Moeldoko Sebut Kenaikan IPK 2021 Jadi Momentum Perbaikan Kelola Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Capaian Indek Persepsi Korupsi (IPK) 2021, harus menjadi momentum perbaikan tata kelola layanan publik. Hal ini dikatakan Kepala Staf Kepresidenan RI, Moeldoko .
Baca Juga: Moeldoko
"Sesuai arahan Bapak Presiden, seluruh jajaran pemerintah agar tidak lengah pada pencapaian bidang tata kelola pemerintah dan hukum, walaupun dalam masa pandemi," kata Moeldoko, menanggapi rilis IPK oleh Transparency International, Rabu (26/1/2022).
Seperti diketahui, berdasarkan rilis Transparency Internasional, IPK Indonesia tahun ini meningkat, dari skor 37 pada tahun lalu menjadi skor 38, dengan perbaikan peringkat dari 102 menjadi 96.
Dari 9 Indeks komposit yang membentuk indeks persepsi korupsi ini, Indonesia mengalami penurunan di 3 sumber indeks, stagnan di 3 lainnya, dan mengalami kenaikan siginifikan di 3 sumber indeks lain, yaitu World Economic Forum, Global Insight, dan IMD world competitiveness.
Menurut Moeldoko, meski capaian IPK tahun ini mengalami kenaikan baik skor maupun peringkat, namun Indonesia masih menghadapi masalah dalam mengubah persepsi publik terhadap korupsi di internal pemerintahan.
"Masih terjadinya suap dalam perizinan, integritas aparat birokrasi dan penegak hukum yang belum cukup baik. Hingga terjadinya money politics, menjadi penyebab belum baiknya kinerja pemberatasan korupsi dan indeks persepsi korupsi kita. Ini yang harus jadi perhatian," tegasnya.
Senada dengan Moeldoko, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan RI Jaleswari Pramodhawardani menilai, pekerjaan besar yang harus dituntaskan untuk perbaikan IPK Indonesia, yakni indikator terkait dengan aparat penegak hukum, politik, demokrasi, dan birokrasi yang mengalami stagnansi.
"Memang Indeks terkait ini menurun. Ini pekerjaan rumah yang harus segera diperbaiki ke depan," ucap Jaleswari.
Tim Pengarah Stranas Pencegahan Korupsi itu memastikan, pemerintah bersama KPK akan terus meningkatkan upaya pembenahan sistem pencegahan korupsi.
Di antaranya, dengan aksi Satu Peta dan pembenahan tata kelola ekspor-impor komoditas strategis, pembenahan dan utilisasi NIK, digitalisasi pengadaan barang dan jasa.
"Yang tak kalah pentingnya penguatan kanal aduan layanan publik. Ini harus diperkuat," jelas Jaleswari.
Baca Juga: Moeldoko
"Sesuai arahan Bapak Presiden, seluruh jajaran pemerintah agar tidak lengah pada pencapaian bidang tata kelola pemerintah dan hukum, walaupun dalam masa pandemi," kata Moeldoko, menanggapi rilis IPK oleh Transparency International, Rabu (26/1/2022).
Seperti diketahui, berdasarkan rilis Transparency Internasional, IPK Indonesia tahun ini meningkat, dari skor 37 pada tahun lalu menjadi skor 38, dengan perbaikan peringkat dari 102 menjadi 96.
Dari 9 Indeks komposit yang membentuk indeks persepsi korupsi ini, Indonesia mengalami penurunan di 3 sumber indeks, stagnan di 3 lainnya, dan mengalami kenaikan siginifikan di 3 sumber indeks lain, yaitu World Economic Forum, Global Insight, dan IMD world competitiveness.
Menurut Moeldoko, meski capaian IPK tahun ini mengalami kenaikan baik skor maupun peringkat, namun Indonesia masih menghadapi masalah dalam mengubah persepsi publik terhadap korupsi di internal pemerintahan.
"Masih terjadinya suap dalam perizinan, integritas aparat birokrasi dan penegak hukum yang belum cukup baik. Hingga terjadinya money politics, menjadi penyebab belum baiknya kinerja pemberatasan korupsi dan indeks persepsi korupsi kita. Ini yang harus jadi perhatian," tegasnya.
Senada dengan Moeldoko, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan RI Jaleswari Pramodhawardani menilai, pekerjaan besar yang harus dituntaskan untuk perbaikan IPK Indonesia, yakni indikator terkait dengan aparat penegak hukum, politik, demokrasi, dan birokrasi yang mengalami stagnansi.
"Memang Indeks terkait ini menurun. Ini pekerjaan rumah yang harus segera diperbaiki ke depan," ucap Jaleswari.
Tim Pengarah Stranas Pencegahan Korupsi itu memastikan, pemerintah bersama KPK akan terus meningkatkan upaya pembenahan sistem pencegahan korupsi.
Di antaranya, dengan aksi Satu Peta dan pembenahan tata kelola ekspor-impor komoditas strategis, pembenahan dan utilisasi NIK, digitalisasi pengadaan barang dan jasa.
"Yang tak kalah pentingnya penguatan kanal aduan layanan publik. Ini harus diperkuat," jelas Jaleswari.
(maf)