PKS Minta Pekerja Informal di Sektor Esensial Diberikan Kemudahan Membuat STRP
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mempertanyakan mekanisme pekerja informal dalam aturan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terbaru. Diketahui, Kemenhub telah merevisi dua surat edaran terkait perjalanan transportasi darat dan perkeretaapian di masa pandemi Covid-19.
Surat edaran yang direvisi yaitu Surat Edaran (SE) Nomor SE. 42 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Perkeretaapian pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) menjadi Surat Edaran Nomor SE. 50 Tahun 2021.
Sedangkan, Surat Edaran Nomor SE. 43 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Darat pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) menjadi Surat Edaran Nomor SE. 49 Tahun 2021.
Surat Edaran Nomor SE. 49 Tahun 2021 dan Nomor SE. 50 Tahun 2021 berisi penambahan ketentuan yang menyebutkan bahwa perjalanan rutin moda transportasi darat serta sungai danau dan penyeberangan serta perjalanan rutin kereta api komuter dalam satu wilayah aglomerasi perkotaan hanya berlaku untuk kepentingan sektor esensial dan sektor kritikal.
Selain itu, warga yang bekerja di sektor esensial dan sektor kritikal ini juga diharuskan mengisi persyaratan dokumen yaitu Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP) atau Surat Keterangan. Kedua SE itu mulai berlaku efektif pada 12 Juli 2021 sampai dengan 20 Juli 2021 dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan dan atau perkembangan terakhir di lapangan.
Kedua SE tersebut merupakan respons terhadap data pergerakan masyarakat selama pelaksanaan PPKM Darurat di Jawa dan Bali yang hanya turun sesaat namun kemudian mengalami kenaikan kembali.
"PKS memandang kurang efektifnya pengaturan ini karena masih banyaknya warga yang bekerja di sektor informal yang dalam pembagian sektornya tergolong esensial menurut Instruksi Mendagri No. 15 Tahun 2021," ujar anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Selasa (13/7/2021).
Dia memberikan contoh misalnya para pekerja informal di bidang industri makanan dan minuman seperti pedagang makanan keliling atau warung-warung kecil yang tersebar di seluruh kota, serta para pekerja konstruksi yang bekerja pada proyek-proyek konstruksi skala kecil. Selain itu, kata dia, terdapat pula orang-orang yang berprofesi sebagai pengemudi ojek online (ojol) dan taksi online yang bahkan telah menyatakan penolakannya untuk membawa STRP karena termasuk dalam sektor transportasi.
Sektor transportasi ini menurut Instruksi Mendagri Nomor 15 Tahun 2021 juga tergolong dalam sektor esensial. Pernyataan PKS ini didukung oleh data dari Bank Dunia yang menyebutkan bahwa tahun 2018 sebanyak 2/3 dari jumlah pekerjaan di Indonesia berada di sektor pertanian atau jasa berkualitas rendah (low quality).
Kemudian, di tahun 2019 sebanyak 3/4 dari jumlah pekerjaan di Indonesia berstatus informal atau jika melihat data BPS pada tahun 2021 tercatat jumlah pekerja informal mencapai 78,14 juta orang pada Februari 2021. Khusus untuk orang yang bekerja sebagai pengemudi ojol dan taksi online di wilayah Jabodetabek diperkirakan mencapai 900 ribu sampai 1 juta orang.
Dia menambahkan, besarnya jumlah ini memperlihatkan betapa sulitnya untuk membatasi pergerakan orang di wilayah aglomerasi terutama wilayah Jabodetabek. Karena, para pekerja informal ini menggantungkan hidupnya dari pemasukan harian.
"Oleh karena itu, secara khusus PKS meminta ada evaluasi terhadap Surat Edaran Nomor SE. 49 dan SE. 50 Tahun 2021 di atas. PKS meminta agar para pekerja informal yang bergerak di sektor esensial diberikan kemudahan dalam membuat STRP atau Surat Keterangan, misalnya cukup secara online secara kolektif melalui RW setempat," ungkapnya.
Selain itu, lanjut dia, untuk lebih mengefektifkan pembatasan, PKS mengusulkan orang-orang wajib menunjukkan KTP atau surat keterangan domisili ketika memasuki tempat atau daerah tertentu. "Jika yang bersangkutan bukan penduduk lokal setempat maka wajib menunjukkan STRP yang telah diberi kode digital agar dapat dipindai secara elektronik sebagai cek poin," katanya.
Kemudian, lanjut dia, dengan membatasi jumlah cek poin tersebut dengan sendirinya para pemegang STRP yang memang bukan penduduk lokal setempat dapat dibatasi pergerakannya misalnya hanya ke tempatnya bekerja saja atau jika diperbolehkan hanya bisa mampir ke tempat tertentu saja. "Hal ini juga akan sangat efektif untuk membantu tracing jika terdapat pekerja yang terpapar Covid-19 dari tempat kerjanya," ungkapnya.
Dari sisi regulasi secara umum, PKS juga meminta ada evaluasi terhadap PPKM Darurat yang dasar hukumnya adalah hanya Instruksi Mendagri. Padahal, kata dia, dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan tidak dikenal istilah PPKM, yang ada adalah Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit, Karantina Wilayah, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Dia melanjutkan, dalam Pasal 52 dan 55 UU tersebut jelas disebutkan, kebutuhan hidup dasar bagi orang dan makanan hewan ternak yang berada dalam Karantina Rumah dan Karantina Wilayah menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. "Untuk membatasi pergerakan masyarakat yang mencari nafkah, berikan kebutuhan hidupnya, jangan gimmick peraturan macam-macam yang ujung-ujungnya mempersulit tenaga kerja rakyat sendiri, sedangkan tenaga kerja asing malah diberikan pengecualian yang sangat memudahkan," pungkasnya.
Surat edaran yang direvisi yaitu Surat Edaran (SE) Nomor SE. 42 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Perkeretaapian pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) menjadi Surat Edaran Nomor SE. 50 Tahun 2021.
Sedangkan, Surat Edaran Nomor SE. 43 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Darat pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) menjadi Surat Edaran Nomor SE. 49 Tahun 2021.
Surat Edaran Nomor SE. 49 Tahun 2021 dan Nomor SE. 50 Tahun 2021 berisi penambahan ketentuan yang menyebutkan bahwa perjalanan rutin moda transportasi darat serta sungai danau dan penyeberangan serta perjalanan rutin kereta api komuter dalam satu wilayah aglomerasi perkotaan hanya berlaku untuk kepentingan sektor esensial dan sektor kritikal.
Selain itu, warga yang bekerja di sektor esensial dan sektor kritikal ini juga diharuskan mengisi persyaratan dokumen yaitu Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP) atau Surat Keterangan. Kedua SE itu mulai berlaku efektif pada 12 Juli 2021 sampai dengan 20 Juli 2021 dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan dan atau perkembangan terakhir di lapangan.
Kedua SE tersebut merupakan respons terhadap data pergerakan masyarakat selama pelaksanaan PPKM Darurat di Jawa dan Bali yang hanya turun sesaat namun kemudian mengalami kenaikan kembali.
"PKS memandang kurang efektifnya pengaturan ini karena masih banyaknya warga yang bekerja di sektor informal yang dalam pembagian sektornya tergolong esensial menurut Instruksi Mendagri No. 15 Tahun 2021," ujar anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Selasa (13/7/2021).
Dia memberikan contoh misalnya para pekerja informal di bidang industri makanan dan minuman seperti pedagang makanan keliling atau warung-warung kecil yang tersebar di seluruh kota, serta para pekerja konstruksi yang bekerja pada proyek-proyek konstruksi skala kecil. Selain itu, kata dia, terdapat pula orang-orang yang berprofesi sebagai pengemudi ojek online (ojol) dan taksi online yang bahkan telah menyatakan penolakannya untuk membawa STRP karena termasuk dalam sektor transportasi.
Sektor transportasi ini menurut Instruksi Mendagri Nomor 15 Tahun 2021 juga tergolong dalam sektor esensial. Pernyataan PKS ini didukung oleh data dari Bank Dunia yang menyebutkan bahwa tahun 2018 sebanyak 2/3 dari jumlah pekerjaan di Indonesia berada di sektor pertanian atau jasa berkualitas rendah (low quality).
Kemudian, di tahun 2019 sebanyak 3/4 dari jumlah pekerjaan di Indonesia berstatus informal atau jika melihat data BPS pada tahun 2021 tercatat jumlah pekerja informal mencapai 78,14 juta orang pada Februari 2021. Khusus untuk orang yang bekerja sebagai pengemudi ojol dan taksi online di wilayah Jabodetabek diperkirakan mencapai 900 ribu sampai 1 juta orang.
Dia menambahkan, besarnya jumlah ini memperlihatkan betapa sulitnya untuk membatasi pergerakan orang di wilayah aglomerasi terutama wilayah Jabodetabek. Karena, para pekerja informal ini menggantungkan hidupnya dari pemasukan harian.
"Oleh karena itu, secara khusus PKS meminta ada evaluasi terhadap Surat Edaran Nomor SE. 49 dan SE. 50 Tahun 2021 di atas. PKS meminta agar para pekerja informal yang bergerak di sektor esensial diberikan kemudahan dalam membuat STRP atau Surat Keterangan, misalnya cukup secara online secara kolektif melalui RW setempat," ungkapnya.
Selain itu, lanjut dia, untuk lebih mengefektifkan pembatasan, PKS mengusulkan orang-orang wajib menunjukkan KTP atau surat keterangan domisili ketika memasuki tempat atau daerah tertentu. "Jika yang bersangkutan bukan penduduk lokal setempat maka wajib menunjukkan STRP yang telah diberi kode digital agar dapat dipindai secara elektronik sebagai cek poin," katanya.
Kemudian, lanjut dia, dengan membatasi jumlah cek poin tersebut dengan sendirinya para pemegang STRP yang memang bukan penduduk lokal setempat dapat dibatasi pergerakannya misalnya hanya ke tempatnya bekerja saja atau jika diperbolehkan hanya bisa mampir ke tempat tertentu saja. "Hal ini juga akan sangat efektif untuk membantu tracing jika terdapat pekerja yang terpapar Covid-19 dari tempat kerjanya," ungkapnya.
Dari sisi regulasi secara umum, PKS juga meminta ada evaluasi terhadap PPKM Darurat yang dasar hukumnya adalah hanya Instruksi Mendagri. Padahal, kata dia, dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan tidak dikenal istilah PPKM, yang ada adalah Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit, Karantina Wilayah, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Dia melanjutkan, dalam Pasal 52 dan 55 UU tersebut jelas disebutkan, kebutuhan hidup dasar bagi orang dan makanan hewan ternak yang berada dalam Karantina Rumah dan Karantina Wilayah menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. "Untuk membatasi pergerakan masyarakat yang mencari nafkah, berikan kebutuhan hidupnya, jangan gimmick peraturan macam-macam yang ujung-ujungnya mempersulit tenaga kerja rakyat sendiri, sedangkan tenaga kerja asing malah diberikan pengecualian yang sangat memudahkan," pungkasnya.
(zik)