Kearifan Lokal Perlu Dilestarikan dalam Penanggulangan Bencana

Rabu, 26 Januari 2022 - 19:45 WIB
loading...
Kearifan Lokal Perlu...
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong pelestarian kearifan lokal dalam mengantisipasi ancaman bencana di Indonesia. FOTO/TANGKAPAN LAYAR
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong pelestarian kearifan lokal dalam mengantisipasi ancaman bencana di Indonesia. Keterpaduan penanggulangan bencana perlu pemahaman yang sama dari para pemangku kepentingan dan masyarakat.

"Di era teknologi saat ini, kearifan lokal juga bisa dikedepankan dalam tahapan manajemen menghadapi ancaman bencana," kata Rerie, panggilan akrab Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema Menuju Manajemen Kebencanaan Terpadu yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (26/1/2022).

Menurut Rerie, negara harus terlibat dalam setiap upaya perlindungan terhadap setiap warga negara, termasuk perlindungan dari setiap ancaman bencana. Para pemangku kepentingan harus mampu mewujudkan sejumlah upaya penanggulangan bencana untuk menjadi suatu manajemen yang terpadu dalam menghadapi berbagai ancaman bencana.

Baca juga: Selama 2021 Bandung Barat Dilanda 288 Bencana Alam, 4 Warga Tewas

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap di dalam upaya membangun keterpaduan dalam manajemen penanggulangan bencana juga dikedepankan kearifan lokal. Sebab, upaya penanggulangan bencana tersebut dapat benar-benar dipahami dan mampu dijalankan masyarakat.

Kepala Pusat BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan dalam melaksanakan tugasnya pihaknya bekerja atas dasar perintah UU No 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika dengan tujuan melindungi segenap anak bangsa, tumpah darah Indonesia dengan melakukan prediksi, prakiraan terkait meteorologi, klimatologi dan geofisika serta peringatan dini terkait cuaca ekstrem, gelombang tinggi, dan iklim ekstrem.

Pelayanan informasi terkait meteorologi, klimatologi dan geofisika, menurut Dwikorita,diberikan kepada masyarakat juga ke 12 sektor yang membutuhkan. Antara lain sektor transportasi, energi, perikanan dan pertanian. Menurut Dwikorita, sinergi telah dilakukan BMKG dengan sejumlah lembaga antara lain dalam hal informasi meteorologi, klimatologi, dan geofisika.



"BMKG juga sudah menjalankan manajemen terpadu dalam penanggulangan bencana dengan BNPB dan Badan Geologi lewat penggunaan server data bersama yang sudah terintegrasi," katanya.

Direktur Pemetaan dan Evaluasi Bencana BNPB, Udrekh mengungkapkan, upaya penanggulangan bencana ditujukan untuk menekan tingkat kerugian dan kematian dampak dari bencana tersebut.

Pada 2019, ujar Udrekh, Presiden Jokowi menegaskan perlu perencanaan, pelibatan pakar, sinergi untuk upaya pencegahan, mitigasi, dan meningkatkan kesiapsiagaan dalam upaya menghadapi ancaman bencana. Untuk memenuhi keterpaduan dalam penanggulangan bencana, perlu edukasi dan literasi yang masif terkait upaya peningkatan pemahaman masyarakat tentang bencana.

"Saat ini kita memerlukan tata kelola penanggulangan bencana yang operasional dan bukan hanya pada tataran aturan semata, sehingga masyarakat mampu menjadi subjek dalam upaya penanggulangan bencana," katanya.

Ahli Tsunami dan Perekayasa BRIN, Widjo Kongko mengungkapkan, tiga lempengan besar yang melintas di Indonesia selalu bergerak 7-11 cm per tahun. Dalam 400 tahun terakhir tercatat 200 kali tsunami di Tanah Air. Separuh dari tsunami yang terjadi di Nusantara itu, tegas Widjo Kongko, terjadi di Indonesia Timur.

Peristiwa gempa dan tsunami yang berdampak menimbulkan kerugian yang besar, menurut Widjo Kongko, karena banyak hal yang tidak diketahui oleh para pemangku kepentingan. Dengan kondisi tersebut, upaya mitigasi dan edukasi terkait potensi bencana di tanah air harus konsisten dilakukan oleh semua pihak.

Bupati Bojonegoro Periode 2008-2018, Suyoto menegaskan, sinergi terpadu dalam penanggulangan bencana bisa terwujud kalau ada kerja sama dan memiliki visi yang sama antar pemangku kepentingan. "Sehingga antarpara pelaksana penanggulangan bencana harus memiliki kapasitas yang memadai dalam menghadapi ancaman bencana," katanya.

Menurutnya, ketidaktahuan adalah musuh dalam menghadapi bencana. Karena itu, kesadaran sosial untuk menanggulangi bencana harus terus ditumbuhkan di masyarakat.

Jurnalis senior, Saur Hutabarat mengusulkan perlunya reorganisasi kelembagaan dalam penanggulangan bencana di tanah air. "Siapakah yang bertanggung jawab bila terjadi erupsi gunung api, gempa tektonik, dan tsunami secara bersamaan?" tanya Saur.

Menurut dia, penggabungan BMKG yang menangani data cuaca dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang menangani kegempaan dalam satu atap diharapkan mampu memberikan deteksi dini terpadu terhadap ancaman bencana di Tanah Air.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2506 seconds (0.1#10.24)