MUI Nyatakan Belum Kaji Kehalalan Vaksin Moderna
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) belum melakukan kajian tentang aspek kehalalan vaksin Moderna . Pasalnya, hingga kini data-data mengenai vaksin tersebut belum bisa didapatkan.
"Belum. Data-data untuk pemeriksaan masih belum diterima. Jadi pemeriksaan oleh tim auditor belum bisa diselesaikan karena belum adanya data yang dibutuhkan," ungkap Ketua Komisi Fatwa MUI KH Asrorun Niam Sholeh saat dikonfirmasi Senin (6/9/2021).
Dilansir dari laman resmi MUI, vaksin Moderna didapatkan pemerintah melalui jalur multilateral. Vaksin ini didapat secara gratis dengan fasilitas Covax/Gavi.
Skemanya adalah WHO mendapatkan vaksin dari perusahaan vaksin, kemudian WHO membagikan vaksin tersebut ke negara-negara yang tergabung dalam Covac tersebut.
Dengan skema multilateral ini, untuk proses sertifikasi halal agak rumit dan panjang alurnya, karena pemerintah tidak punya akses lagsung dengan perusahaan vaksin.
Sehingga MUI pun tidak dapat mengakses data-data tentang bahan, proses produksi vaksin yang dapat dijadikan dasar dalam penetapan fatwa atas kehalalan produk vaksin Moderna.
Kiai Niam memaparkan hingga kini MUI telah mengeluarkan fatwa untuk sejumlah merk vaksin, antara lain Sinovac, Sinopharm, AstraZeneca, dan Pfizer.
MUI menetapkan bahwa vaksin Sinovac halal. Sedangkan untuk Vaksin AstraZeneca dan Sinopharm, MUI menetapkan bahwa keduanya adalah haram.
Namun demikian penggunaan keduanya adalah dibolehkan, karena kondisi yang mendesak, adanya risiko fatal jika tidak dilakukan vaksinasi, ketersedian vaksin Covid-19 yang halal tidak mencukupi, serta sulitnya mendapatkan dosis Vaksin Covid-19.
Sedangkan untuk Vaksin Pfizer saat ini sedang dikaji MUI dan dalam waktu dekat segera akan difatwakan.
"Belum. Data-data untuk pemeriksaan masih belum diterima. Jadi pemeriksaan oleh tim auditor belum bisa diselesaikan karena belum adanya data yang dibutuhkan," ungkap Ketua Komisi Fatwa MUI KH Asrorun Niam Sholeh saat dikonfirmasi Senin (6/9/2021).
Dilansir dari laman resmi MUI, vaksin Moderna didapatkan pemerintah melalui jalur multilateral. Vaksin ini didapat secara gratis dengan fasilitas Covax/Gavi.
Skemanya adalah WHO mendapatkan vaksin dari perusahaan vaksin, kemudian WHO membagikan vaksin tersebut ke negara-negara yang tergabung dalam Covac tersebut.
Dengan skema multilateral ini, untuk proses sertifikasi halal agak rumit dan panjang alurnya, karena pemerintah tidak punya akses lagsung dengan perusahaan vaksin.
Sehingga MUI pun tidak dapat mengakses data-data tentang bahan, proses produksi vaksin yang dapat dijadikan dasar dalam penetapan fatwa atas kehalalan produk vaksin Moderna.
Kiai Niam memaparkan hingga kini MUI telah mengeluarkan fatwa untuk sejumlah merk vaksin, antara lain Sinovac, Sinopharm, AstraZeneca, dan Pfizer.
MUI menetapkan bahwa vaksin Sinovac halal. Sedangkan untuk Vaksin AstraZeneca dan Sinopharm, MUI menetapkan bahwa keduanya adalah haram.
Namun demikian penggunaan keduanya adalah dibolehkan, karena kondisi yang mendesak, adanya risiko fatal jika tidak dilakukan vaksinasi, ketersedian vaksin Covid-19 yang halal tidak mencukupi, serta sulitnya mendapatkan dosis Vaksin Covid-19.
Sedangkan untuk Vaksin Pfizer saat ini sedang dikaji MUI dan dalam waktu dekat segera akan difatwakan.
(muh)