LB Moerdani, Jenderal Kesayangan yang Berani Mengusik Kekuasaan Soeharto

Jum'at, 26 November 2021 - 06:09 WIB
loading...
LB Moerdani, Jenderal...
Kisah tentang Jenderal TNI Leonardus Benny (LB) Moerdani tak pernah ada habisnya untuk diceritakan. Nama LB Moerdani menjadi legenda di dunia militer dan intelijen Indonesia. Foto/Wikipedia
A A A
JAKARTA - Kisah tentang Jenderal TNI Leonardus Benny (LB) Moerdani tak pernah ada habisnya untuk diceritakan. Nama LB Moerdani menjadi legenda di dunia militer dan intelijen Indonesia.

Mungkin tak ada yang meragukan LB Moerdani adalah seorang sosok prajurit pemberani. Keberaniannya sebagai prajurit sejati jauh melebihi seorang tentara biasa. Medan tempurnya bukan hanya di palagan peperangan peluru dan senjata.

Benny, ia kerap disapa juga masuk dalam pusaran kekuasaan negara setelah kenyang bertugas sebagai prajurit lapangan selama puluhan tahun. Benny masuk pusaran kekuasaan era Presiden Soeharto pada masa Orde Baru.

Akan tetapi, Benny tidak pernah menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk kepentingan pribadi atau untuk ambisi pribadinya selama di tampuk kekuasaan tersebut. Dia menghabiskan waktu, tenaga dan pikirannya untuk dibaktikan demi kepentingan negara. Sebuah keberanian istimewa, mengabaikan kepentingan pribadi.

Dodi Mawardi dalam buku "Belajar Uji Nyali dari Benny Moerdani, Dia Tidak Bisa Dibeli Dengan Uang" menuturkan Benny sudah mulai mengabadikan dirinya kepada negara ketika berusia belia. Usia ingusan yang sebagian besar lainnya masih asyik bermain-main. Benny kecil sudah ikut berjuang melawan Jepang, kemudian menghadapi Belanda bersama kawan-kawannya yang berusia lebih tua.

"Meski bukan sebuah kesengajaan, Benny kecil bahkan dinobatkan sebagai komandan dari teman-teman tuanya itu, hanya karena tubuhnya yang kecil dia kebagian senjata paling kecil dan berbeda sendiri dengan yang lain. Waktu itu, Benny kecil kebagian pistol, sedangkan yang lain mendapatkan senjata laras panjang. Pemegang pistol biasanya memang menjadi komandan. Maka jadilah Benny kecil sebagai komandan," ujarnya.

Baktinya kepada negara berlanjut ketika pilihan datang selepas Agresi Militer Kedua Belanda berakhir. Benny mendapatkan dua pilihan, melanjutkan kiprahnya di Tentara Pelajar dengan masuk sekolah militer atau melanjutkan belajar di sekolah umum.

Tampak jalur hidup Benny memang digariskan untuk mengabdi kepada negara. Ia memutuskan melanjutkan sekolah militer. Dari situlah karier militer Benny Moerdani dimulai.

Tak hanya bakat, dipadu dengan kemampuan dan kesungguhannya dalam belajar serta pengalamannya menghadapi Jepang dan Belanda yang butuh keberanian tingkat tinggi menghasilkan Benny Moerdani menjadi prajurit andal. Tentara yang siap ditempatkan di mana saja dan kapan pun serta dalam kondisi apa pun. Mental baja Benny sudah terpupuk sejak dini.

Seusai masa pendidikan tingkat dasar, menengah, dan lanjutan militer, Benny Moerdani menjelma menjadi seorang perwira dan prajurit tangguh. Ia selalu menjadi pilihan untuk ditugaskan dalam menumpas berbagai konflik di Tanah Air. Mulai dari penumpasan pemberontak PPRI di Riau, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, sampai mengatasi Permesta di Sulawesi Utara.

Kemampuannya bertempur, tahan banting, tanpa kompromi memimpin pasukan dan mengatasi konflik mulai terkenal di kalangan militer. Kabar itu kemudian sampai ke telinga Presiden Soekarno.

Berbakti di Semua Medan
Ketika terjadi konflik di Irian barat dengan Belanda, Benny yang saat itu berpangkat kapten ditugaskan negara untuk berangkat ke sana. Berbagai media saat itu memberitakan betapa heroiknya pasukan Indonesia yang diterjunkan ke sana.

Mereka siap berangkat untuk tidak kembali lagi. Mereka berani mempertaruhkan nyawa demi kepentingan nusa dan bangsa. sebuah sikap yang luar biasa, mengingat medan yang sangat ganas pada saat itu.

Benny dan pasukannya kemudian mampu membuktikan dengan menjalankan misi negara dengan baik, meskipun harus kehilangan sejumlah prajuritnya. Karena keberhasilannya tersebut, Benny dan pasukannya lalu mendapatkan anugerah bintang sakti dan kenaikan pangkat luar biasa.

Ajang selanjutnya dari kiprah Benny Moerdani untuk negara adalah ketika konflik dengan Malaysia. Benny ikut dalam operasi penyusupan anti Malaysia di wilayah Kalimantan yang tak kalah ganasnya dengan hutan di Irian Barat. Ketika itu, Benny menyamar menjadi anggota pasukan anti Malaysia.

Di masa itu, Malaysia masih belum merdeka dan Presiden Soekarno menganggap Malaysia merdeka sebagai upaya Inggris melebarkan sayap kolonialismenya. Malaysia hanya dijadikan boneka penjajah.

"Meski sempat hampir tewas di sana, tugas Pak Benny tetap dianggap berhasil di Kalimantan Utara," tutur Dodi Mawardi.

Dodi menuturkan peralihan kekuasaan memberikan berkah tersendiri buat Benny. Penempatannya di luar negeri menguji kehebatan dan keberanian lain dari dirinya dalam mengabdi kepada negara.

Ternyata, di mana pun ditempatkan berlian tetaplah berlian. Benny tetap bersinar. Dia berperan besar dalam proses pembentukan negara dan pemerintahan negara sahabat untuk bergabung dalam organisasi bernama ASEAN.

Benny juga yang kemudian meyakinkan negara-negara ASEAN bahwa Vietnam tidak berbahaya. Dia kemudian hari, keyakinan Benny tersebut akhirnya terbukti. Vietnam menjadi salah satu kekuatan ASEAN. Kata mantan Presiden Filipina Fidel Ramos, "ASEAN berutang banyak kepada Benny Moerdani."

Berhasil mengemban sejumlah tugas negara, kiprah Benny semakin lengkap dengan mendapat kepercayaan penuh dari Presiden Soeharto di tahun 1974. Beberapa hari setelah peristiwa Malari, Benny dipanggil pulang dari tempat dinasnya di Korea Selatan. Sejak itulah, Benny menjadi salah satu tangan kanan Soeharto dalam keamanan presiden dan keamanan negara.

Pengabdian Benny beralih dari hutan belantara di Irian, Kalimantan, Sulawesi, serta luar negeri ke pusaran kekuasaan di sekitar Istana. Benny menjelma menjadi salah satu orang terkuat.

Tidak Silau Jabatan
Sepak terjang Benny yang cemerlang, tidak membuatnya memiliki ambisi untuk lebih dari itu. Benny dikenal tidak silau dengan jabatan dan tidak berambisi menjadi penguasa. Hal yang sempat dituduhkan kepadanya oleh sejumlah pihak.

"Di benak Pak Benny, kepentingan negaralah yang utama, termasuk kepentingan Presiden yang menjadi pemimpin negara," kata Dodi Mawardi.

Dia mengungkapkan mungkin hanya Benny pejabat negara yang berani "mengusik" kekuasaan Soeharto. Tapi bukan untuk menggantikannya. Benny mengingatkan Soeharto tentang kekuasaannya yang sudah terlalu lama. Hanya Benny orang dekat Soeharto yang berani mengatakan hal tersebut.

"Sebuah fakta pahit yang tetap harus disampaikan kepada pimpinan, karena sebagai seorang intel sejati, Pak Benny tahu persis kondisi lapangan. Sebuah sikap yang berbuah lebih pahit lagi karena kemudian Pak Benny "tersingkir" dari pusaran kekuasaan," tutur Dodi Mawardi.

Soeharto ternyata tidak terima dengan nasihati dari Benny. Apa yang disampaikan dan diingatkan oleh Benny menjadi kenyataan. Soeharto terpaksa harus lengser dengan cara menyakitkan pada 1998 melalui demo besar-besaran.

Setelah Soeharto lengser, dia sempat menjenguk Benny yang sedang tergolek sakit. Soeharto berkata dalam bahasa Jawa, "Kowe pancen sing bener, Ben. Nek aku manut nasihatmu, ora koyok ngene." (Kamu yang bener Ben. Kalau saja saya ikuti nasihatmu, mungkin keadaannya tidak seperti ini).

Terbaring lemah, Benny hanya bisa menangis merespons pernyataan Soeharto. Kalimat itu konon diulangi Soeharto ketika berada di depan jenazah Benny.

Sampai akhir hayatnya, Benny tidak pernah memikirkan ambisi pribadinya. Ketika ada kesempatan naik, Benny justru mengangkat nama rekannya di TNI, Try Sutrisno menjadi Wapres. Ketika orang lain sibuk mengejar jabatan dan kekuasan, Benny Moerdani justru sebaliknya.

Dia tidak lupa dengan masa depan bangsa. Warisan kepedulian Benny tersebut sekarang siap-siap dipetik dan akan terus berbuah sepanjang waktu, yaitu lewat pendidian SMA Taruna Nusantara. Warisan mahal yang lahir dari keberanian dan nyali seorang prajurit sejati.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1308 seconds (0.1#10.140)