Putusan Nurdin Abdullah Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa, Begini Respons KPK

Selasa, 30 November 2021 - 09:32 WIB
loading...
Putusan Nurdin Abdullah...
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menghormati keputusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Makassar terhadap Nurdin Abdullah. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar menjatuhkan hukuman lima tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsidair empat bulan kurungan terhadap Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah. Nurdin dinyatakan terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek di Provinsi Sulawesi Selatan.

Diketahui, putusan pidana penjara tersebut lebih rendah setahun dari tuntutan yang diajukan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di mana sebelumnya, jaksa menuntut agar Nurdin dijatuhi hukuman selama enam tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsidair enam bulan kurungan.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan pihaknya menghormati keputusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Makassar tersebut. Namun, KPK belum memutuskan apakah menerima putusan tersebut atau akan mengajukan upaya hukum banding ke pengadilan tinggi. Kata Ali, KPK masih pikir-pikir atas putusan tersebut.



"Tentu kami hormati putusan majelis hakim dimaksud. Saat ini tim jaksa menyatakan pikir-pikir dalam waktu tujuh hari ke depan setelah putusan dibacakan," kata Ali Fikri saat dikonfirmasi, Selasa (30/11/2021).

KPK akan menunggu salinan resmi putusan Nurdin Abdullah dari pengadilan tipikor Makassar. Selanjutnya, KPK akan mempelajari secara utuh analisa putusan hakim untuk memutuskan langkah selanjutnya. "Kami akan pelajari secara utuh seluruh pertimbangan majelis hakim. Kemudian setelahnya kami segera tentukan sikap atas putusan dimaksud," pungkasnya.



Selain pidana penjara dan denda, majelis hakim Pengadilan Tipikor Makassar juga menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti dan pencabutan hak politik terhadap Nurdin Abdullah. Nurdin Abdullah diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2,187 miliar dan 350.000 dolar Singapura atau setara Rp3,667 miliar. Jika dijumlah keseluruhan, uang pengganti yang harus dibayarkan Nurdin Abdullah yakni sekira Rp5,8 miliar.

Hakim memerintahkan agar Nurdin Abdullah membayar uang pengganti tersebut paling lama satu bulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap. Jika dalam waktu yang telah ditetapkan tersebut Nurdin tidak membayar, maka harta bendanya akan dirampas untuk menutupi kerugian negara tersebut.

Apabila harta bendanya tidak mencukupi untuk menutupi uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 10 bulan. Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap Nurdin Abdullah. Mantan Bupati Bantaeng tersebut divonis dicabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah menjalani pidana pokoknya.

Nurdin Abdullah dinyatakan terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi bersama-sama dengan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Edy Rahmat, terkait sejumlah proyek di Sulawesi Selatan. Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, Nurdin Abdullah terbukti menerima uang 150.000 dolar Singapura dari pengusaha Agung Sucipto. Nurdin juga sempat mengarahkan Agung Sucipto agar berkomunikasi dengan Edy Rahmat jika ada kendala ataupun ingin memberikan sesuatu.

Tak hanya itu, Nurdin Abdullah juga pernah menyuruh Edy Rahmat untuk meminta uang ke Agung Sucipto dalam rangka membantu relawan. Edy menyanggupi perintah Nurdin Abdullah. Edy pun menyampaikan arahan Nurdin tersebut ke Agung Sucipto.

Edy Rahmat juga pernah menerima langsung uang Rp2,5 miliar dari Agung Sucipto di jalan dekat rumah makan nelayan. Uang itu diserahterimakan atas perintah dari Nurdin Abdullah. Uang itu diyakini berkaitan dengan proyek yang akan dikerjakan oleh perusahaan Agung Sucipto.

Sementara terkait gratifikasi, Nurdin Abdullah diyakini telah menerima uang Rp5,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura terkait dengan jabatannya sebagai Gubernur Sulawesi Selatan periode 2018-2023 dari kontraktor lainnya.

Uang itu berasal dari Pemilik PT Gangking Raya dan CV Michella, Robert Wijoyo; Pemilik PT Mega Bintang Utama dan PT Bumi Ambalat, Nuwardi Bin Pakki alias H. Momo dan Haji Andi Indar; Komisaris Utama PT Karya Pare Sejahtera, Fery Tanriady; Pemilik PT Lompulle, Haeruddin; serta Direktur CV Mimbar Karya Utama Kwan Sakti Rudy Moha.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1740 seconds (0.1#10.140)