Menghentikan Pernikahan Anak, Tanggung Jawab Siapa?

Senin, 14 Juni 2021 - 17:38 WIB
loading...
Menghentikan Pernikahan Anak, Tanggung Jawab Siapa?
Alissa Wahid saat berbicara dalam webinar internasional Too Young to Marry bersama organisasi berbasis keagamaan yang diadakan oleh World Vision Asia Pasifik, Selasa (8/6/2021). Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Data tahun 2018 menunjukkan, satu dari sembilan anak Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun . Sebanyak 1,2 juta perempuan menikah sebelum 18 tahun.

Indonesia termasuk dalam 10 negara yang memiliki angka prevalensi menikah yang tinggi. Sejak 2008 hingga 2018 angka prevalensi pernikahan anak hanya menurun 3,5%. Selama pandemi Covid-19, pernikahan anak semakin meningkat.

Hal tersebut ditandai dengan pengajuan dispensasi pernikahan di Indonesia yang naik dari 23.700 pada tahun 2019 menjadi 34.000 di tahun 2020. Meningkatnya pernikahan anak ini disebabkan di antaranya oleh alasan ekonomi, kehamilan yang tidak diinginkan, bosan belajar dari rumah dan menghindari perzinahan.

Koordinator Nasional Gusdurian Network yang juga aktivis demokrasi dan hak asasi manusia, Alissa Wahid menilai persoalan pernikahan anak di Indonesia ibarat sebuah gunung es.

Hal tersebut dipaparkannya dalam webinar internasional Too Young to Marry bersama organisasi berbasis keagamaan yang diadakan oleh World Vision Asia Pasifik, Selasa (8/6/2021).

Di balik berbagai kasus yang mencuat, kata dia, masih banyak pandangan tradisional di tingkat komunitas, bahwa anak perempuan harus cepat dinikahkan, perempuan tidak perlu mengenyam pendidikan tinggi dan berbagai pandangan lain.

Menyikapi itu, kata Alissa, membutuhkan strategi dan program yang menyeluruh mulai dari regulasi hingga mengubah pola pikir masyarakat untuk menghentikan pernikahan anak.

“Karena itu, selain mendorong kebijakan publik, melakukan penguatan di tingkat akar rumput melalui kerja-kerja organisasi masyarakat sipil, penting untuk bergerak bersama dan meningkatkan kapasitas para pemimpin lokal, para guru, pemimpin muda, dan para pemimpin agama,” tuturnya.

Putri Presiden ke-14 Indonesia KH Abdurrahman Wahid ini memaparkan, anak hendaknya tidak terlalu muda untuk menikah, menjadi orang tua dan atau menanggung beban mengurus keluarga apalagi membangun dunia yang lebih baik.
Bagi Alissa, sudah selayaknya perlindungan dan pemeliharaan anak menjadi tanggung jawab bersama “Ini bukan tentang mereka anak-anak. Mengakhiri pernikahan anak adalah tentang kita," ungkapnya.

Webinar juga diikuti Refi (16) seorang anak dari Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah yang merupakan dampingan Wahana Visi Indonesia (WVI).
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1916 seconds (0.1#10.140)