Indonesia Berharap Negosiasi Perjanjian Paris Capai Kesepakatan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia sangat berharap perundingan terhadap Artikel 6 dari Paris Agreement atau Perjanjian Paris , mencapai kesepakatan. Hal ini dikatakan Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanthi.
Baca juga: Progres Positif Negosiasi Indonesia di KTT Iklim COP 26 Glasgow
Artikel 6 ini merupakan elemen dari 'The Paris Rulebook' dalam forum negosiasi di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties (COP26) yang diselenggarakan di Glasgow, Inggris.
"Artiklel 6 Persetujuan Paris yang memuat pengaturan mekanisme kerja sama, termasuk perdagangan karbon atau carbon pricing ini penting, agar instrumen mekanisme kerja sama ini bisa diefektifkan untuk mendukung capaian target emisi," kata Laksmi Dhewanthi, dalam pernyataan tertulis dari COP 26 Glasgow, Rabu (10/11/2021).
"Pembahasan artikel 6 ini salah satu yang ditunggu hasil negosiasinya dalam COP 26 ini karena elemen ini merupakan salah satu solusi atau kunci untuk mencapai target-target ambisi DNDC," tambahnya.
Kata Laksmi, jadi arahnya lebih ke upaya pencapaian target NDC. Tentu perjuangan posisi Indonesia, sehingga manfaat hasil COP26 di Glasgow ini mendukung apa yang sudah direncanakan dan siapkan regulasinya di Indonesia.
Mengenai perkembangan COP26, khususnya dalam pembahasan Artikel 6, Pasal 6 Paris Agreement yang berisi 9 ayat ini merupakan inti Perjanjian Paris. Kalau dari negara negara pihak ini inti, dari Perjanjian Paris apabila para pihak membuat respons atas upaya-upaya mitigasi dan perubahan iklim.
Laksmi Dhewanthi menjelaskan, kesepakatan untuk pendekatan kerja sama ini menjadi penting untuk Indonesia dan negara lain karena kita sendiri atau semua negara pasti punya rencana dan target untuk memenuhi NDC-nya.
"Indonesia juga menilai bahwa pendekatan mekanisme pasar dan non-pasar jadi salah satu pendekatan yang bisa dilakukan bagi solusi pendanaan atau insentif dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim," ujarnya.
Dikemukakan Laksmi, dalam peta jalan atau road map NDC Indonesia, sudah mengenali instrumen ini, menjadi salah satu instrumen yang akan digunakan dalam implementasi NDC Indonesia.
Pada 29 Oktber 2021, sebelum Presiden Jokowi meninggalkan Indonesia menuju Roma dan dari Roma ke COP26 Glasgow, beliau menandatangani Pelpres nomor 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) untuk mendukung pencapaian NDC dan pengendalian emisi GRK dalam pembangunan.
"Kita tentu berharap, hasil-hasil keputusan COP26 di Glasgow ini akan memperkuat penerapan regulasi yang sudah kita siapkan," tutupnya.
Laksmi Dhewanthi yang tengah berada di Glasgow mengungkapkan, saat ini sedang dirundingkan adalah operasionalisasi elemen-elemen Pasal 6 Paris Agreement ini atau pengaturan penerapan pasal ini, agar bisa diterapkan secara efektif.
"Perundingan memasuki hari kedua di minggu ke-2 pelaksanaan COP26. Untuk Artikel 6 ini pembahasan pada tingkat tehnis dianggap sudah selesai tapi belum mendapat finalisasi keputusan, sehingga oleh presidensi dilanjutkan pembahasan atau negosiasi pada tingkat menteri. Presiden COP26 telah menunjuk 2 (dua) orang Menteri (yang mewakili kelompok negara maju dan kelompok negara berkembang) untuk menjadi co-facilitator bagi pembahasan Artikel 6," ungkapnya.
Jadi, mulai Senin dan Selasa kemarin pembahasan sudah mulai lagi pada tingkat yang lebih tinggi (tingkat Menteri), berbeda dengan minggu pertama di mana pembahasan dilakukan oleh para negosiator di tingkat teknis. Diharapkan banyak hal-hal bisa diselesaikan, mengingat di dalam ayat ayat di Artikel 6, masing masing ada tantangan tersendiri yang perlu pembahasan mendalam.
"Kami masih terus melakukan negosiasi-negosiasi. Di minggu pertama sudah punya teks narasi untuk bahan negosiasi. Bahkan untuk Artikel 6 sudah ada 4 (empat) iterasi teks negosiasinya namun tetap belum selesai dan masih butuh waktu untuk kembali melakukan negosiasi," tutup Laksmi.
Baca juga: Progres Positif Negosiasi Indonesia di KTT Iklim COP 26 Glasgow
Artikel 6 ini merupakan elemen dari 'The Paris Rulebook' dalam forum negosiasi di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties (COP26) yang diselenggarakan di Glasgow, Inggris.
"Artiklel 6 Persetujuan Paris yang memuat pengaturan mekanisme kerja sama, termasuk perdagangan karbon atau carbon pricing ini penting, agar instrumen mekanisme kerja sama ini bisa diefektifkan untuk mendukung capaian target emisi," kata Laksmi Dhewanthi, dalam pernyataan tertulis dari COP 26 Glasgow, Rabu (10/11/2021).
"Pembahasan artikel 6 ini salah satu yang ditunggu hasil negosiasinya dalam COP 26 ini karena elemen ini merupakan salah satu solusi atau kunci untuk mencapai target-target ambisi DNDC," tambahnya.
Kata Laksmi, jadi arahnya lebih ke upaya pencapaian target NDC. Tentu perjuangan posisi Indonesia, sehingga manfaat hasil COP26 di Glasgow ini mendukung apa yang sudah direncanakan dan siapkan regulasinya di Indonesia.
Mengenai perkembangan COP26, khususnya dalam pembahasan Artikel 6, Pasal 6 Paris Agreement yang berisi 9 ayat ini merupakan inti Perjanjian Paris. Kalau dari negara negara pihak ini inti, dari Perjanjian Paris apabila para pihak membuat respons atas upaya-upaya mitigasi dan perubahan iklim.
Laksmi Dhewanthi menjelaskan, kesepakatan untuk pendekatan kerja sama ini menjadi penting untuk Indonesia dan negara lain karena kita sendiri atau semua negara pasti punya rencana dan target untuk memenuhi NDC-nya.
"Indonesia juga menilai bahwa pendekatan mekanisme pasar dan non-pasar jadi salah satu pendekatan yang bisa dilakukan bagi solusi pendanaan atau insentif dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim," ujarnya.
Dikemukakan Laksmi, dalam peta jalan atau road map NDC Indonesia, sudah mengenali instrumen ini, menjadi salah satu instrumen yang akan digunakan dalam implementasi NDC Indonesia.
Pada 29 Oktber 2021, sebelum Presiden Jokowi meninggalkan Indonesia menuju Roma dan dari Roma ke COP26 Glasgow, beliau menandatangani Pelpres nomor 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) untuk mendukung pencapaian NDC dan pengendalian emisi GRK dalam pembangunan.
"Kita tentu berharap, hasil-hasil keputusan COP26 di Glasgow ini akan memperkuat penerapan regulasi yang sudah kita siapkan," tutupnya.
Laksmi Dhewanthi yang tengah berada di Glasgow mengungkapkan, saat ini sedang dirundingkan adalah operasionalisasi elemen-elemen Pasal 6 Paris Agreement ini atau pengaturan penerapan pasal ini, agar bisa diterapkan secara efektif.
"Perundingan memasuki hari kedua di minggu ke-2 pelaksanaan COP26. Untuk Artikel 6 ini pembahasan pada tingkat tehnis dianggap sudah selesai tapi belum mendapat finalisasi keputusan, sehingga oleh presidensi dilanjutkan pembahasan atau negosiasi pada tingkat menteri. Presiden COP26 telah menunjuk 2 (dua) orang Menteri (yang mewakili kelompok negara maju dan kelompok negara berkembang) untuk menjadi co-facilitator bagi pembahasan Artikel 6," ungkapnya.
Jadi, mulai Senin dan Selasa kemarin pembahasan sudah mulai lagi pada tingkat yang lebih tinggi (tingkat Menteri), berbeda dengan minggu pertama di mana pembahasan dilakukan oleh para negosiator di tingkat teknis. Diharapkan banyak hal-hal bisa diselesaikan, mengingat di dalam ayat ayat di Artikel 6, masing masing ada tantangan tersendiri yang perlu pembahasan mendalam.
"Kami masih terus melakukan negosiasi-negosiasi. Di minggu pertama sudah punya teks narasi untuk bahan negosiasi. Bahkan untuk Artikel 6 sudah ada 4 (empat) iterasi teks negosiasinya namun tetap belum selesai dan masih butuh waktu untuk kembali melakukan negosiasi," tutup Laksmi.
(maf)