata dia, penguasa yang tidak happy dengan bertemunya duet Anies-AHY bisa saja akan menggunakan segala cara untuk menghambat bersatunya dua tokoh tersebut. “Tetapi perlu diingat, kekuatan public mood bisa mengubah segalanya,” kata Umam.
Karena itu, lanjut dia, koalisi politik besar tidak menjamin pasangan capres-cawapres bisa menang. “Hal itu dibuktikan oleh SBY-JK di Pilpres 2004 dan juga pasangan Jokowi-JK di Pilpres 2014, yang koalisi pendukungnya ternyata lebih kecil dibanding kompetitor politiknya,” pungkasnya.
(rca)