Sebut Kubu SBY-AHY Gerombolan, Moeldoko Cs: Tujuan Utama Mereka Nyerang Pemerintahan Jokowi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat pimpinan Moeldok o, Saiful Huda Ems mengatakan sejak diajukannya gugatan ke PTUN akhir bulan Juni 2021 lalu oleh kuasa hukum DPP Partai Demokrat hasil KLB, kelompok Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dilanda kepanikan yang luar biasa. Sehingga mereka terus-menerus menyerang pribadi Moeldoko, yang selalu dikait-kaitkan dengan jabatannya sebagai Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP).
"Maaf, bahasa gerombolan memang terdengar kasar di telinga kita sebagai bangsa yang beradab, namun kata ini sengaja saya kemukakan untuk menunjukkan betapa sangat tidak terhormatnya para politisi pimpinan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) dan SBY yang selalu menyebut kami para pengurus dan kader Partai Demokrat pimpinan Pak Moeldoko sebagai gerombolan Moeldoko," tutur Saiful, Jumat (16/7/2021).
"Jadi kata gerombolan ini sengaja saya lemparkan ke mereka kembali yang terlebih dahulu memulai dengan bahasa-bahasa kasarnya," imbuh pria yang juga berprofesi sebagai advokat ini.
Saiful mengatakan rupanya mereka ini seakan tidak akan pernah puas menyerang para pengurus dan kader Partai Demokrat pimpinan Moeldoko jika mereka tidak mengait-ngaitkan semua persoalan KLB Partai Demokrat ini dengan Istana. Menurutnya, sangat jelas pula bahwa sebenarnya tujuan utama mereka ini adalah menyerang Pemerintahan Jokowi dengan menjadikan Moeldoko yang menjadi Kepala KSP sekaligus menjadi Ketua Umum Partai Demokrat hasil KLB itu sebagai sasaran antara saja.
"Ini bisa kita perhatikan dari berbagai pernyataan-pernyataan AHY, Ibas, Kuasa Hukum partainya dan para gerombolannya yang dilontarkannya akhir-akhir ini, yang mereka serang selalu Presiden Jokowi dan Kepala KSP Moeldoko," jelas SHE sapaan akrabnya.
Lebih lanjut SHE mengatakan, jika pernyataan AHY dan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) yang selalu menyudutkan Presiden Jokowi dengan selalu mengait-ngaitkan persoalan meningkatnya korban yang terdampak pandemi COVID-19 dengan Presiden Jokowi mungkin sangat mudah dibantah oleh banyak orang. Bahkan berbalik menjadi serangan gelombang nyinyiran dari para netizen ke AHY dan istrinya (sekarang dapat predikat baru dari para Netizen sebagai Nyonya Nyinyir) termasuk Ibas, tiga politisi pemula yang banyak gaya.
Menurutnya, untuk persoalan ini semua orang sangat tahu bahwa bukan hanya Indonesia yang tengah dilanda pandemi COVID-19 tapi juga hampir seluruh negara di dunia. Namun untuk 'nyiyiran' AHY, Ibas, kuasa hukum dan 'gerombolannya' pada persoalan gugatan DPP Partai Demokrat pimpinan Moeldoko ke PTUN, pastilah masih banyak yang belum tahu bagaimana cara menangkisnya karena yang lebih tahu untuk persoalan ini kebanyakan adalah para fungsionaris DPP Partai Demokrat pimpinan Moeldoko itu sendiri.
"Gerombolan SBY yang berkuasa di atas singgasana Candi Hambalang yang mangkrak ini, selalu menyatakan bahwa DPP Partai Demokrat KLB Moeldoko tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan ke PTUN. Faktanya, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko dan Johni Allen Marbun yang masing-masing menjadi Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat itu memiliki legal standing yang kuat, yaitu hasil dari KLB Partai Demokrat 5 Maret 2021 di Hotel The Hill & Resort Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, dan tertuang dalam Akta Pernyataan Keputusan Sidang KLB Partai Demokrat 2021, di hadapan Rahmatiani, S.H, Notaris di Medan, Nomor: 02 Tanggal 7 Maret 2021," bebernya.
Selain itu, lanjut SHE, mereka juga selalu membuat pernyataan-pernyataan yang provokatif, dengan menyatakan ada pembantu presiden yang menggugat pembantu presiden lainnya, di saat negara ini sedang sibuk berjibaku menangani gelombang kedua pandemi COVID-19.
SHE menganggap mereka rupanya pura-pura tidak tahu bahwa urusan gugatan DPP Partai Demokrat hasil KLB Sibolangit ke PTUN yang menggugat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) ini bukanlah urusan pribadi Moeldoko semata, melainkan secara kebetulan Moeldoko menjadi Ketum DPP Partai Demokrat hasil KLB juga merupakan Kepala KSP namun semua ini merupakan urusan para pengurus DPP dan para peserta KLB Partai Demokrat.
"Jadi kalau gerombolan SBY atau AHY menyatakan Pak Moeldoko tidak mencerminkan sosok kenegarawanan seorang pejabat publik yang seharusnya menghormati supremasi hukum yang telah diputuskan sebelumnya oleh pemerintah, bagi saya adalah pernyataan yang sangat ngawur dan tak berdasar," jelasnya.
Menurutnya, hubungan Moeldoko sebagai Kepala KSP dan Yassona Laoly Menteri Hukum dan HAM itu sangat harmonis, keduanya juga sama-sama giat bekerja membantu Presiden Jokowi dalam mengurus negara ini. Kalau ada gugatan ke PTUN dari DPP Partai Demokrat pimpinan Moeldoko pada Menkumham itu adalah wujud dari keduanya yang menghormati supremasi hukum dan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian dalam menjaga rasa keadilan bagi masyarakat.
"Karena itu, saat Pak Yasonna Menteri Hukum dan HAM membuat keputusan soal penolakan pengesahan pengajuan kepengurusan DPP Partai Demokrat hasil KLB, Pak Yasonna memberikan arahan agar kepengurusan DPP Partai Demokrat hasil KLB memperjuangkannya di jalur pengadilan, lalu DPP Partai Demokrat hasil KLB pimpinan Pak Moeldoko itu menyambutnya dengan melakukan gugatan ke PTUN," tandasnya.
Dia menambahkan inilah sejatinya jiwa-jiwa kesatria dan sama-sana berintegritas itu, dua pejabat publik yang sama-sama berdiri tegak di hadapan supremasi Hukum, bukan jiwa pecundang yang berdiri tegak di hadapan kepentingan Imperium Kapitalis Amerika dan jadi presiden dua periode lalu meninggalkan banyak masalah sosial, politik dan berbagai proyek mangkrak yang tidak pernah jelas pertanggungjawabannya.
"Tuh Candi Hambalang saksinya dan untuk Ibas siap-siap saja dipanggil KPK atas berbagai kasusnya di masa lalu. Hemmm...tambah panik lagi nih," ucap SHE.
"Maaf, bahasa gerombolan memang terdengar kasar di telinga kita sebagai bangsa yang beradab, namun kata ini sengaja saya kemukakan untuk menunjukkan betapa sangat tidak terhormatnya para politisi pimpinan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) dan SBY yang selalu menyebut kami para pengurus dan kader Partai Demokrat pimpinan Pak Moeldoko sebagai gerombolan Moeldoko," tutur Saiful, Jumat (16/7/2021).
"Jadi kata gerombolan ini sengaja saya lemparkan ke mereka kembali yang terlebih dahulu memulai dengan bahasa-bahasa kasarnya," imbuh pria yang juga berprofesi sebagai advokat ini.
Saiful mengatakan rupanya mereka ini seakan tidak akan pernah puas menyerang para pengurus dan kader Partai Demokrat pimpinan Moeldoko jika mereka tidak mengait-ngaitkan semua persoalan KLB Partai Demokrat ini dengan Istana. Menurutnya, sangat jelas pula bahwa sebenarnya tujuan utama mereka ini adalah menyerang Pemerintahan Jokowi dengan menjadikan Moeldoko yang menjadi Kepala KSP sekaligus menjadi Ketua Umum Partai Demokrat hasil KLB itu sebagai sasaran antara saja.
"Ini bisa kita perhatikan dari berbagai pernyataan-pernyataan AHY, Ibas, Kuasa Hukum partainya dan para gerombolannya yang dilontarkannya akhir-akhir ini, yang mereka serang selalu Presiden Jokowi dan Kepala KSP Moeldoko," jelas SHE sapaan akrabnya.
Lebih lanjut SHE mengatakan, jika pernyataan AHY dan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) yang selalu menyudutkan Presiden Jokowi dengan selalu mengait-ngaitkan persoalan meningkatnya korban yang terdampak pandemi COVID-19 dengan Presiden Jokowi mungkin sangat mudah dibantah oleh banyak orang. Bahkan berbalik menjadi serangan gelombang nyinyiran dari para netizen ke AHY dan istrinya (sekarang dapat predikat baru dari para Netizen sebagai Nyonya Nyinyir) termasuk Ibas, tiga politisi pemula yang banyak gaya.
Menurutnya, untuk persoalan ini semua orang sangat tahu bahwa bukan hanya Indonesia yang tengah dilanda pandemi COVID-19 tapi juga hampir seluruh negara di dunia. Namun untuk 'nyiyiran' AHY, Ibas, kuasa hukum dan 'gerombolannya' pada persoalan gugatan DPP Partai Demokrat pimpinan Moeldoko ke PTUN, pastilah masih banyak yang belum tahu bagaimana cara menangkisnya karena yang lebih tahu untuk persoalan ini kebanyakan adalah para fungsionaris DPP Partai Demokrat pimpinan Moeldoko itu sendiri.
"Gerombolan SBY yang berkuasa di atas singgasana Candi Hambalang yang mangkrak ini, selalu menyatakan bahwa DPP Partai Demokrat KLB Moeldoko tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan ke PTUN. Faktanya, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko dan Johni Allen Marbun yang masing-masing menjadi Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat itu memiliki legal standing yang kuat, yaitu hasil dari KLB Partai Demokrat 5 Maret 2021 di Hotel The Hill & Resort Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, dan tertuang dalam Akta Pernyataan Keputusan Sidang KLB Partai Demokrat 2021, di hadapan Rahmatiani, S.H, Notaris di Medan, Nomor: 02 Tanggal 7 Maret 2021," bebernya.
Selain itu, lanjut SHE, mereka juga selalu membuat pernyataan-pernyataan yang provokatif, dengan menyatakan ada pembantu presiden yang menggugat pembantu presiden lainnya, di saat negara ini sedang sibuk berjibaku menangani gelombang kedua pandemi COVID-19.
SHE menganggap mereka rupanya pura-pura tidak tahu bahwa urusan gugatan DPP Partai Demokrat hasil KLB Sibolangit ke PTUN yang menggugat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) ini bukanlah urusan pribadi Moeldoko semata, melainkan secara kebetulan Moeldoko menjadi Ketum DPP Partai Demokrat hasil KLB juga merupakan Kepala KSP namun semua ini merupakan urusan para pengurus DPP dan para peserta KLB Partai Demokrat.
"Jadi kalau gerombolan SBY atau AHY menyatakan Pak Moeldoko tidak mencerminkan sosok kenegarawanan seorang pejabat publik yang seharusnya menghormati supremasi hukum yang telah diputuskan sebelumnya oleh pemerintah, bagi saya adalah pernyataan yang sangat ngawur dan tak berdasar," jelasnya.
Menurutnya, hubungan Moeldoko sebagai Kepala KSP dan Yassona Laoly Menteri Hukum dan HAM itu sangat harmonis, keduanya juga sama-sama giat bekerja membantu Presiden Jokowi dalam mengurus negara ini. Kalau ada gugatan ke PTUN dari DPP Partai Demokrat pimpinan Moeldoko pada Menkumham itu adalah wujud dari keduanya yang menghormati supremasi hukum dan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian dalam menjaga rasa keadilan bagi masyarakat.
"Karena itu, saat Pak Yasonna Menteri Hukum dan HAM membuat keputusan soal penolakan pengesahan pengajuan kepengurusan DPP Partai Demokrat hasil KLB, Pak Yasonna memberikan arahan agar kepengurusan DPP Partai Demokrat hasil KLB memperjuangkannya di jalur pengadilan, lalu DPP Partai Demokrat hasil KLB pimpinan Pak Moeldoko itu menyambutnya dengan melakukan gugatan ke PTUN," tandasnya.
Dia menambahkan inilah sejatinya jiwa-jiwa kesatria dan sama-sana berintegritas itu, dua pejabat publik yang sama-sama berdiri tegak di hadapan supremasi Hukum, bukan jiwa pecundang yang berdiri tegak di hadapan kepentingan Imperium Kapitalis Amerika dan jadi presiden dua periode lalu meninggalkan banyak masalah sosial, politik dan berbagai proyek mangkrak yang tidak pernah jelas pertanggungjawabannya.
"Tuh Candi Hambalang saksinya dan untuk Ibas siap-siap saja dipanggil KPK atas berbagai kasusnya di masa lalu. Hemmm...tambah panik lagi nih," ucap SHE.
(kri)