Kasus Satelit Komunikasi Kemhan, Kejagung Periksa 11 Saksi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus terkait proyek pembuat dan penandatangan kontrak satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) Kementerian Pertahanan ( Kemhan ) tahun 2015-2016 terus diusut Kejaksaan Agung ( Kejagung ). Kali ini, Kejagung periksa 11 saksi.
"Kita telah menyelidiki kasus ini selama satu minggu. Kita sudah memeriksa beberapa pihak, baik dari pihak swasta atau rekanan pelaksana maupun dari beberapa orang di Kementerian Pertahanan. Jumlah yang kita periksa ada 11 orang," kata Febrie, Jumat (14/1/2022).
Dia menyebut dalam penyelidikan kasus ini pihaknya melakukan kerjasama dengan pihak terkait untuk menguatkan sejumlah alat bukti. Salah satu lembaga yang diajak untuk berkoordinasi ialah Badan Pemeriksa Keuangan dan Pengembangan (BPKP).
"Sehingga, kita dapat masukan sekaligus laporan hasil audit tujuan tertentu dari BPKP. Selain itu juga didukung dengan dokumen yang lain, yang kita jadikan alat bukti seperti kontrak dan dokumen-dokumen lain dalam proses pelaksanaan pekerjaan itu sendiri," jelasnya.
Sebelumnya Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan, kejadian ini bermula ketika pada 19 Januari 2015, Satelit Garuda l telah keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur. Dengan demikian, terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.
Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), kata Mahfud, negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali slot orbit. Jika tak dipenuhi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur secara otomatis dan bisa digunakan negara lain.
Untuk mengisi kosongnya pengelolaan slot orbit itu, Kemkominfo memenuhi permintaan Kemhan untuk mendapatkan hak pengelolaan. Hal itu bertujuan untuk membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).
Kemhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis yang merupakan satelit sementara pengisi orbit milik Avanti Communication. Kontrak itu diteken pada 6 Desember 2015.
"Persetujuan penggunaan Slot Orbit 123 derajat BT dari Kemkominfo baru diterbitkan 29 Januari 2016," kata Mahfud MD, Kamis (13/1/2022).
Seiring berjalannya waktu, Kemhan pada 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat BT itu kepada Kemkominfo.
Lalu, pada 10 Desember 2018, Kemkominfo mengeluarkan keputusan tentang Hak Penggunaan Filing Satelit Indonesia pada Orbit 123 derajat untuk Filing Satelit Garuda 2 dan Nusantara A1A kepada PT Dini Nusa Kusuma.
Namun demikian, perusahaan itu tak mampu mengatasi permasalahan dalam pengadaan Satkomhan. "Saat melakukan kontrak dengan Avanti pada 2015, Kemhan belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut," tuturnya.
Mahfud menambahkan, dalam upaya membangun Satkomhan, Kemhan juga menandatangani kontrak dengan beberapa perusahaan lain yang anggaranya juga belum tersedia. Di antaranya, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat.
"Sedangkan di 2016, anggaran telah tersedia namun dilakukan self blocking oleh Kemhan," ungkapnya.
"Kita telah menyelidiki kasus ini selama satu minggu. Kita sudah memeriksa beberapa pihak, baik dari pihak swasta atau rekanan pelaksana maupun dari beberapa orang di Kementerian Pertahanan. Jumlah yang kita periksa ada 11 orang," kata Febrie, Jumat (14/1/2022).
Dia menyebut dalam penyelidikan kasus ini pihaknya melakukan kerjasama dengan pihak terkait untuk menguatkan sejumlah alat bukti. Salah satu lembaga yang diajak untuk berkoordinasi ialah Badan Pemeriksa Keuangan dan Pengembangan (BPKP).
"Sehingga, kita dapat masukan sekaligus laporan hasil audit tujuan tertentu dari BPKP. Selain itu juga didukung dengan dokumen yang lain, yang kita jadikan alat bukti seperti kontrak dan dokumen-dokumen lain dalam proses pelaksanaan pekerjaan itu sendiri," jelasnya.
Sebelumnya Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan, kejadian ini bermula ketika pada 19 Januari 2015, Satelit Garuda l telah keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur. Dengan demikian, terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.
Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), kata Mahfud, negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali slot orbit. Jika tak dipenuhi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur secara otomatis dan bisa digunakan negara lain.
Untuk mengisi kosongnya pengelolaan slot orbit itu, Kemkominfo memenuhi permintaan Kemhan untuk mendapatkan hak pengelolaan. Hal itu bertujuan untuk membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).
Kemhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis yang merupakan satelit sementara pengisi orbit milik Avanti Communication. Kontrak itu diteken pada 6 Desember 2015.
"Persetujuan penggunaan Slot Orbit 123 derajat BT dari Kemkominfo baru diterbitkan 29 Januari 2016," kata Mahfud MD, Kamis (13/1/2022).
Seiring berjalannya waktu, Kemhan pada 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat BT itu kepada Kemkominfo.
Lalu, pada 10 Desember 2018, Kemkominfo mengeluarkan keputusan tentang Hak Penggunaan Filing Satelit Indonesia pada Orbit 123 derajat untuk Filing Satelit Garuda 2 dan Nusantara A1A kepada PT Dini Nusa Kusuma.
Namun demikian, perusahaan itu tak mampu mengatasi permasalahan dalam pengadaan Satkomhan. "Saat melakukan kontrak dengan Avanti pada 2015, Kemhan belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut," tuturnya.
Mahfud menambahkan, dalam upaya membangun Satkomhan, Kemhan juga menandatangani kontrak dengan beberapa perusahaan lain yang anggaranya juga belum tersedia. Di antaranya, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat.
"Sedangkan di 2016, anggaran telah tersedia namun dilakukan self blocking oleh Kemhan," ungkapnya.
(maf)