Siti Nurbaya Ungkap Sejumlah Komitmen Indonesia Atasi Perubahan Iklim

Selasa, 27 Juli 2021 - 12:21 WIB
loading...
Siti Nurbaya Ungkap Sejumlah Komitmen Indonesia Atasi Perubahan Iklim
Menteri LHK, Siti Nurbaya memberikan pandangan krusial COP26 Glasgow pada pertemuan The July Ministerial Meeting COP26 UNFCCC, dari 25-26 Juli 2021. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya memimpin delegasi RI memberikan pandangan materi-materi krusial COP26 Glasgow pada pertemuan 'The July Ministerial Meeting COP26 UNFCCC', dari 25-26 Juli 2021.



Bertindak sebagai Ketua Delegasi Republik Indonesia pada rangkaian pertemuan tersebut, pada Sesi I dengan topik 'Scaling up Adaption', Menteri Siti Nurbaya menyampaikan Indonesia menempatkan agenda adaptasi sama pentingnya dengan mitigasi dalam aksi-aksi pengendalian perubahan iklim.

Indonesia juga telah menetapkan Peta Jalan/Road Map Adaptasi Perubahan Iklim hingga Tahun 2030, yang dituangkan dalam Updated NDC (Nationally Determined Contribution).

"Dalam implementasinya, kami juga melibatkan peran aktif masyarakat di antaranya melalui Program Kampung Iklim (ProKlim), Ekoriparian, restorasi ekosistem mangrove dan agroforestry perhutanan sosial sebagai langkah kerja adaptasi iklim," kata Siti Nurbaya dalam keterangannya, Selasa (27/7/2021).

"Kami juga melibatkan dan mengintegrasikan program kerja kementerian/lembaga dan subjek sektoral ke dalam program ini, termasuk bekerja sama dengan pemerintah daerah, sektor swasta, tokoh lokal dan masyarakat di tingkat tapak," tambahnya.

Indonesia mempunyai komitmen yang sangat tinggi terhadap adaptasi perubahan iklim. Beberapa hal terkait kebijakan, program, guidelines, tools dan aksi-aksi yang telah dilakukan dalam hal adaptasi perubahan iklim, disampaikan untuk menunjukkan bahwa Indonesia led by example.

Indonesia mengharapkan, outcome COP26 adalah adanya kesepakatan negara-negara dalam hal tujuan dari Global Goal Adaptation (GGA).

Dalam pertemuan ini, Menteri Siti menyampaikan harapannya terkait apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kuantitas, kualitas, dan prediktabilitas pendanaan untuk adaptasi.

Hal ini juga termasuk meningkatkan aksesibilitas pendanaan untuk aksi lokal. Sebagai negara berkembang yang besar, dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, tentunya Indonesia membutuhkan sumber daya yang besar.

"Saya ingin menggarisbawahi bahwa Climate Actions memerlukan kebijakan strategis dan kerjasama pembiayaan antar pemangku kepentingan di tingkat nasional dan global. Oleh karena itu, kami terus mendorong agar mendapat dukungan yang kondusif untuk meningkatkan pendanaan iklim, termasuk melalui Kebijakan Fiskal dan Meningkatkan Akses ke Keuangan Global," harap Siti.

Lebih lanjut, Menteri Siti menyampaikan, saat membahas topik yang kedua 'Keeping 1,5° C', salah satu tujuan Perjanjian Paris adalah membatasi kenaikan suhu global sampai 1.5 °C.

Harapan terhadap Outcome COP26 serta identifikasi langkah diperlukan untuk mensukseskan COP26 dalam kaitannya dengan issue 1.5 °C. Hal ini akan secara signifikan mengurangi risiko dan dampak perubahan iklim.

Dalam aksi pengendalian perubahan iklim, Menteri Siti menyampaikan keseriusan Indonesia, antara lain melalui inisiatif 'Indonesia FoLU Net-sink 2030'. Target ambisius ini akan dilengkapi manual operasionalisasi, yang ditargetkan selesai akhir tahun 2021, dengan tujuan supervisi dan kontrol.

Aksi perubahan iklim pada sektor non-FOLU, khususnya sektor energi, dilakukan melalui penerapan EBT dengan kerjasama dunia usaha misalnya pengembangan green industrial park di Kalimantan Utara.

Sektor energi juga telah menargetkan phasing out coal power plants secara bertahap, penerapan waste to energy, pengembangan biomass energy, hydropower, floating and rooftop solar PV, geothermal energy, serta konversi pembangkit listrik diesel yang memerlukan biaya tinggi dengan gas dan EBT.

Selain itu, berkaitan dengan target yang diharapkan dari COP26, Indonesia menyerukan kembali agar negara maju tetap mengambil peran untuk 'take a lead'.

Mengingat, bahwa LTS yang telah disampaikan Indonesia kepada UNFCCC bersamaan dengan Updated NDC pada Bulan Juli 2021, menyediakan guidance terhadap subsequent NDC, maka Indonesia memandang bahwa mandat baru tentang LTS tidak diperlukan untuk dijadikan salah satu outcome COP26.

Siti mengungkapkan, belajar dari status pengajuan NDC/Updated NDC dan Strategi Jangka Panjang hingga saat ini, dan dari pengalaman dalam mempersiapkan kedua dokumen tersebut, Indonesia berpandangan bahwa kepemimpinan Para Pihak negara maju adalah yang terpenting dalam pengajuan ini.

Begitu pula dalam menyediakan sarana implementasi bagi negara berkembang untuk persiapan dan implementasi NDC dan strategi jangka panjang.

"Langkah-langkah ini harus direfleksikan melalui hasil COP26, menguraikan tindak lanjut Synthesis Report NDC dengan analisis kebutuhan dukungan dan kesenjangan serta mengacu pada rekomendasinya," tutupnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2400 seconds (0.1#10.140)