Komunikasi Adalah Kunci Kurangi Stunting
loading...
A
A
A
Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Stunting ini ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Ini seperti dikutip dari PERPRES nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Dalam rangka Percepatan Penurunan Stunting, ditetapkan Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting yaitu pertama menurunkan prevalensi Stunting, kedua meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, ketiga menjamin pemenuhan asupan gizi, keempat memperbaiki pola asuh, kelima meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan dan keenam meningkatkan akses air minum dan sanitasi.
Isu stunting sangat dekat dengan masa depan keluarga dan harus dapat disampaikan dengan cara yang lebih tepat, lebih menyentuh dan lebih memahami sudut pandang khalayak. Dengan demikian mereka menyadari bahwa mereka adalah Keluarga Berisiko Stunting.
Bila hal ini dapat dilaksanakan maka khalayak akan menemukan relevansi pentingnya pencegahan stunting untuk menjaga dan merencanakan keluarga, masa depan anak dan cucu kita sekarang dan masa depan. Demi mewujudkan pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas menuju Indonesia Generasi Emas 2045, SDM unggul Indonesia Maju.
Fortifikasi pangan, upaya cegah stunting dapat dimanfaatkan sebagai sarana Sosialisasi, Komunikasi, Informasi, dan Edukasi kepada stakeholder dan masyarakat dalam rangka percepatan penurunan stunting Indonesia 27,6 persen 2019 target 14 persen pada 2024.
Masalah Komunikasi
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 disebutkan perlunya upaya meningkatkan SDM (sumber daya manusia) berkualitas dan berdaya saing melalui percepatan penurunan stunting.
Selain itu, diperlukan penguatan ketahanan ekonomi melalui peningkatan ketersediaan, akses, dan kualitas konsumsi pangan melalui fortifikasi dan biofortifikasi pangan. Fortifikasi pangan sebagai salah satu upaya pemenuhan gizi sensitif masyarakat merupakan intervensi yang terbukti cost-effective.
Hal itu dikarenakan fortifikasi dilakukan melalui bahan pangan terutama beras sehat dengan beberapa mikronutrien seperti Vitamin A, Vitamin B1, Vitamin B3, Vitamin B6, Asam Folat, Vitamin B12, Zat Besi yang dikonsumsi masyarakat secara luas terutama keluarga tidak mampu dengan biaya yang relatif lebih rendah.
Kebanyakan keluarga baik yang merencanakan akan punya anak, sedang hamil, sedang menyusui atau memiliki balita, menganggap tidak akan memiliki masalah dan risiko terhadap stunting.
Stunting memang mencakup masalah klinis, gizi, sanitasi, namun hal-hal tersebut juga menjadi masalah komunikasi. Pendekatan lintas disiplin sangat diperlukan dalam penanganan stunting. Pendekatan komunikasi dapat mendekatkan relevansi stunting karena berperspektif audience-oriented. Jadi masalah utama komunikasinya adalah belum adanya kesadaran Keluarga Berisiko Stunting karena belum adanya relevansi yang berangkat dari perspektif audience- oriented.
Dalam rangka Percepatan Penurunan Stunting, ditetapkan Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting yaitu pertama menurunkan prevalensi Stunting, kedua meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, ketiga menjamin pemenuhan asupan gizi, keempat memperbaiki pola asuh, kelima meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan dan keenam meningkatkan akses air minum dan sanitasi.
Isu stunting sangat dekat dengan masa depan keluarga dan harus dapat disampaikan dengan cara yang lebih tepat, lebih menyentuh dan lebih memahami sudut pandang khalayak. Dengan demikian mereka menyadari bahwa mereka adalah Keluarga Berisiko Stunting.
Bila hal ini dapat dilaksanakan maka khalayak akan menemukan relevansi pentingnya pencegahan stunting untuk menjaga dan merencanakan keluarga, masa depan anak dan cucu kita sekarang dan masa depan. Demi mewujudkan pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas menuju Indonesia Generasi Emas 2045, SDM unggul Indonesia Maju.
Fortifikasi pangan, upaya cegah stunting dapat dimanfaatkan sebagai sarana Sosialisasi, Komunikasi, Informasi, dan Edukasi kepada stakeholder dan masyarakat dalam rangka percepatan penurunan stunting Indonesia 27,6 persen 2019 target 14 persen pada 2024.
Masalah Komunikasi
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 disebutkan perlunya upaya meningkatkan SDM (sumber daya manusia) berkualitas dan berdaya saing melalui percepatan penurunan stunting.
Selain itu, diperlukan penguatan ketahanan ekonomi melalui peningkatan ketersediaan, akses, dan kualitas konsumsi pangan melalui fortifikasi dan biofortifikasi pangan. Fortifikasi pangan sebagai salah satu upaya pemenuhan gizi sensitif masyarakat merupakan intervensi yang terbukti cost-effective.
Hal itu dikarenakan fortifikasi dilakukan melalui bahan pangan terutama beras sehat dengan beberapa mikronutrien seperti Vitamin A, Vitamin B1, Vitamin B3, Vitamin B6, Asam Folat, Vitamin B12, Zat Besi yang dikonsumsi masyarakat secara luas terutama keluarga tidak mampu dengan biaya yang relatif lebih rendah.
Kebanyakan keluarga baik yang merencanakan akan punya anak, sedang hamil, sedang menyusui atau memiliki balita, menganggap tidak akan memiliki masalah dan risiko terhadap stunting.
Stunting memang mencakup masalah klinis, gizi, sanitasi, namun hal-hal tersebut juga menjadi masalah komunikasi. Pendekatan lintas disiplin sangat diperlukan dalam penanganan stunting. Pendekatan komunikasi dapat mendekatkan relevansi stunting karena berperspektif audience-oriented. Jadi masalah utama komunikasinya adalah belum adanya kesadaran Keluarga Berisiko Stunting karena belum adanya relevansi yang berangkat dari perspektif audience- oriented.
(atk)