KAGAMA Menulis V Jadi Ajang Peluncuran Buku The Story of Gondes
loading...
A
A
A
“Selama Anda bisa mendefinisikannya dengan baik, itu akan menjadi hal yang menarik,” terangnya.
Oleh karena itu, pria yang juga bekerja di Kementerian Kominfo tersebut menekankan, dalam membuat sebuah tulisan, penulis tidak sekadar menyampaikan sesuatu.
Namun, lanjut Gun, seperti apa cara penyampaian yang dipilih dalam sebuah tulisan. Hal ini ada kaitannya dengan siapa audiens yang disasar.
Bagi Gun, seorang penulis bak seorang juru masak. Kata dia bahan bisa apa saja, tetapi bila ditangani juru tangan yang berbeda, maka hasilnya juga berbeda.
Pria kelahiran Wonosobo ini kemudian mengibaratkan dengan warung sate di satu kota yang jumlahnya banyak. Namun, setiap orang pasti akan memiliki kecenderungan untuk mengunjungi warung tertentu karena kecocokan rasanya.
Hal itu jika dikembalikan pada konteks semula, maka berarti tulisan juga tentang sebuah rasa. Oleh sebab itu, Gun berpesan, untuk tidak meniru tulisan dari penulis manapun.
“Bikinlah tulisan Anda sendiri karena itu memiliki rasa tersendiri,” ucap Gun. “Storytelling yang bagus bukanlah berbicara tentang hal-hal hebat. Tetapi membicarakan sesuatu secara hebat,” sambung pria kelahiran 1968 ini.
Lebih lanjut, bahan yang sifatnya remeh-temeh, kata Gun, bisa diolah dan disajikan dengan tidak biasa dan unik. Hanya dengan berlatih seseorang bisa melakukannya. Kata Gun, jika seseorang sudah biasa menulis, itu tandanya dia bisa.
“Setiap orang memiliki ciri tersendiri, memiliki gaya sendiri, dan memiliki cara menceritakan sesuatu sendiri. Jagalah itu sebagai modal untuk menulis,” tutur Gun.
“Setiap orang itu genuine, tidak sama, dan ciri-cirinya akan kelihatan. Itu DNA Anda, yakinlah Anda unik. Itu harus dijaga!” tambahnya.
Oleh karena itu, pria yang juga bekerja di Kementerian Kominfo tersebut menekankan, dalam membuat sebuah tulisan, penulis tidak sekadar menyampaikan sesuatu.
Namun, lanjut Gun, seperti apa cara penyampaian yang dipilih dalam sebuah tulisan. Hal ini ada kaitannya dengan siapa audiens yang disasar.
Bagi Gun, seorang penulis bak seorang juru masak. Kata dia bahan bisa apa saja, tetapi bila ditangani juru tangan yang berbeda, maka hasilnya juga berbeda.
Pria kelahiran Wonosobo ini kemudian mengibaratkan dengan warung sate di satu kota yang jumlahnya banyak. Namun, setiap orang pasti akan memiliki kecenderungan untuk mengunjungi warung tertentu karena kecocokan rasanya.
Hal itu jika dikembalikan pada konteks semula, maka berarti tulisan juga tentang sebuah rasa. Oleh sebab itu, Gun berpesan, untuk tidak meniru tulisan dari penulis manapun.
“Bikinlah tulisan Anda sendiri karena itu memiliki rasa tersendiri,” ucap Gun. “Storytelling yang bagus bukanlah berbicara tentang hal-hal hebat. Tetapi membicarakan sesuatu secara hebat,” sambung pria kelahiran 1968 ini.
Lebih lanjut, bahan yang sifatnya remeh-temeh, kata Gun, bisa diolah dan disajikan dengan tidak biasa dan unik. Hanya dengan berlatih seseorang bisa melakukannya. Kata Gun, jika seseorang sudah biasa menulis, itu tandanya dia bisa.
“Setiap orang memiliki ciri tersendiri, memiliki gaya sendiri, dan memiliki cara menceritakan sesuatu sendiri. Jagalah itu sebagai modal untuk menulis,” tutur Gun.
“Setiap orang itu genuine, tidak sama, dan ciri-cirinya akan kelihatan. Itu DNA Anda, yakinlah Anda unik. Itu harus dijaga!” tambahnya.