Covid-19 Makin Banyak Renggut Nyawa Rakyat, Pemerintah Perlu Akui Sudah Gawat

Selasa, 06 Juli 2021 - 10:36 WIB
loading...
Covid-19 Makin Banyak Renggut Nyawa Rakyat, Pemerintah Perlu Akui Sudah Gawat
Pemerintah diminta legowo menyampaikan permintaan maaf karena kebijakan yang terbukti tidak ampuh menekan lonjakan kematian akibat Covid-19. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia telah meningkatkan kematian secara drastis. Hingga 4 Juli 2021, data nasional setidaknya mencatat 60.582 orang meninggal terkonfirmasi positif Covid-19 melalui hasil usap PCR.

Namun demikian, angka kematian akibat Covid-19 diperkirakan jauh lebih banyak. Sebab, data tersebut tidak memasukkan jumlah mereka yang meninggal dengan status probable, atau yang mengalami gejala klinis penyakit infeksius Covid-19.

“Pemerintah perlu mengakui bahwa kondisi sudah gawat darurat dan meminta maaf serta menunjukkan empati. Perlu berhenti melakukan komunikasi yang mencitrakan bahwa kita sedang baik-baik saja yang justru mengakibatkan rendahnya kewaspadaan masyarakat terhadap masifnya penularan Covid-19,” ujar Irma Hidayana, inisiator LaporCovid-19 dalam diskusi publik yang digelar Konsorsium Masyarakat untuk Kesehatan Publik, Senin (5/7/2021).



Menurut data LaporCovid-19 berdasarkan pemberitaan media massa dan media sosial, hingga 4 Juli 2021 sebanyak 291 orang meninggal saat melakukan isolasi mandiri di rumah. Ini seiring dengan laporan puluhan orang meninggal karena tidak mendapatkan bantuan oksigen di IGD RS Sardjito.

Ini menjadi potret nyata kolapsnya fasilitas kesehatan yang menyebabkan pasien Covid-19 kesulitan mendapatkan layanan medis yang semestinya. Bahkan jumlah tenaga kesehatan yang terinfeksi dan yang meninggal pun semakin banyak. Hingga 5 Juli 2021, Pusara Digital LaporCovid-19 mencatat setidaknya 1,046 tenaga kesehatan yang meninggal karena Covid-19.

”Di sisi lain, pemerintah tidak kunjung terlihat melakukan peningkatan 3T, testing, tracing, dan treatment secara signifikan. Ditambah dengan rendahnya transparansi data pandemi, termasuk data jumlah tes PCR per daerah, data ketersediaan RS kerap tidak akurat mengakibatkan banyak warga ditolak dari satu RS ke RS lain,” ujar Irma.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonensia (YLBHI) Muhammad Isnur menyatakan dengan tegas pemerintah mesti bertanggung jawab atas kondisi krisis ini. Sesuai amanat UUD 1945 dan UU HAM, hak kesehatan masyarakat dijamin negara.



Dia menilai pemerintah juga mengabaikan UU khusus untuk penanganan pandemi, yaitu UU No. 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, sebuah UU yang memiliki kajian epidemiologi kuat.

“Pemerintah tidak menggunakan UU yang dibuat khusus untuk menangani pandemi, pemerintah abai tidak melaksanakan mandat pembentukan peraturan-peraturan turunan seperti Peraturan Pemerintah tentang Penanggulangan Darurat Kesehatan Masyarakat,” ujar Isnur.

Selain itu, Isnur menyoroti tidak dipakainya UU 24/2007 tentang Penanggulan Bencana sehingga menggugurkan kewajiban pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Presiden Jokowi pun, lanjut Isnur, pernah membuat keputusan presiden tentang status Darurat Kesehatan Masyarakat, status yang juga tanpa indikator yang jelas.

Ini pun menimbulkan pertanyaan apakah masih berlaku, bagaimana kewenangan dan lainnya karena seharusnya tata cara penetapan dan pencabutan status darurat kesehatan masyarakat juga diatur di Peraturan Pemerintah. “Status PPKM dilakukan oleh instruksi Kementerian Dalam Negeri, namun tidak ada dasar hukum, tidak ada UU, katanya.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2185 seconds (0.1#10.140)