Penolakan PSBB 3 Daerah oleh Menkes Dipertanyakan DPR
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menghargai keputusan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto yang menolak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di 3 daerah yakni Sorong Papua Barat, Palangka Raya Kalimantan Barat dan Rote Ndao Nusa Tenggara Timur (NTT). Penolakan itu berdasarkan serangkaian kajian epidemologis dan kajian lainnya di Kemenkes, termasuk kajian terhadap aspek sosial dan ekonomi yang ada dan juga pertimbangan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.
Namun, Saleh juga mempertanyakan alasan Menkes menolak itu padahal penerapan PSBB secara serempak di sejumlah daerah juga penting untuk memutus mata rantai penyebaran wabah virus Corona (COVID-19). Dia juga berharap bahwa permohonan daerah sebaiknya tidak dipersulit.
“Masalahnya, apakah kajian itu sudah dilakukan secara benar dan serius? Atau jangan-jangan, penolakan itu hanya didasarkan oleh jumlah ODP (orang dalam pengawasan), PDP (pasien dalam pengawasan), dan yang positif terjangkit saja. Jika itu ukurannya, mungkin benar beberapa daerah yang mengusulkan itu belum membutuhkan status PSBB” ujar Saleh saat dihubungi SINDO Media, Senin (13/4/2020).
Saleh mengakui bahwa agak sulit soal status PSBB ini. Pasalnya, daerah hanya berhak mengajukan usulan. Sementara, semua pertimbangan, kajian, dan keputusan diserahkan kepada pemerintah pusat.
Tetapi, menurut Wakil Ketua Fraksi PAN ini, PSBB itu juga dibutuhkan untuk mengantisipasi penyebaran wabah COVID-19. Selain itu, dibutuhkan juga untuk menghentikan mata rantai penyebarannya.
"Nah, jika suatu daerah merasa ada ancaman akan adanya perluasan penyebaran yang cepat, mestinya hal itu juga menjadi perhatian dan dasar pertimbangan pemerintah," jelas mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah itu.
“Padahal, kalau sudah PSBB, tugas untuk mengurus masyarakat tetap berbagi. Bahkan, urusan logistik masyarakat juga tetap ada dibebankan ke pemerintah daerah," imbuhnya.
Karena itu, Saleh berpandangan bahwa penetapan status PSBB itu tidak bisa hanya diukur dari jumlah ODP, PDP, dan yang positif terjangkit. Tetapi harus juga memperhatikan kemungkinan penyebarannya. Jika diperkirakan penyebarannya bisa meluas dalam waktu singkat, tentu status PSBB bisa diterapkan. Justru, dalam kondisi seperti itulah dibutuhkan status PSBB.
“Saya berharap, penetapan status PSBB tidak dipersulit. Jika daerahnya siap, sebaiknya dipermudah saja. Yang penting diperhatikan, ketika status PSBB sudah ditetapkan, tidak ada masyarakat yang ditinggalkan," harap Ketua DPP PAN itu.
Namun, Saleh juga mempertanyakan alasan Menkes menolak itu padahal penerapan PSBB secara serempak di sejumlah daerah juga penting untuk memutus mata rantai penyebaran wabah virus Corona (COVID-19). Dia juga berharap bahwa permohonan daerah sebaiknya tidak dipersulit.
“Masalahnya, apakah kajian itu sudah dilakukan secara benar dan serius? Atau jangan-jangan, penolakan itu hanya didasarkan oleh jumlah ODP (orang dalam pengawasan), PDP (pasien dalam pengawasan), dan yang positif terjangkit saja. Jika itu ukurannya, mungkin benar beberapa daerah yang mengusulkan itu belum membutuhkan status PSBB” ujar Saleh saat dihubungi SINDO Media, Senin (13/4/2020).
Saleh mengakui bahwa agak sulit soal status PSBB ini. Pasalnya, daerah hanya berhak mengajukan usulan. Sementara, semua pertimbangan, kajian, dan keputusan diserahkan kepada pemerintah pusat.
Tetapi, menurut Wakil Ketua Fraksi PAN ini, PSBB itu juga dibutuhkan untuk mengantisipasi penyebaran wabah COVID-19. Selain itu, dibutuhkan juga untuk menghentikan mata rantai penyebarannya.
"Nah, jika suatu daerah merasa ada ancaman akan adanya perluasan penyebaran yang cepat, mestinya hal itu juga menjadi perhatian dan dasar pertimbangan pemerintah," jelas mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah itu.
“Padahal, kalau sudah PSBB, tugas untuk mengurus masyarakat tetap berbagi. Bahkan, urusan logistik masyarakat juga tetap ada dibebankan ke pemerintah daerah," imbuhnya.
Karena itu, Saleh berpandangan bahwa penetapan status PSBB itu tidak bisa hanya diukur dari jumlah ODP, PDP, dan yang positif terjangkit. Tetapi harus juga memperhatikan kemungkinan penyebarannya. Jika diperkirakan penyebarannya bisa meluas dalam waktu singkat, tentu status PSBB bisa diterapkan. Justru, dalam kondisi seperti itulah dibutuhkan status PSBB.
“Saya berharap, penetapan status PSBB tidak dipersulit. Jika daerahnya siap, sebaiknya dipermudah saja. Yang penting diperhatikan, ketika status PSBB sudah ditetapkan, tidak ada masyarakat yang ditinggalkan," harap Ketua DPP PAN itu.
(kri)