Ivermectin Dapat Izin BPOM, Lukman Edy Nilai Kabar Baik buat Bangsa Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Pakar Indonesia Maju Institut (IMI), Lukman Edy mengaku bersyukur Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mengeluarkan izin Emergency Use Autorization (EUA) kepada Ivermectin sebagai terapi COVID-19, bersama dengan tujuh obat terapi lainnya.
"Alhamdulillah juga ternyata Ivermectin diajukan oleh salah satu BUMN Farmasi, yaitu Indofarma, yang atas dorongan sang Menteri BUMN Erick Thohir didorong menjadi produk lokal yang massal, sehingga menjadi obat murah dan mudah dijangkau oleh masyarakat," ujar Lukman dalam keterangannya, Kamis (15/7/2021).
Dia mengatakan dirinya sempat membeli Ivermectin di apotek dan memberikannya kepada sahabat dan sopir sekeluarga yang memiliki gejala COVID-19 dan yang sudah dinyatakan positif COVID-19 tapi melakukan isolasi mandiri di rumah masing masing. Hal itu dilakukannya sebelum Ivermectin dikritik keras oleh kaum oposisi yang sering memanfaatkan kondisi pandemi untuk memojokkan pemerintah.
"Alhamdulillah rata rata atau hampir semuanya setelah lima hari mereka membaik dan ketika diswab lagi, negatif," kata Aktivis NU ini.
Lukman melanjutkan setelah itu dirinya banyak mendapat permintaan Ivermectin akan tetapi persediaan yang dimilikinya habis. "Saya ikhtiar ke apotik, dijawab ditarik oleh distributor dan di razia oleh BPOM."
"Apa yang saya rasakan, sepertinya juga dirasakan oleh seorang Erick Thohir ya. Inisiatif beliau untuk menyurati BPOM yang birokratis, lamban dan tidak punya sense of crisis untuk minta percepatan keluarnya EUA (Emergency Use Autorization), supaya niat beliau untuk menyediakan obat murah yang bagus bagi masyarakat kebanyakan bisa direalisasikan segera," sambungnya.
Sebagai Penyintas COVID-19, Lukman menuturkan obat terapi COVID-19 sekarang ini mahal sekali dan paska pengobatan punya dampak yang luas. Kata dia, kuitansi rumah sakit yang merawat COVID-19 rata-rata penyintas menghabiskan Rp250 juta sampai Rp1 miliar lebih. "Sedangkan dampaknya, juga rata-rata penyintas merasakan berat setelah keluar dari rumah sakit. Saya merasakan kelumpuhan sementara, cepat cape, nafas sengal tidak seperti semula," terangnya.
Dia menilai Ivermectin ini seperti setetes air di tengah gurun. Ketika obat terapi COVID-19 yang lain mahal sekali, lanjut Lukman, muncul Ivermectin membahwa harapan dengan harga murah.
"Mudah mudahan Ivermectin menjadi alternatif yang sudah ditakdirkan oleh Allah. Sebuah hadits Riwayat Bukhari, Rasulullah SAW menyampaikan, 'Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan akan menurunkan pula obat untuk penyakit itu'," jelasnya.
Ditambahkan LUkmna, mimpi kita adalah bagaimana suatu saat yang tidak terlalu lama pandemi COVID-19 menjadi endemi. Sama seperti pandemi Flu Spanyol tahun 1918 yang menelan jutaan korban tapi kemudian menjadi endemi.
"Flu yang kemudian bisa diobati oleh obat yang tersedia luas di masyarakat, murah dan mudah di jangkau. Saat itu kehidupan normal akan kembali kita dapatkan," tutupnya.
"Alhamdulillah juga ternyata Ivermectin diajukan oleh salah satu BUMN Farmasi, yaitu Indofarma, yang atas dorongan sang Menteri BUMN Erick Thohir didorong menjadi produk lokal yang massal, sehingga menjadi obat murah dan mudah dijangkau oleh masyarakat," ujar Lukman dalam keterangannya, Kamis (15/7/2021).
Dia mengatakan dirinya sempat membeli Ivermectin di apotek dan memberikannya kepada sahabat dan sopir sekeluarga yang memiliki gejala COVID-19 dan yang sudah dinyatakan positif COVID-19 tapi melakukan isolasi mandiri di rumah masing masing. Hal itu dilakukannya sebelum Ivermectin dikritik keras oleh kaum oposisi yang sering memanfaatkan kondisi pandemi untuk memojokkan pemerintah.
"Alhamdulillah rata rata atau hampir semuanya setelah lima hari mereka membaik dan ketika diswab lagi, negatif," kata Aktivis NU ini.
Lukman melanjutkan setelah itu dirinya banyak mendapat permintaan Ivermectin akan tetapi persediaan yang dimilikinya habis. "Saya ikhtiar ke apotik, dijawab ditarik oleh distributor dan di razia oleh BPOM."
"Apa yang saya rasakan, sepertinya juga dirasakan oleh seorang Erick Thohir ya. Inisiatif beliau untuk menyurati BPOM yang birokratis, lamban dan tidak punya sense of crisis untuk minta percepatan keluarnya EUA (Emergency Use Autorization), supaya niat beliau untuk menyediakan obat murah yang bagus bagi masyarakat kebanyakan bisa direalisasikan segera," sambungnya.
Sebagai Penyintas COVID-19, Lukman menuturkan obat terapi COVID-19 sekarang ini mahal sekali dan paska pengobatan punya dampak yang luas. Kata dia, kuitansi rumah sakit yang merawat COVID-19 rata-rata penyintas menghabiskan Rp250 juta sampai Rp1 miliar lebih. "Sedangkan dampaknya, juga rata-rata penyintas merasakan berat setelah keluar dari rumah sakit. Saya merasakan kelumpuhan sementara, cepat cape, nafas sengal tidak seperti semula," terangnya.
Dia menilai Ivermectin ini seperti setetes air di tengah gurun. Ketika obat terapi COVID-19 yang lain mahal sekali, lanjut Lukman, muncul Ivermectin membahwa harapan dengan harga murah.
"Mudah mudahan Ivermectin menjadi alternatif yang sudah ditakdirkan oleh Allah. Sebuah hadits Riwayat Bukhari, Rasulullah SAW menyampaikan, 'Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan akan menurunkan pula obat untuk penyakit itu'," jelasnya.
Ditambahkan LUkmna, mimpi kita adalah bagaimana suatu saat yang tidak terlalu lama pandemi COVID-19 menjadi endemi. Sama seperti pandemi Flu Spanyol tahun 1918 yang menelan jutaan korban tapi kemudian menjadi endemi.
"Flu yang kemudian bisa diobati oleh obat yang tersedia luas di masyarakat, murah dan mudah di jangkau. Saat itu kehidupan normal akan kembali kita dapatkan," tutupnya.
(kri)