Polemik Pergantian Panglima TNI, Pengamat: Kedepankan Profesionalisme

Senin, 26 Juli 2021 - 07:52 WIB
loading...
Polemik Pergantian Panglima...
Pengajar Pengkajian Stratejik, Hubungan Internasional (HI), FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Robi Sugara. FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Dalam beberapa bulan ke depan atau hanya dalam hitungan hari, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan digantikan oleh sosok baru. Alasan pergantian karena Marsekal Hadi akan memasuki masa pensiun dalam beberapa bulan ke depan.

Sejumlah kalangan, termasuk Komisi I DPR, sudah menyampaikan pendapat tentang kemungkinan siapa yang akan menggantikan Hadi. Dalam negara demokrasi seperti Indonesia, siapa pun boleh beropini dan komentar tentang siapa yang berpeluang dan prediksi kemungkinan yang akan menjadi panglima TNI menggantikan Hadi. Namun keputusan terakhir menjadi hak pregoratif presiden dengan mengacu kepada profesionalisme Undang-undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Pengajar Pengkajian Stratejik, Hubungan Internasional (HI), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Robi Sugara menyayangkan satu pendapat yang mengatakan bahwa pergantian panglima TNI harus memikirkan tentang aspek situasi politik menjelang 2024 dan kapabilitas matra tertentu dalam menjaga soliditas di tubuh TNI. "Jika presiden mempertimbangkan pendapat ini, maka sangatlah berbahaya," kata Robi dalam keterangannya, Senin (26/7/2021).

Baca juga: Lemkapi: Kehadiran Kapolri dan Panglima TNI di Tengah Masyarakat Bawa Kesejukan

Ada 2 alasan kenapa hal ini adalah pendapat berbahaya. Pertama, pertimbangan menjelang situasi politik pada 2024, yang tepat adalah hanya matra darat untuk menjadi panglima TNI. Itu artinya, ketika panglima TNI dipimpin oleh matra lain, maka seakan-akan matra lain tidak bisa memiliki kapasitas untuk menjaga soliditas di tubuh TNI sendiri. "Pendapat ini selain berbahaya, cenderung melecehkan institusi TNI," tambah Robi.
 
Pendapat seperti ini, kata Robi, jika dibongkar telah beropini seolah-olah bahwa hanya matra tertentu yang memiliki kapabilitas dalam menjaga soliditas di tubuh TNI. Dengan dasar ini, mereka lagi-lagi menyampaikan bahwa Presiden hendaknya memikirkan hal ini dengan memilih Panglima TNI dari matra tertentu yang secara tak langsung mempertanyakan profesionalitas TNI dan pola pengembangan kepemimpinan serta regenerasi kepemimpinan di tubuh TNI.

Sebagaimana diketahui, dalam pola kepemimpinan TNI dikenal adanya istilah "rantai komando" di mana seluruh prajurit TNI dari semua matra memahami rantai ini secara baik. Rantai komando adalah seluruh prajurit TNI taat kepada pimpinannya. Dalam hal ini, siapa pun yang menjadi pimpinan, dari matra apapun seluruh prajurit akan patuh dan dan melaksanakan rantai komando tersebut. Tidak ada tawa-menawar. Hal ini juga termaktub di Sapta Marga kelima TNI.

Baca juga: Panglima TNI Naikkan Pangkat 44 Perwira Tinggi AD, AL dan AU

Robi kemudian memberi contoh selama selama kepemimpinan Marsekal Hadi Tjahjanto juga telah dibuktikan bahwa TNI tetap solid menjalankan perintah-perintah Panglima. "Jadi, mengatakan bahwa harus matra tertentu yang memimpin TNI untuk menjaga soliditas prajurit adalah sesuatu yang tidak valid dan pelecehan atas profesionalitas TNI," ujar Robi.

Kemudian alasan kedua, pemilihan panglima TNI dengan mempertimbangan aspek situasi politik menjelang 2024 telah mengembalikan TNI untuk Kembali berpolitik. Robi mengatakan ini menyalahi amanat UU TNI yang mana TNI adalah tentara profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.

Bagi Robi, pilihan aspek ini telah mengabaikan dan menutup mata atas kerja keras dan usaha TNI yang melaksanakan amanat konstitusi dan reformasi membangun TNI yang profesional sesuai dengan amanat UU. "Ingat TNI profesional adalah berada di atas semua golongan dan tidak berpolitik apalagi berafiliasi ke partai politik," kata Robi.

Ke depan Robi berharap bahwa proses pemilihan Panglima TNI harus dipikirkan dengan matang oleh Presiden agar nantinya dapat mengemban tugas-tugas negara dengan baik. Namun, janganlah hal tersebut diarahkan kepada hal-hal yang di luar koridor konstitusi atau malah terkesan melecehkan institusi TNI itu sendiri. TNI harus menjadi Lembaga rakyat yang profesional dan lebih baik lagi ke depannya dengan ide-ide dan gagasan yang baik.

Robi mengingatkan bahwa siapapun yang dipilih presiden manjadi Panglima TNI pasti bisa mengemban tugas-tugas negara dengan baik dan mampu menjaga soliditas bukan hanya di tubuh TNI namun juga soliditas rakyat Indonesia. Karena UU No.34 tahun 2004 juga menyebutkan bahwa TNI adalah tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara dan diatas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama.

"Presiden memiliki hak pregoratif dalam menentukan yang sesuai dengan amanat UU dimana tantara kita adalah tantara yang berada di semua golongan, dan tidak berpolitik," kata Robi.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1306 seconds (0.1#10.140)