Dua Sisi Impresi Subsidi
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Pemerintah merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi yang berperan penting dalam proses peningkatan kehidupan ekonomi suatu negara. Perekonomian negara tidak bisa terlepas dari campur tangan pemerintah, apalagi saat persaingan sangat ketat dan terjadi kegagalan pasar.
Peran pemerintah dalam perekonomian dilakukan melalui aktivitas ekonomi dengan menjalankan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Melalui tarik ulur pada mekanisme pasar dalam segala proses aktivitas ekonomi, semuanya akan berjalan menuju keseimbangan pasar yang tercermin dengan terciptanya kesejahteraan dan keadilan. Oleh karenanya, keadilan dan kesejahteraan merupakan tujuan akhir dalam sebuah kegiatan ekonomi.
Salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam perekonomian negara adalah melalui subsidi. Secara teori, subsidi memiliki arti suatu bentuk keuangan (financial assistance), yang ditanggung oleh pemerintah, dengan tujuan menjaga stabilitas harga–harga, atau untuk mendorong daya beli masyarakat atas kegiatan bisnis. Tujuannya, mendorong berbagai kegiatan ekonomi secara umum. Walaupun begitu, subsidi pemerintah seperti pisau tajam yang menghasilkan hal yang positif, tetapi juga bisa berdampak sebaliknya.
Dilema Subsidi dalam Ekonomi
Manusia sebagai pelaku ekonomi tentunya memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam rangka memenuhi kebutuhan. Hal ini tentu saja dapat menciptakan kemiskinan dan ketimpangan secara masif pada suatu wilayah perekonomian. Pada kondisi inilah subsidi dapat menjadi sebuah solusi.
Subsidi dianggap mampu berfungsi sebagai alat peningkatan daya beli masyarakat serta dapat meminimalisasi ketimpangan akan akses barang dan jasa. Oleh karena itu, cita-cita kemakmuran suatu bangsa dapat dicapai salah satunya dengan kebijakan subsidi tersebut.
Di Indonesia, kebijakan subsidi yang paling santer terdengar adalah subsidi harga di sektor energi. Sampai saat ini, pemerintah Indonesia telah menggunakan subsidi energi sebagai instrumen kebijakan utama dalam menstabilkan harga dan melindungi kesejahteraan masyarakat secara umum. Bensin premium, solar, minyak tanah, elpiji, serta listrik untuk sejumlah kategori pelanggan seluruhnya dijual di pasar domestik di bawah harga ekonominya.
Pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi sebesar Rp206.963,7 miliar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022. Alokasi ini terbagi dalam subsidi energi sebesar Rp134 triliun dan subsidi non energi sebesar Rp72,9 triliun. Jumlah alokasi tersebut lebih rendah 16,7% apabila dibandingkan dengan outlook APBN tahun 2021 sebesar Rp248,5 triliun. Hal ini disebabkan dalam outlook 2021 menampung tambahan anggaran penanganan pandemi Covid-19.
Data menunjukkan bahwa Dalam kurun waktu tahun 2017–2020, belanja subsidi mengalami peningkatan rata-rata sebesar 5,7%, yaitu dari Rp166,4 triliun pada 2017 menjadi Rp196,2 triliun pada tahun 2020.
Kebijakan subsidi 2022 diarahkan lebih tepat sasaran guna menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat, khususnya golongan miskin dan rentan. Program pengelolaan subsidi dialokasikan dalam rangka meringankan beban masyarakat dan sekaligus untuk menjaga agar produsen mampu menghasilkan barang dan jasa, khususnya yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat.
Selain itu, pemberian subsidi juga ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian, meningkatkan kualitas pelayanan publik khususnya pada sektor transportasi dan informasi, serta memberikan insentif bagi dunia usaha dan masyarakat.
Subsidi adalah salah satu aspek penting dalam peran pemerintah untuk membantu peningkatan kualitas ekonomi masyarakat dan mencegah terjadinya kebangkrutan pada pelaku usaha. Meski demikian, dalam perjalanannya, subsidi tidak luput dari dampak negatif yang ditimbulkannya.
Subsidi memang diyakini bakal mendorong kenaikan daya beli, yang diharapkan mendorong masyarakat lebih banyak dalam mengkonsumsi barang/jasa daripada sebelumnya. Namun, dampak negatifnya adalah ketepatan sasaran baik penerima subsidi. Apakah subsidi pada barang yang di konsumsi atau pada orang (dalam bentuk BLT) yang ujungnya memiliki dampak yang hampir sama.
Oleh karena itu, kualitas dan kuantitas data penerima subsidi sangatlah krusial. Selama pandemi, dimana BLT dibagikan, masih kita temukan kasus pemberian subsidi yang tidak tepat. Pengalaman negara lain, subsidi dalam bentuk BLT diberikan langsung pada masyarakat melalui perbankan. Hal ini bisa dilakukan karena semua penduduk sudah memiliki akun perbankan, sehingga tidak kesulitan untuk mengetahui kondisi keuangan masyarakat.
Subsidi Tepat Sasaran dan Tepat Guna
Di balik sisi positif dan negatif pemberian subsidi, pemerintah perlu merancang sistem yang efektif dan efisien agar subsidi mampu dialokasikan dengan tepat sasaran dan tepat guna. Artinya, subsidi tidak hanya sekadar meningkatkan anggaran yang memberatkan defisit anggaran, namun juga memberikan efek positif dan menghasilkan dampak yang maksimal.
Pemberian yang tepat sasaran kepada masyarakat yang paling membutuhkan tentu adalah bentuk pelaksanaan strategi pemerintah yang paling vital. Usulan akan dibuatkan program “satu data” akan sangat bisa menjadi jalan keluar (breakthrough) untuk menghasilkan kebijakan publik yang makin berkualitas.
Di sisi lain, peran serta masyarakat penerima subsidi juga harus dapat memanfaatkan bantuan tersebut dengan baik. Masyarakat penerima subsidi diharapkan untuk mampu memanfaatkan subsidi sebagai jembatan untuk meningkatkan produktivitas sehingga tercipta ketahanan ekonomi yang lebih baik. Masyarakat tak bisa hanya mengandalkan subsidi untuk menjaga ketahanan ekonominya dalam jangka panjang. Masyarakat juga perlu inovasi dalam menjalankan roda perekonomian dengan memanfaatkan berbagai peluang yang ada melalui subsidi yang sedang digulirkan.
Terlepas dari segala sisi positif dan negatifnya, kehadiran subsidi dalam aktivitas ekonomi masyarakat menjadi bagian penting dalam meningkatkan perekonomian negara. Kualitas dan kuantitas data penerima subsidi adalah persyaratan penting dalam menghasilkan kebijakan subsidi yang tepat dan tidak menghasilkan ketergantungan. Perlu usaha bersama antar pihak di pemerintah, untuk menghasilkan karya besar menghasilkan kualitas kebijakan publik yang transparan dan akuntabel dengan pertanggung jawaban yang baik pada masyarakat.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Pemerintah merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi yang berperan penting dalam proses peningkatan kehidupan ekonomi suatu negara. Perekonomian negara tidak bisa terlepas dari campur tangan pemerintah, apalagi saat persaingan sangat ketat dan terjadi kegagalan pasar.
Peran pemerintah dalam perekonomian dilakukan melalui aktivitas ekonomi dengan menjalankan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Melalui tarik ulur pada mekanisme pasar dalam segala proses aktivitas ekonomi, semuanya akan berjalan menuju keseimbangan pasar yang tercermin dengan terciptanya kesejahteraan dan keadilan. Oleh karenanya, keadilan dan kesejahteraan merupakan tujuan akhir dalam sebuah kegiatan ekonomi.
Salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam perekonomian negara adalah melalui subsidi. Secara teori, subsidi memiliki arti suatu bentuk keuangan (financial assistance), yang ditanggung oleh pemerintah, dengan tujuan menjaga stabilitas harga–harga, atau untuk mendorong daya beli masyarakat atas kegiatan bisnis. Tujuannya, mendorong berbagai kegiatan ekonomi secara umum. Walaupun begitu, subsidi pemerintah seperti pisau tajam yang menghasilkan hal yang positif, tetapi juga bisa berdampak sebaliknya.
Dilema Subsidi dalam Ekonomi
Manusia sebagai pelaku ekonomi tentunya memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam rangka memenuhi kebutuhan. Hal ini tentu saja dapat menciptakan kemiskinan dan ketimpangan secara masif pada suatu wilayah perekonomian. Pada kondisi inilah subsidi dapat menjadi sebuah solusi.
Subsidi dianggap mampu berfungsi sebagai alat peningkatan daya beli masyarakat serta dapat meminimalisasi ketimpangan akan akses barang dan jasa. Oleh karena itu, cita-cita kemakmuran suatu bangsa dapat dicapai salah satunya dengan kebijakan subsidi tersebut.
Di Indonesia, kebijakan subsidi yang paling santer terdengar adalah subsidi harga di sektor energi. Sampai saat ini, pemerintah Indonesia telah menggunakan subsidi energi sebagai instrumen kebijakan utama dalam menstabilkan harga dan melindungi kesejahteraan masyarakat secara umum. Bensin premium, solar, minyak tanah, elpiji, serta listrik untuk sejumlah kategori pelanggan seluruhnya dijual di pasar domestik di bawah harga ekonominya.
Pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi sebesar Rp206.963,7 miliar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022. Alokasi ini terbagi dalam subsidi energi sebesar Rp134 triliun dan subsidi non energi sebesar Rp72,9 triliun. Jumlah alokasi tersebut lebih rendah 16,7% apabila dibandingkan dengan outlook APBN tahun 2021 sebesar Rp248,5 triliun. Hal ini disebabkan dalam outlook 2021 menampung tambahan anggaran penanganan pandemi Covid-19.
Data menunjukkan bahwa Dalam kurun waktu tahun 2017–2020, belanja subsidi mengalami peningkatan rata-rata sebesar 5,7%, yaitu dari Rp166,4 triliun pada 2017 menjadi Rp196,2 triliun pada tahun 2020.
Kebijakan subsidi 2022 diarahkan lebih tepat sasaran guna menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat, khususnya golongan miskin dan rentan. Program pengelolaan subsidi dialokasikan dalam rangka meringankan beban masyarakat dan sekaligus untuk menjaga agar produsen mampu menghasilkan barang dan jasa, khususnya yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat.
Selain itu, pemberian subsidi juga ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian, meningkatkan kualitas pelayanan publik khususnya pada sektor transportasi dan informasi, serta memberikan insentif bagi dunia usaha dan masyarakat.
Subsidi adalah salah satu aspek penting dalam peran pemerintah untuk membantu peningkatan kualitas ekonomi masyarakat dan mencegah terjadinya kebangkrutan pada pelaku usaha. Meski demikian, dalam perjalanannya, subsidi tidak luput dari dampak negatif yang ditimbulkannya.
Subsidi memang diyakini bakal mendorong kenaikan daya beli, yang diharapkan mendorong masyarakat lebih banyak dalam mengkonsumsi barang/jasa daripada sebelumnya. Namun, dampak negatifnya adalah ketepatan sasaran baik penerima subsidi. Apakah subsidi pada barang yang di konsumsi atau pada orang (dalam bentuk BLT) yang ujungnya memiliki dampak yang hampir sama.
Oleh karena itu, kualitas dan kuantitas data penerima subsidi sangatlah krusial. Selama pandemi, dimana BLT dibagikan, masih kita temukan kasus pemberian subsidi yang tidak tepat. Pengalaman negara lain, subsidi dalam bentuk BLT diberikan langsung pada masyarakat melalui perbankan. Hal ini bisa dilakukan karena semua penduduk sudah memiliki akun perbankan, sehingga tidak kesulitan untuk mengetahui kondisi keuangan masyarakat.
Subsidi Tepat Sasaran dan Tepat Guna
Di balik sisi positif dan negatif pemberian subsidi, pemerintah perlu merancang sistem yang efektif dan efisien agar subsidi mampu dialokasikan dengan tepat sasaran dan tepat guna. Artinya, subsidi tidak hanya sekadar meningkatkan anggaran yang memberatkan defisit anggaran, namun juga memberikan efek positif dan menghasilkan dampak yang maksimal.
Pemberian yang tepat sasaran kepada masyarakat yang paling membutuhkan tentu adalah bentuk pelaksanaan strategi pemerintah yang paling vital. Usulan akan dibuatkan program “satu data” akan sangat bisa menjadi jalan keluar (breakthrough) untuk menghasilkan kebijakan publik yang makin berkualitas.
Di sisi lain, peran serta masyarakat penerima subsidi juga harus dapat memanfaatkan bantuan tersebut dengan baik. Masyarakat penerima subsidi diharapkan untuk mampu memanfaatkan subsidi sebagai jembatan untuk meningkatkan produktivitas sehingga tercipta ketahanan ekonomi yang lebih baik. Masyarakat tak bisa hanya mengandalkan subsidi untuk menjaga ketahanan ekonominya dalam jangka panjang. Masyarakat juga perlu inovasi dalam menjalankan roda perekonomian dengan memanfaatkan berbagai peluang yang ada melalui subsidi yang sedang digulirkan.
Terlepas dari segala sisi positif dan negatifnya, kehadiran subsidi dalam aktivitas ekonomi masyarakat menjadi bagian penting dalam meningkatkan perekonomian negara. Kualitas dan kuantitas data penerima subsidi adalah persyaratan penting dalam menghasilkan kebijakan subsidi yang tepat dan tidak menghasilkan ketergantungan. Perlu usaha bersama antar pihak di pemerintah, untuk menghasilkan karya besar menghasilkan kualitas kebijakan publik yang transparan dan akuntabel dengan pertanggung jawaban yang baik pada masyarakat.
(ynt)