Profil Singkat 4 Putri Gus Dur-Sinta Nuriyah, Ada yang Pernah Jadi Stafsus Presiden SBY
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid ( Gus Dur ) menikah dengan Sinta Nuriyah pada 11 Juli 1968. Pernikahan mereka dianugerahi empat orang putri. Siapa saja putri dari pasangan tersebut?
1. Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid
Anak sulung pasangan Gus Dur-Sinta Nuriyah ini lahir di Kompleks Pesantren Denanyar Jombang, 25 Juni 1973. Wanita yang akrab disapa Alissa Wahid ini lulusan SMA Negeri 8 Jakarta. Dia juga merupakan jebolan Magister Psikologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Dia begitu dikenal karena sumbangsihnya di sektor sosial, khususnya tentang multikulturalisme, demokrasi serta hak asasi manusia, dan gerakan Muslim moderat di Indonesia. Selain menjabat Direktur Nasional Gusdurian Network Indonesia (GNI), dia juga sebagai sekretaris jenderal Gerakan Suluh Kebangsaan. Dia pernah ditunjuk Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai Duta Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia pada tahun 2019. Pada Mei 2021, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) menunjuk Alissa Wahid menjadi Komisaris Independen.
2. Zannuba Ariffah Chafsoh Wahid
Putri kedua pasangan Gus Dur-Sinta Nuriyah yang akrab disapa Yenny Wahid ini lahir di Jombang, Jawa Timur, 29 Oktober 1974. Yenny pernah menekuni studi komunikasi visual di Universitas Trisakti, Jakarta setelah lulus SMA Negeri 28 Jakarta.
Dia pun sempat menjadi wartawan. Ya, dia pernah menjadi koresponden koran terbitan Australia, The Sydney Morning Herald dan The Age (Melbourne) antara 1997 dan 1999. Dia bertugas di Timor-Timur dan Aceh.
Kemudian, dia meninggalkan profesinya itu setelah ayahnya terpilih menjadi Presiden ke-4 RI. Yenny juga pernah menempuh studi S2 di Harvard Kennedy School of Government di bawah beasiswa Mason setelah ayahnya tak lagi menjabat sebagai presiden.
Kembali ke Indonesia, dia menjabat sebagai direktur Wahid Institute. Di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY ), dia juga pernah menjabat sebagai Staf Khusus Bidang Komunikasi Politik pada 2006. Namun, Yenny akhirnya memilih mundur dari jabatan itu karena menghindari konflik kepentingan dengan partai politiknya saat itu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Yenny sempat menjadi sekretaris jenderal PKB periode 2005-2010. Akan tetapi, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar pada tahun 2008 memecat Yenny. Yenny sempat menjabat ketua umum Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB). Yenny juga sempat menjabat Komisaris Independen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sejak Januari 2020. Belakangan ini dia memilih mundur dari jabatan itu karena alasan agar membantu maskapai Garuda melakukan efisiensi di tengah krisis keuangan.
Kini, Yenny menjabat Direktur Wahid Foundation, lembaga yang berusaha mewujudkan prinsip dan cita-cita intelektual Gus Dur dalam membangun pemikiran Islam moderat yang mendorong terciptanya demokrasi, multikulturalisme, dan toleransi di kalangan kaum muslim di Indonesia dan seluruh dunia.
1. Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid
Anak sulung pasangan Gus Dur-Sinta Nuriyah ini lahir di Kompleks Pesantren Denanyar Jombang, 25 Juni 1973. Wanita yang akrab disapa Alissa Wahid ini lulusan SMA Negeri 8 Jakarta. Dia juga merupakan jebolan Magister Psikologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Dia begitu dikenal karena sumbangsihnya di sektor sosial, khususnya tentang multikulturalisme, demokrasi serta hak asasi manusia, dan gerakan Muslim moderat di Indonesia. Selain menjabat Direktur Nasional Gusdurian Network Indonesia (GNI), dia juga sebagai sekretaris jenderal Gerakan Suluh Kebangsaan. Dia pernah ditunjuk Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai Duta Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia pada tahun 2019. Pada Mei 2021, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) menunjuk Alissa Wahid menjadi Komisaris Independen.
2. Zannuba Ariffah Chafsoh Wahid
Putri kedua pasangan Gus Dur-Sinta Nuriyah yang akrab disapa Yenny Wahid ini lahir di Jombang, Jawa Timur, 29 Oktober 1974. Yenny pernah menekuni studi komunikasi visual di Universitas Trisakti, Jakarta setelah lulus SMA Negeri 28 Jakarta.
Dia pun sempat menjadi wartawan. Ya, dia pernah menjadi koresponden koran terbitan Australia, The Sydney Morning Herald dan The Age (Melbourne) antara 1997 dan 1999. Dia bertugas di Timor-Timur dan Aceh.
Kemudian, dia meninggalkan profesinya itu setelah ayahnya terpilih menjadi Presiden ke-4 RI. Yenny juga pernah menempuh studi S2 di Harvard Kennedy School of Government di bawah beasiswa Mason setelah ayahnya tak lagi menjabat sebagai presiden.
Kembali ke Indonesia, dia menjabat sebagai direktur Wahid Institute. Di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY ), dia juga pernah menjabat sebagai Staf Khusus Bidang Komunikasi Politik pada 2006. Namun, Yenny akhirnya memilih mundur dari jabatan itu karena menghindari konflik kepentingan dengan partai politiknya saat itu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Yenny sempat menjadi sekretaris jenderal PKB periode 2005-2010. Akan tetapi, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar pada tahun 2008 memecat Yenny. Yenny sempat menjabat ketua umum Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB). Yenny juga sempat menjabat Komisaris Independen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sejak Januari 2020. Belakangan ini dia memilih mundur dari jabatan itu karena alasan agar membantu maskapai Garuda melakukan efisiensi di tengah krisis keuangan.
Kini, Yenny menjabat Direktur Wahid Foundation, lembaga yang berusaha mewujudkan prinsip dan cita-cita intelektual Gus Dur dalam membangun pemikiran Islam moderat yang mendorong terciptanya demokrasi, multikulturalisme, dan toleransi di kalangan kaum muslim di Indonesia dan seluruh dunia.