Diburu Pasukan Elite Hidup atau Mati, Nyawa Jenderal Kopassus Ini Dihargai 500 Gulden
loading...
A
A
A
Dikutip dari buku “Kopassus untuk Indonesia” dalam pertempuran sengit di Sungai Kumbai, Benny bersama pasukan Naga berhasil memukul mundur pasukan Marinir Belanda yang didaratkan dengan menggunakan dua perahu motor dan kapal sungai di hulu Sungai Kumbai. ”Yang dipakai Benny adalah strategi kucing. Kalau bertemu ya bertempur. Kalau tidak ya kucing-kucingan. Tujuan kami sebagai umpan supaya Belanda memecah konsentrasi pasukannya yang di Biak dan terbukti berhasil,” kenang Brigjen TNI (Purn) Aloysius Benedictus Mboi yang saat Operasi Naga masih berpangkat Letnan Satu.
Di pedalaman belantara Papua, pertempuran sengit antara kedua pasukan elite tersebut terus terjadi. Belanda bahkan sempat mengeluarkan pengumuman bagi siapa pun yang bisa meringkus Kapten Benny akan diberi hadiah 500 gulden. ”500 gulden untuk informasi atau menangkap keduanya hidup atau mati,” kata Ben Mboi yang terkejut karena melihat banyak pamflet berisi foto dirinya dan Benny Moerdani di pohon dan dinding rumah warga.
Upaya Belanda menangkap Benny tak berhasil dan terus gagal hingga akhirnya gencatan senjata antara Pasukan Naga dan Marinir Belanda disepakati. Pada 17 Agustus 1962 Benny bersama pasukannya dijamu makan di Markas Marinir Belanda di Merauke. Saat itu, Benny terkejut mengetahui jaketnya terpampang di dinding Markas Marinir Belanda. Jaket hasil sitaan dalam pertempuran Sungai Kumbai milik Benny tersebut bahkan dijadikan sasaran lempar pisau. Di situlah baru diketahui betapa kesalnya tentara elite Belanda terhadap Kapten Benny.
Keberanian Benny Moerdani di medan operasi diakui Jan Willem de Leeuw, tentara Belanda yang pertama kali bertemu di Irian Barat. Jan bercerita tentang betapa beraninya Benny sebagai komandan tentara Indonesia saat itu. ”Selain profesional sebagai tentara, Benny juga sebagai seorang negosiator ulung,” tutur Jan.
Keberhasilannya dalam operasi ini menarik perhatian Presiden Soekarno yang kemudian menganugerahi kenaikan pangkat luar biasa dan tanda kehormatan bintang sakti kepada Benny dan pasukannya. Bintang Sakti merupakan tanda kehormatan yang diberikan pemerintah untuk menghormati keberanian dan ketabahan tekad seorang prajurit yang melebihi panggilan kewajiban dalam operasi militer.
Bahkan untuk menghormati jasa-jasanya kepada negara, Presiden Soeharto mengangkat Benny sebagai Panglima ABRI. Meski selama meniti kariernya di militer, Benny tidak pernah menjabat sebagai Pangdam, Komandan Brigade dan Komandan Korem, termasuk mengikuti pendidikan di Sesko. "Iya, tapi dia dulu yang terjun di Merauke," ujar Menhan Prabowo Subianto menirukan ucapan Soeharto dalam buku biografinya berjudul "Kepemimpinan Militer: Catatan Dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto"
Tidak hanya itu, untuk mengenang peristiwa penerjunan pada 1987 patung Benny dengan parasutnya yang tergulung di pundak berdiri di Kampung Kuprik, Distrik Tanah Miring sekitar 30 Km dari Merauke. Dalam prasasti itu tertulis “Di sini daerah penerjunan dalam rangka pembebasan Irian Barat yang dipimpin oleh Kapten L Benny Moerdani pada tanggal 4 Juni 1962. Terima kasih atas perhatian masyarakat dan pemerintah daerah tinggkat II. Persembahan masyarakat dan pemda 2 Oktober 1989”
Lihat Juga: Profil Letjen TNI Nugroho Sulistyo Budi, Jenderal Kopassus yang Ditunjuk Jadi Kepala BSSN
Di pedalaman belantara Papua, pertempuran sengit antara kedua pasukan elite tersebut terus terjadi. Belanda bahkan sempat mengeluarkan pengumuman bagi siapa pun yang bisa meringkus Kapten Benny akan diberi hadiah 500 gulden. ”500 gulden untuk informasi atau menangkap keduanya hidup atau mati,” kata Ben Mboi yang terkejut karena melihat banyak pamflet berisi foto dirinya dan Benny Moerdani di pohon dan dinding rumah warga.
Upaya Belanda menangkap Benny tak berhasil dan terus gagal hingga akhirnya gencatan senjata antara Pasukan Naga dan Marinir Belanda disepakati. Pada 17 Agustus 1962 Benny bersama pasukannya dijamu makan di Markas Marinir Belanda di Merauke. Saat itu, Benny terkejut mengetahui jaketnya terpampang di dinding Markas Marinir Belanda. Jaket hasil sitaan dalam pertempuran Sungai Kumbai milik Benny tersebut bahkan dijadikan sasaran lempar pisau. Di situlah baru diketahui betapa kesalnya tentara elite Belanda terhadap Kapten Benny.
Keberanian Benny Moerdani di medan operasi diakui Jan Willem de Leeuw, tentara Belanda yang pertama kali bertemu di Irian Barat. Jan bercerita tentang betapa beraninya Benny sebagai komandan tentara Indonesia saat itu. ”Selain profesional sebagai tentara, Benny juga sebagai seorang negosiator ulung,” tutur Jan.
Keberhasilannya dalam operasi ini menarik perhatian Presiden Soekarno yang kemudian menganugerahi kenaikan pangkat luar biasa dan tanda kehormatan bintang sakti kepada Benny dan pasukannya. Bintang Sakti merupakan tanda kehormatan yang diberikan pemerintah untuk menghormati keberanian dan ketabahan tekad seorang prajurit yang melebihi panggilan kewajiban dalam operasi militer.
Bahkan untuk menghormati jasa-jasanya kepada negara, Presiden Soeharto mengangkat Benny sebagai Panglima ABRI. Meski selama meniti kariernya di militer, Benny tidak pernah menjabat sebagai Pangdam, Komandan Brigade dan Komandan Korem, termasuk mengikuti pendidikan di Sesko. "Iya, tapi dia dulu yang terjun di Merauke," ujar Menhan Prabowo Subianto menirukan ucapan Soeharto dalam buku biografinya berjudul "Kepemimpinan Militer: Catatan Dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto"
Tidak hanya itu, untuk mengenang peristiwa penerjunan pada 1987 patung Benny dengan parasutnya yang tergulung di pundak berdiri di Kampung Kuprik, Distrik Tanah Miring sekitar 30 Km dari Merauke. Dalam prasasti itu tertulis “Di sini daerah penerjunan dalam rangka pembebasan Irian Barat yang dipimpin oleh Kapten L Benny Moerdani pada tanggal 4 Juni 1962. Terima kasih atas perhatian masyarakat dan pemerintah daerah tinggkat II. Persembahan masyarakat dan pemda 2 Oktober 1989”
Lihat Juga: Profil Letjen TNI Nugroho Sulistyo Budi, Jenderal Kopassus yang Ditunjuk Jadi Kepala BSSN
(cip)