Aturan Pelabelan BPA Pada Galon Polikarbonat Berisiko Diuji Materi ke MA

Minggu, 30 Januari 2022 - 13:49 WIB
loading...
Aturan Pelabelan BPA...
Perubahan Peraturan BPOM Nomor 31 tentang Label Pangan Olahan berisiko diajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA). FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Perubahan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) Nomor 31 tentang Label Pangan Olahan berisiko diajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA). Sebab, perubahan itu belum sepenuhnya disepakati oleh kementerian/lembaga.

Untuk diketahui, BPOM telah mengubah Peraturan tentang Label Pangan Olah yang mewajibkan pelabelan BPA pada galon polikarbonat. Revisi Peraturan BPOM itu telah masuk harmonisasi pada awal Januari 2022 dan sudah dikirim ke Kantor Sekretariat Kabinet (Seskab). Padahal Kementerian Perindustrian menolak aturan pelabelan BPA tersebut.

Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nursyamsi mengatakan, semestinya sebelum ada kesepakatan antarkementerian dan lembaga terkati, maka seharusnya harmonisasi revisi Peraturan BPOM ditunda terlebih dahulu. Selayaknya proses pembentukan suatu peraturan dilakukan secara transparan dan partisipatif. Apalagi jika peraturan itu akan mengikat pihak luar institusi pembentuknya.

Baca juga: Lindungi Konsumen, Label BPA Perlu Dukungan Banyak Pihak

Fajri mengingatkan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumhan) terdapat beberapa risiko jika revisi Peraturan BPOM tersebut diloloskan. "Apabila tetap dilanjutkan prosesnya sampai kemudian disahkan, pengujian peraturan menteri/kepala lembaga itu bisa dibawa ke Mahkamah Agung karena dianggap bertentangan dengan UU," katanya dalam keterangan tertulis dikutip, Minggu (30/1/2022).

Menurutnya, sangat disayangkan apabila yang mengajukan judicial review Peraturan BPOM berasal dari bagian pemerintah. "Jadi, menurut saya, sebaiknya permasalahan itu diselesaikan dalam proses pembentukannya di internal pemerintah sebelum disahkan," katanya.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar (Mintegar) Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo sebelumnya mengatakan, Kemenperin tidak setuju dengan peraturan BPOM mengenai sertifikasi atau labelisasi BPA pada kemasan galon polikarbonat. Menurutnya, sertifikasi BPA itu hanya akan menambah biaya dan mengurangi daya saing Indonesia.

"Jadi, menurut kami sertifikasi BPA saat ini belum diperlukan. Sertifikasi BPA itu hanya akan menambah cost atau mengurangi daya saing Indonesia," katanya.

Baca juga: Ramai Isu Dampak Galon Guna Ulang Bagi Kesehatan, Kak Seto: Waspadai Hoax Bahaya BPA

Menurut Edy, substansi isu mengenai BPA hingga saat ini masih menjadi diperdebatkan. Karena itu, yang diperlukan adalah edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat bagaimana cara menggunakan kemasan mengandung BPA dengan benar. Bukan malah memunculkan masalah baru yang merusak industri.

"Yang saya herankan, kenapa kita sering terlalu cepat mewacanakan suatu kebijakan tanpa terlebih dahulu mengkaji secara mendalam dan komprehensif berbagai aspek yang akan terdampak," katanya.

Seharusnya, kata Edy, BPOM perlu mempertimbangkan beberapa hal sebelum membuat wacana pelabelan BPA. Misalnya, BPOM harus melihat negara mana yang sudah mengatur BPA, adakah kasus menonjol di Indonesia atau di dunia terkait kemasan yang mengandung BPA ini, serta adakah bukti empiris yang didukung scientific evidence, dan apakah sudah begitu urgen kebijakan ini dilakukan.

"Itu pertimbangan yang perlu dilakukan sebelum BPOM mewacanakan kebijakan terkait kemasan pangan yang mengandung BPA. Dalam situasi pandemi, di mana ekonomi sedang terjadi kontraksi secara mendalam, patutkah kita menambah masalah baru yang tidak benar-benar urgen?" ujarnya.

Edy juga menyoroti dampak yang akan ditimbulkan dari kebijakan itu terhadap investasi kemasan galon guna ulang yang jumlahnya tidak sedikit. Selain itu juga efeknya terhadap psikologis konsumen. "Mestinya setiap kebijakan harus ada RIA (Risk Impact Analysis) yang mempertimbangkan berbagai dampak, antara lain teknis, kesehatan, keekonomian, sosial, dan lain-lain," katanya.

Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian juga merasa terkejut mendengar adanya rencana BPOM melakukan pelabelan BPA terhadap kemasan air minum dalam kemasan (AMDK) galon polikarbonat tanpa memperhatikan keberatan dari para pelaku industri.

"Karenanya, saya meminta agar BPOM menyampaikan presentasinya terlebih dulu terkait pro kontra terkait rencana kebijakan itu sebelum mengeksekusinya," kata Asisten Deputi Pangan Kemenko Perekonomian, Muhammad Saifulloh, dalam acara diskusi media bertema Regulasi Kemasan Pangan dan Dampaknya Pada Iklim Usaha dan Perekonomian akhir 2021.

Menurutnya, Kemenko Perekonomian akan menjadikan pernyataan Kemenperin dan Aspadin sebagai base line utama untuk melihat secara ideal terkait Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan itu. Dalam menyusun kebijakan label BPA terhadap galon polikarbonat, BPOM seharusnya juga melihat keseimbangan usaha di Indonesia.

"Saya pikir BPOM tidak bisa secara serta merta secara sendiri mengeksekusi regulasi itu," katanya.

Sementara, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin baru-baru ini bahkan menegaskan bahwa air kemasan galon guna ulang aman untuk digunakan, baik oleh anak-anak dan ibu hamil. Menurutnya, isu-isu seputar bahaya penggunaan air kemasan air guna ulang yang dihembuskan pihak-pihak tertentu adalah hoaks.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1376 seconds (0.1#10.140)