Penjelasan Lengkap Panglima TNI Terkait Kasus Tabrak Lari Sejoli di Nagreg
loading...
A
A
A
JAKARTA - Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa mengungkapkan perkembangan terbaru ihwal kasus tabrak lari yang berujung pembunuhan sejoli di Nagreg, Kabupaten Bandung. Ketiga tersangka, Kolonel Inf Priyanto, Koptu Andreas Dwi Atmoko (DA), dan Kopda Ahmad Sholeh (AS) telah ditetapkan tersangka per Selasa (28/12/2021).
"Per hari ini penyidik baik dari TNI Angkatan Darat maupun TNI akan menetapkan mereka sebagai tersangka," ujar Panglima TNI saat ditemui Kemenkominfo, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (28/12/2021).
Andika mengungkapkan ternyata Kolonel P sempat berupaya bohong atas dugaan keterlibatannya dalam pembunuhan Handi Saputra dan Salsabila. Kebohongan itu tatkala awal-awal perwira menengah aktif itu diperiksa oleh Pomdam XIII/Merdeka.
"Kolonel P awal kita periksa setelah kita dapat info dari Polresta Bandung, dilakukan pemeriksaan di satuannya di Gorontalo. Nah itu sudah mulai ada usaha-usaha untuk berbohong," katanya.
Kendati demikian, kebohongan itu perlahan mulai terungkap. Penyidik berhasil menemukan pengakuan berbeda ketika meminta keterangan dari saksi lain terkait kasus ini.
"Tapi setelah kita konfirmasi dari dua saksi lain, nah ternyata mulai perlahan-perlahan (terbukti)," bebernya.
Lebih jauh dipaparkannya, ketiga pelaku sebelumnya menjalani penyidikan di Kodam III/Siliwangi. Hal itu sesuai lokasi peristiwa penabrakan yang terjadi di wilayah Nagreg, Bandung.
Guna memudahkan pemeriksaan, ketiganya kemudian ditarik ke Jakarta agar penyidikan dan penyelidikan bisa dilakukan secara terpusat. Untuk Kolonel P di Rumah Tahanan (Rutan) Smart Instalasi Tahanan Militer Pomdam Jaya. Sedangkan Sertu AS ditahan di Bogor dan Kopda DA ada di Cijantung, Jakarta Timur.
"Saat ini Kolonel P ada di tahanan militer yang tercanggih, yang kita sebut smart, yang baru tahun lalu kita resmikan. Nah kemudian satu anggota Sertu AS itu ada di Bogor, dan satu lagi DA itu ada di Cijantung. Kita pusatkan tapi tidak kita satukan," bebernya.
Andika menyebut dirinya telah memerintahkan penyidik maupun oditur militer untuk menuntut penjara seumur hidup terhadap tiga tersangka. Hukuman itu merujuk pada Pasal 340 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Per hari ini penyidik baik dari TNI Angkatan Darat maupun TNI akan menetapkan mereka sebagai tersangka," ujar Panglima TNI saat ditemui Kemenkominfo, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (28/12/2021).
Baca Juga
Andika mengungkapkan ternyata Kolonel P sempat berupaya bohong atas dugaan keterlibatannya dalam pembunuhan Handi Saputra dan Salsabila. Kebohongan itu tatkala awal-awal perwira menengah aktif itu diperiksa oleh Pomdam XIII/Merdeka.
"Kolonel P awal kita periksa setelah kita dapat info dari Polresta Bandung, dilakukan pemeriksaan di satuannya di Gorontalo. Nah itu sudah mulai ada usaha-usaha untuk berbohong," katanya.
Kendati demikian, kebohongan itu perlahan mulai terungkap. Penyidik berhasil menemukan pengakuan berbeda ketika meminta keterangan dari saksi lain terkait kasus ini.
"Tapi setelah kita konfirmasi dari dua saksi lain, nah ternyata mulai perlahan-perlahan (terbukti)," bebernya.
Lebih jauh dipaparkannya, ketiga pelaku sebelumnya menjalani penyidikan di Kodam III/Siliwangi. Hal itu sesuai lokasi peristiwa penabrakan yang terjadi di wilayah Nagreg, Bandung.
Guna memudahkan pemeriksaan, ketiganya kemudian ditarik ke Jakarta agar penyidikan dan penyelidikan bisa dilakukan secara terpusat. Untuk Kolonel P di Rumah Tahanan (Rutan) Smart Instalasi Tahanan Militer Pomdam Jaya. Sedangkan Sertu AS ditahan di Bogor dan Kopda DA ada di Cijantung, Jakarta Timur.
"Saat ini Kolonel P ada di tahanan militer yang tercanggih, yang kita sebut smart, yang baru tahun lalu kita resmikan. Nah kemudian satu anggota Sertu AS itu ada di Bogor, dan satu lagi DA itu ada di Cijantung. Kita pusatkan tapi tidak kita satukan," bebernya.
Andika menyebut dirinya telah memerintahkan penyidik maupun oditur militer untuk menuntut penjara seumur hidup terhadap tiga tersangka. Hukuman itu merujuk pada Pasal 340 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).