Kemendagri Dorong Pemda Lakukan Digitalisasi PAD
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong agar pemerintah daerah (pemda) melakukan digitalisasi terhadap pendapatan asli daerah (PAD) . Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri, Mochamad Ardian Noervianto mengatakan pandemi Covid-19 tidak hanya memperkenalkan budaya kerja baru tetapi juga harus mendorong pemda melakukan digitalisasi PAD.
"Untuk itu penting bagi kami untuk menghimpun segala macam bentuk data, baik pendapatan maupun belanja," ujarnya dikutip dari pers rilis Puspen Kemendagri, Kamis (30/9/2021).
Dalam hal digitalisasi, saat ini telah diberlakukan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD). Ardian menilai SIPD Pendapatan sudah sangat baik penerapannya namun belum semua daerah menggunakannya. Menurutnya, data SIPD ini amat penting keberadaannya karena segala kebijakan yang dibuat bisa jadi efektif dan efisien.
"Kami mengapresiasi masukan dari bapak/ibu bagaimana SIPD agar bisa mencapai paripurna. SIPD belanja kami nilai sudah sangat baik, meski beberapa Pemda masih trial and error bahkan ada yang masih tandem dengan aplikasi lain. Bagi kami hal itu tidak masalah," jelasnya.
Dia juga mengingatkan agar daerah-daerah yang belum segera menginput data PAD. Ardian berharap optimalisasi sektor PAD ini bisa dilakukan dari mulai hardware, software yang sudah disiapkan Kemendagri. Termasuk brainwarenya yang terdiri dari aparatur dan masyarakat sebagai pengguna.
"Masyarakat juga harus mulai dikenalkan dengan sistem pembayaran digital. Hal ini karena teknologi bisa mengambil peran penting dalam optimalisasi PAD. Kami berharap sektor PAD bisa terkendali dengan baik. Jangan sampai mengalami lepas kontrol sehingga banyak sekali potensi pendapatan yang tidak masuk rekening kas daerah," tuturnya.
Pada kesempatan itu dia menyebut bahwa hampir seluruh sektor PAD mengalami kontraksi di masa pandemi Covid-19. Menurutnya, hanya ada tiga sektor yang mengalami kenaikan, yakni retribusi kesehatan, retribusi pemakaman, dan retribusi pengelolaan layanan telekomunikasi.
"Kita berpikir bahwa interaksi adalah modal utama menuju perputaran uang. Hanya saja jika model interaksi kita masih konvensional maka itu akan berdampak pada perputaran itu sendiri. Kami juga melihat beberapa daerah yang telah menerapkan teknologi sebagai sarana interaksinya. Memang mereka mengalami penurunan, hanya saja tidak signifikan," pungkasnya.
"Untuk itu penting bagi kami untuk menghimpun segala macam bentuk data, baik pendapatan maupun belanja," ujarnya dikutip dari pers rilis Puspen Kemendagri, Kamis (30/9/2021).
Baca Juga
Dalam hal digitalisasi, saat ini telah diberlakukan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD). Ardian menilai SIPD Pendapatan sudah sangat baik penerapannya namun belum semua daerah menggunakannya. Menurutnya, data SIPD ini amat penting keberadaannya karena segala kebijakan yang dibuat bisa jadi efektif dan efisien.
"Kami mengapresiasi masukan dari bapak/ibu bagaimana SIPD agar bisa mencapai paripurna. SIPD belanja kami nilai sudah sangat baik, meski beberapa Pemda masih trial and error bahkan ada yang masih tandem dengan aplikasi lain. Bagi kami hal itu tidak masalah," jelasnya.
Dia juga mengingatkan agar daerah-daerah yang belum segera menginput data PAD. Ardian berharap optimalisasi sektor PAD ini bisa dilakukan dari mulai hardware, software yang sudah disiapkan Kemendagri. Termasuk brainwarenya yang terdiri dari aparatur dan masyarakat sebagai pengguna.
"Masyarakat juga harus mulai dikenalkan dengan sistem pembayaran digital. Hal ini karena teknologi bisa mengambil peran penting dalam optimalisasi PAD. Kami berharap sektor PAD bisa terkendali dengan baik. Jangan sampai mengalami lepas kontrol sehingga banyak sekali potensi pendapatan yang tidak masuk rekening kas daerah," tuturnya.
Pada kesempatan itu dia menyebut bahwa hampir seluruh sektor PAD mengalami kontraksi di masa pandemi Covid-19. Menurutnya, hanya ada tiga sektor yang mengalami kenaikan, yakni retribusi kesehatan, retribusi pemakaman, dan retribusi pengelolaan layanan telekomunikasi.
"Kita berpikir bahwa interaksi adalah modal utama menuju perputaran uang. Hanya saja jika model interaksi kita masih konvensional maka itu akan berdampak pada perputaran itu sendiri. Kami juga melihat beberapa daerah yang telah menerapkan teknologi sebagai sarana interaksinya. Memang mereka mengalami penurunan, hanya saja tidak signifikan," pungkasnya.
(kri)