Perindo Sebut 3 Modal Santri dalam Peningkatan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Bidang Keagamaan Partai Perindo Abdul Kholiq Ahmad menjelaskan tiga modal santri yang berperan penting dalam peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Yaitu modal historis, modal SDM, dan modal dukungan.
"Pertama, modal historis, pesantren tentu saja mengawali gerak bangsa dan negara jauh sebelum kemerdekaan adalah dengan membentuk satu kelompok bernama kebangkitan kaum saudagar," ujar Abdul Abdul dalam diskusi publik peringatan Hari Santri Nasional bertajuk 'Peran Santri dan Pesantren dalam Pembangunan Ekonomi Nasional', Jumat (22/10/2021).
Dia mengatakan di era jauh sebelum Indonesia merdeka didirikan Nahdlatut Tujjar (NT) atau kebangkitan kaum saudagar oleh Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah sekitar tahun 1918. Pendirian ini sebagai tonggak awal pergerakan ekonomi para santri dan pesantren untuk membangun perekonomian masyarakat yang saat itu penuh dengan penindasan dari dari pemerintah kolonial.
"Ya tentu saja kondisi perekonomian masyarakat saat itu tidak membaik dan bahkan dalam kondisi yang memprihatinkan. Oleh karena itu munculnya perkumpulan yang disebut Nahdlatut Tujjar satu upaya bahwa kaum saudagar ingin merubah nasib bangsa masyarakat lebih baik dari aspek ekonomi," jelasnya.
Pada saat itu, gerakan NT tidak dapat berdiri sendiri sehingga munculah Taswirul Afkar atau Nahdlatul Fikri sebagai kebangkitan pemikiran dari ulama-ulama untuk ikut memikirkan nasib bangsa dan negara yang masih pada kondisi penuh dengan penjajahan. Kemudian sebagai dukungan terhadap kegiatan perekonomian dan pemikiran yang memunculkan kesadaran pendidikan dan ada yang disebut sebagai Nahdlatul Wathan yang bertujuan menciptakan kondisi bangsa dan negara untuk cepat merebut kemerdekaan.
"Posisi santri dan pesantren sudah punya modal sejarah yang cukup panjang. Jadi kalau hari ini ada tuntutan bagaimana pesantren berperan dalam membangun ekonomi nasional sesungguhnya terjadi modal sejarah yang pertama sudah ada pada kaum santri pesantren," paparnya.
Kedua, modal SDM. Abdul mengatakan jumlah pesantren yang lebih dari 30 ribu dan santri lebih dari 4 juta orang menggambarkan penuh keanekaragaman. "Sesungguhnya tidak terlampau sulit jika komitmen dan kemauan keras untuk bisa membangun ekonomi nasional itu datang dari kaum santri dan kalangan pesantren," ucapnya.
Ketiga adalah modal dukungan yakni dalam perundang-undangan dan memberikan dasar serta ruang perkembangannya dalam membangun ekonomi nasional. "UU pesantren memberikan arahan kepada bangsa dan negara, fungsinya tidak sekadar menjadi lembaga pendidikan melakukan kaderisasi ulama dan memberikan pemahaman yang utuh tentang agama tetapi juga mempersiapkan kepemimpinan bagi para santri untuk bisa menjadi manusia yang lebih," jelasnya.
Dalam hal ini, dia menyebut pesantren merupakan kekuatan masyarakat untuk mendapatkan pemberdayaan. Sehingga bentuk dukungan dari aspek perundang-undangan dapat memberikan kekuatan kepada komunitas santri dan pesantren dalam berperan lebih jauh dalam proses pengembangan ekonomi nasional.
"Santri dan pesantren tentu punya kewajiban yang tidak saja mendalami masalah-masalah terkait dengan keagamaan tetapi juga ada tuntutan yang harus dilakukan. Bahwa para santri dan komunitas pesantren punya kewajiban untuk menguasai ilmu-ilmu yang dibutuhkan dalam masyarakat modern hari ini."
"Santri dan kalangan pesantren juga dituntut untuk punya kompetensi baik kreativitas serta inisiatif yang tinggi untuk bagaimana bisa ikut membangun bangsa dan negara ini dari berbagai sisi termasuk dari sisi ekonomi," tutupnya.
"Pertama, modal historis, pesantren tentu saja mengawali gerak bangsa dan negara jauh sebelum kemerdekaan adalah dengan membentuk satu kelompok bernama kebangkitan kaum saudagar," ujar Abdul Abdul dalam diskusi publik peringatan Hari Santri Nasional bertajuk 'Peran Santri dan Pesantren dalam Pembangunan Ekonomi Nasional', Jumat (22/10/2021).
Baca Juga
Dia mengatakan di era jauh sebelum Indonesia merdeka didirikan Nahdlatut Tujjar (NT) atau kebangkitan kaum saudagar oleh Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah sekitar tahun 1918. Pendirian ini sebagai tonggak awal pergerakan ekonomi para santri dan pesantren untuk membangun perekonomian masyarakat yang saat itu penuh dengan penindasan dari dari pemerintah kolonial.
"Ya tentu saja kondisi perekonomian masyarakat saat itu tidak membaik dan bahkan dalam kondisi yang memprihatinkan. Oleh karena itu munculnya perkumpulan yang disebut Nahdlatut Tujjar satu upaya bahwa kaum saudagar ingin merubah nasib bangsa masyarakat lebih baik dari aspek ekonomi," jelasnya.
Pada saat itu, gerakan NT tidak dapat berdiri sendiri sehingga munculah Taswirul Afkar atau Nahdlatul Fikri sebagai kebangkitan pemikiran dari ulama-ulama untuk ikut memikirkan nasib bangsa dan negara yang masih pada kondisi penuh dengan penjajahan. Kemudian sebagai dukungan terhadap kegiatan perekonomian dan pemikiran yang memunculkan kesadaran pendidikan dan ada yang disebut sebagai Nahdlatul Wathan yang bertujuan menciptakan kondisi bangsa dan negara untuk cepat merebut kemerdekaan.
"Posisi santri dan pesantren sudah punya modal sejarah yang cukup panjang. Jadi kalau hari ini ada tuntutan bagaimana pesantren berperan dalam membangun ekonomi nasional sesungguhnya terjadi modal sejarah yang pertama sudah ada pada kaum santri pesantren," paparnya.
Kedua, modal SDM. Abdul mengatakan jumlah pesantren yang lebih dari 30 ribu dan santri lebih dari 4 juta orang menggambarkan penuh keanekaragaman. "Sesungguhnya tidak terlampau sulit jika komitmen dan kemauan keras untuk bisa membangun ekonomi nasional itu datang dari kaum santri dan kalangan pesantren," ucapnya.
Ketiga adalah modal dukungan yakni dalam perundang-undangan dan memberikan dasar serta ruang perkembangannya dalam membangun ekonomi nasional. "UU pesantren memberikan arahan kepada bangsa dan negara, fungsinya tidak sekadar menjadi lembaga pendidikan melakukan kaderisasi ulama dan memberikan pemahaman yang utuh tentang agama tetapi juga mempersiapkan kepemimpinan bagi para santri untuk bisa menjadi manusia yang lebih," jelasnya.
Dalam hal ini, dia menyebut pesantren merupakan kekuatan masyarakat untuk mendapatkan pemberdayaan. Sehingga bentuk dukungan dari aspek perundang-undangan dapat memberikan kekuatan kepada komunitas santri dan pesantren dalam berperan lebih jauh dalam proses pengembangan ekonomi nasional.
"Santri dan pesantren tentu punya kewajiban yang tidak saja mendalami masalah-masalah terkait dengan keagamaan tetapi juga ada tuntutan yang harus dilakukan. Bahwa para santri dan komunitas pesantren punya kewajiban untuk menguasai ilmu-ilmu yang dibutuhkan dalam masyarakat modern hari ini."
"Santri dan kalangan pesantren juga dituntut untuk punya kompetensi baik kreativitas serta inisiatif yang tinggi untuk bagaimana bisa ikut membangun bangsa dan negara ini dari berbagai sisi termasuk dari sisi ekonomi," tutupnya.
(kri)