Ketua DPD RI Sebut Hikmah Terbesar Pandemi Adalah Terungkapnya Persoalan Fundamental Bangsa

Selasa, 03 Agustus 2021 - 13:10 WIB
loading...
Ketua DPD RI Sebut Hikmah...
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan, pandemi membuka kesadaran terhadap berbagai persoalan fundamental yang menjadi kelemahan bangsa dan negara ini. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti berbicara mengenai hikmah dari pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia. Menurutnya, pandemi membuka kesadaran terhadap berbagai persoalan fundamental yang menjadi kelemahan bangsa dan negara ini.

Hal tersebut disampaikan LaNyalla saat menjadi keynote speaker web seminar (webinar) yang diadakan Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Syariah Indonesia (DEMFASNA) dengan tema 'Menakar Ulang Kebijakan PPKM Darurat: Perlukah Diperpanjang?', Selasa (3/8/2021).

Dalam kesempatan itu, Ketua DPD RI menyatakan tidak setuju dengan wacana yang menyatakan negara ini telah gagal dalam menangani pandemi Covid-19 yang terjadi sejak Maret 2020.

LaNyalla juga tidak sependapat dengan tudingan yang menyebut pemerintah gagap dalam melakukan penanganan pandemi karena membuat kebijakan yang berubah-ubah sehingga puncaknya menyebabkan terjadinya gelombang kedua pandemi yang sempat membuat fasilitas kesehatan dan sarana pendukungnya nyaris kolaps, termasuk gugurnya ratusan tenaga kesehatan yang bertugas di garda terdepan.

Baca juga: Strategi Berhemat Ketika Harus Melakukan Perjalanan Pada Masa Pandemi

"Bagi saya, sampai hari ini pemerintah masih terus berupaya dan bekerja untuk menangani pandemi ini. Memang tidak mudah, menangani pandemi di negara kepulauan seluas Indonesia," ujar LaNyalla.

Senator Jawa Timur ini pun mengajak semua elemen bangsa untuk melakukan refleksi dan merenungkan perjalanan bangsa. LaNyalla mengajak seluruh elemen merefleksikan mengapa sebagai bangsa, kita merasakan kesulitan dan sejumlah hambatan dalam menghadapi pandemi Covid.

"Hikmah terbesar dari pandemi Covid-19 bagi bangsa dan negara Indonesia yang bisa kita petik adalah terbukanya, atau terungkapnya persoalan-persoalan fundamental di banyak sektor yang selama ini tertutup dan belum kita pikirkan dengan serius dan matang," tuturnya.

Dijelaskan LaNyalla, persoalan fundamental pertama adalah bagaimana ketahanan sektor kesehatan Indonesia yang ternyata rentan dan rapuh, di mana seluruh pihak menyaksikan langsung bagaimana fasilitas kesehatan yang nyaris kolaps dan angkat bendera putih. Kemudian Persoalan fundamental kedua adalah bagaimana ketahanan sektor sosial negara ini.

"Pemerintah ternyata juga kesulitan untuk secara cepat dan mendadak harus menyalurkan bantuan sosial kepada warga negaranya. Terutama mereka yang terdampak secara langsung," kata LaNyalla.

Persoalan fundamental selanjutnya adalah mengenai ketahanan sektor pendidikan di Indonesia. LaNyalla menyebut ketika proses belajar mengajar harus dibatasi dan dilakukan secara online, terjadi ketidaksiapan infrastruktur dan kualitas pembelajaran yang akhirnya tergambar secara nyata bahwa Indonesia tidak siap dan tidak mampu memenuhi standar.

"Dan persoalan fundamental yang keempat, bagaimana penyelamatan ekonomi rakyat, yang ternyata usaha kecil rakyat, yang didominasi usaha mikro dan kecil, tidak mampu secara cepat bertransformasi dari market space ke market place," jelasnya.

Faktanya, kata LaNyalla, marketplace yang ada didominasi barang-barang impor. "Anak bangsa hanya menjadi pedagang yang menjual melalui dropshipper besar yang ada. Alias importir besar. Inilah pekerjaan besar kita sebagai bangsa yang akan merayakan kemerdekaan ke-76 tahun pada 17 Agustus nanti," sambung LaNyalla.

Menurut alumnus Universitas Brawijaya ini, memang sudah ada gagasan untuk melakukan lockdown atau karantina secara total di awal pandemi Corona. Hanya saja hitungan saat itu, kata LaNyalla, dibutuhkan dana sekitar Rp400 triliun untuk membiayai konsekuensi dari kebijakan lockdown.

"Bukan angka yang kecil. Meskipun sekarang, pemerintah akhirnya telah mengeluarkan anggaran Rp 1.000 triliun lebih. Tetapi saat itu, kalkulasi Rp400 triliun untuk lockdown, bukan persoalan gampang. Karena ternyata ada beberapa faktor ikutan yang harus dipastikan agar kebijakan tersebut berjalan," jelasnya.

Faktor ikutan pertama yang dimaksud LaNyalla adalah harus adanya dana langsung yang siap digelontorkan kepada rakyat yang terkena kebijakan lockdown. Hal tersebut sesuai UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan pada Bab III Pasal 7 dan Pasal 8 yang menyebutkan Pemerintah wajib menjamin dan memberikan pelayanan kebutuhan dasar medis, pangan dan kebutuhan sehari-hari selama karantina, termasuk kebutuhan pakan ternak milik warga.

"Kedua, bagaimana mekanisme menyalurkan dana Rp400 triliun tersebut secara cepat dan hitungan hari sebelum lockdown dilakukan. Dan dipastikan dapat diterima oleh seluruh rakyat yang dikarantina?” ungkap LaNyalla.

Penyaluran dana karantina juga dinilai akan menjadi persoalan yang tidak mudah lantaran tidak semua rakyat bankable atau memiliki akses dengan bank, apalagi akurasi database warga negara Indonesia yang seringkali menjadi persoalan di lapangan. LaNyalla pun menyebut keadaan Indonesia tidak sama dengan negara-negara yang memutuskan menerapkan lockdown saat awal pandemi.

"Sebagai contoh saja. Saat pemerintah Australia mengumumkan akan melakukan lockdown untuk penduduk Sydney, maka seluruh warga Sydney langsung menerima transfer dana dari pemerintah untuk kebutuhan hidup sebesar Rp8 juta untuk satu minggu yang ditransfer melalui rekening mereka," sebutnya.

LaNyalla menilai pemberian bantuan tersebut membuat warga negara Australia tertib berada di rumah. Subsidi dari pemerintah Australia membuat warganya tidak harus keluar rumah untuk mencari nafkah agar bisa membeli kebutuhan pokok.

"Itulah mengapa tadi saya sampaikan, bahwa pandemi ini membuka dan menunjukkan kelemahan kita sebagai bangsa yang sudah 76 tahun membangun, namun masih ada persoalan-persoalan fundamental di banyak sektor yang harus kita kerjakan hari ini," urai LaNyalla.

Oleh karenanya, mantan Ketua Umum PSSI tersebut mengajak seluruh pihak menyatukan kekuatan bangsa. LaNyalla meminta seluruh elemen masyarakat melakukan koreksi arah perjalanan bangsa dengan melihat persoalan-persoalan fundamental yang ada di negara Indonesia.

"Mari kita bersatu-padu untuk membantu pemerintah melakukan penataan yang simultan, antara kebutuhan mendesak, dengan perbaikan fundamental sektor-sektor ketahanan yang strategis tersebut. Termasuk memperkuat kemandirian pangan bangsa ini," imbaunya.

Webinar DEMFASNA menghadirkan tiga narasumber yang menjadi pembicara. Mereka adalah Ketua Umum Perkumpulan Pengacara Syariah dan Hukum Indonesia Dr Ilyas Indra, politisi Faldo Maldini, serta Dekan Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Gunung Djati Bandung Prof Dr Fauzan Ali Rasyid.

Acara yang dipandu Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (DEMA) FSH UIN Bandung Arini Oktaviana tersebut juga diisi oleh sambutan dari Ketua Forum Dekan FSH Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia Dr A Tholabi Kharlie. Kemudian, Penanggung Jawab DEFASNA Azizah Ratu Buana Khan dan Ketua DEMA Fakultas Syarian IAIN Palangka Raya Andri Mulyanto.
(zik)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Berita Terkait
Alumni Relawan RSDC...
Alumni Relawan RSDC Wisma Atlet Hadiri Reuni dan Halalbihalal di Markas Marinir
La Nyalla Pertanyakan...
La Nyalla Pertanyakan Penggeledahan KPK di Rumahnya
THR dan Gaji Ke-13 Tetap...
THR dan Gaji Ke-13 Tetap Dibayar, Ketua DPD Dorong ASN Tingkatkan Kualitas Pelayanan Publik
Ketua DPD Tekankan Pentingnya...
Ketua DPD Tekankan Pentingnya Kerja Sama Bareng Ombudsman
Di Hadapan Alumni FALTL...
Di Hadapan Alumni FALTL Trisakti, Ketua DPD Minta Masukan RUU Perubahan Iklim
Ray Rangkuti Sentil...
Ray Rangkuti Sentil Ketua DPD: Kalau Warga Ikut Urunan, Namanya Makan Bergizi Urunan
Kronologi CIA Ubah Pandangan...
Kronologi CIA Ubah Pandangan Asal-usul Covid-19, dari Kebocoran Laboratorium?
Peta Geopolitik 2025:...
Peta Geopolitik 2025: Tantangan Global Kian Kompleks
HMPV Sudah Terdeteksi...
HMPV Sudah Terdeteksi di Indonesia, Apakah Ada Obatnya?
Rekomendasi
Tembus Top 50 Global...
Tembus Top 50 Global Spotify, Ini 5 Fakta Menarik Lagu Mangu dari Fourtwnty
Nilai Ambang Batas Kelulusan...
Nilai Ambang Batas Kelulusan Tes Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2025
IQOS dan Seletti Kolaborasi...
IQOS dan Seletti Kolaborasi Ubah Wajah Masa Depan Industri Tembakau
Berita Terkini
Profil Akhmad Wiyagus,...
Profil Akhmad Wiyagus, Peraih Hoegeng Awards yang Kini Sandang Pangkat Komjen Pol
Hima Persis Rumuskan...
Hima Persis Rumuskan Manifesto 2045, Mantan Ketum Beri Pandangan
Bertemu PM Thailand,...
Bertemu PM Thailand, Prabowo Suarakan Gencatan Senjata Palestina dan Damai Myanmar
DPD RI-Kemenko PMK Bersinergi...
DPD RI-Kemenko PMK Bersinergi Tingkatkan Kualitas Pembangunan Manusia
Dubes RI di Kamboja...
Dubes RI di Kamboja Terima Kunjungan Sespimti Polri, Bahas Kejahatan Lintas Negara dan Pelindungan WNI
Partai Perindo Sumut...
Partai Perindo Sumut Perkuat Konsolidasi, Angela Tanoesoedibjo: Saya Optimistis untuk 2029, Kekuatan Kita Besar
Infografis
Donald Trump Sebut Presiden...
Donald Trump Sebut Presiden AS Joe Biden adalah Stalinis
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved