Menteri LHK: Pemerintah Terus Percepat Pengakuan Hutan Adat

Senin, 16 Agustus 2021 - 20:36 WIB
loading...
Menteri LHK: Pemerintah...
Menteri LHK, Siti Nurbaya. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidato pada Sidang Tahunan MPR RI tahun 2021 dan Pidato Kenegaraan pada Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka HUT ke-76 Proklamasi Kemerdekaan RI, di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (16/8/2021).



Pengenaan baju adat sebenarnya sudah sering dilakukan oleh Presiden dan Wakil Presiden dalam momen-momen penting kenegaraan sejak masa kepemimpinan Presiden Jokowi.

Salah satu alasan pemakaian pakaian adat daerah oleh Presiden dan Wakil Presiden adalah untuk menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku, budaya, ras dan agama.

Namun, tetap satu dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kerangka Bhinneka Tunggal Ika. Selain itu juga berarti Presiden menaruh perhatian pada setiap jengkal wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote.

Presiden Jokowi menaruh perhatian yang sangat besar terhadap semua suku bangsa yang ada di Indonesia dan tidak memiliki keraguan sedikitpun untuk mengakui keberadaanya.

Penyerahan 8 SK Penetapan Hutan Adat pada 30 Desember 2016, dan 35 SK selanjutnya pada 7 Januari 2021 oleh Presiden, mempertegas ketidakraguan pemerintah untuk terus melakukan percepatan pengakuan terhadap kawasan hutan adat di seluruh Indonesia.

Sebagai negara yang majemuk dengan beragam suku bangsa dan budaya, pengakuan terhadap Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan kawasan hutan adatnya, menjadi salah satu bukti kehadiran Pemerintah untuk melindungi hak masyarakat tradisional sekaligus mensejahterakannya dalam bingkai sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Komitmen Pemerintah dalam melindungi MHA dan kearifan lokalnya semakin nyata dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P.21/Menlhk/Setjen/ Kum.1/4/2019 tanggal 29 April 2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak yang menjadi aturan teknis turunan dari peraturan perundangan di atasnya yang telah ada sebelumnya.

Di dalam aturan tersebut komitmen pemerintah diperjelas salah satunya dengan menetapkan Peta hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat yang ditandatangani oleh Menteri LHK seluas ± 1.090.755 Ha.

Data dan potensi hutan adat yang masuk dalam Peta hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat tersebut sebagiannya menunggu pengesahan keputusan tentang perlindungan dan pengakuan masyarakat adat yang berhak atas kawasan adat dimaksud dari pemerintah daerah.

Keberadaan pemerintah daerah penting karena pengakuan dari pemerintah daerah melalui peraturan daerah atas MHA dan wilayahnya menjadi syarat kukuhnya keberadaan MHA di suatu provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang (UU) 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Khusus untuk Hutan Adat yang merupakan bagian dari Perhutanan Sosial, sampai dengan Bulan Juli 2021 telah ditetapkan sebanyak 59.442 Ha dengan jumlah SK sebanyak 80 unit yang mencakup 42.038 Kepala Keluarga.

Selain itu wilayah indikatif hutan merupakan areal yang sudah jelas indikasi masyarakat adatnya dan sudah jelas arealnya yang tidak memungkinkan lagi untuk peruntukan lain, maka relatif aman.

"KLHK sedang terus upayakan fasilitasi bagi masyarakat adat dalam urusan hal-hal tersebut di Pemerintah Daerah sesuai UUCK. KLHK juga meminta bantuan aktivis adat untuk bersama menyelesaikan permasalahan tersebut, kita sedang kerja keras, termasuk masyarakat adat Danau Toba," ujar Menteri LHK, Siti Nurbaya.

Menteri Siti menambahkan, perlu adanya sinergisitas antar Kementerian dan Lembaga karena persoalan MHA ini tidak bisa dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saja, karena ada subyek (manusia), budaya maupun kawasan bukan hutan yang berada di kewenangan yang berbeda.

Selain itu perlunya pemahaman Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai garda terdepan dalam upaya Perlindungan MHA dan kearifan lokalnya melalui upaya-upaya identifikasi, dan verifikasi MHA yang ada di wilayahnya.

"Akses kelola hutan adat ini akan memberikan beberapa manfaat kepada masyarakat adat, yaitu penguatan pengelolaan hutan adat berdasarkan kearifan lokal yang telah teruji selama puluhan tahun," jelasnya.

Ia pun menekankan salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam penetapan hutan adat adalah pemahaman bahwa penetapan hutan adat tidak berarti mengubah fungsi hutan, sebagaimana tercantum dalam UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, namun penetapan hutan adat merupakan penetapan status hutan yang tidak serta merta dapat merubah fungsi hutan.

"Artinya penetapan hutan adat harus mengarah untuk pengelolaan yang berkearifan lokal untuk mendukung pembangunan hutan yang berkelanjutan," ujarnya.

"Praktik-praktik hutan adat yang menjaga alam ikut mengatasi emisi gas rumah kaca, emisi global, dan mata air, serta aktualisasi partikularistik wilayah dan masyarakat adat sebagai wujud kemajemukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," tutupnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2029 seconds (0.1#10.140)