Isi TWK Diduga Langgar HAM, Cukup Diuji lewat Analisis Semiotika
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tes wawasan kebangsaan (TKW) terkait alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) diulaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ). Lembaga itu pun mengirim surat pemanggilan kepada pimpinan KPK untuk mengklarifikasi laporan tersebut.
Tetapi pimpinan KPK belum memenuhi panggilan tersebut dan mempertanyakan pelanggaran HAM apa yang mereka buat dalam TWK. Pengamat Komunikasi dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing berkomentar, bila anggapan pertanyaan TWK dinilai tidak sesuai HAM, cukup dianalisa secara semiotika.
"Dengan demikian, untuk mendalami materi TWK, sesuai atau tidak sesuai dengan HAM dapat dilakukan analisis semiotika untuk melihat hakekat makna dari keseluruhan rangkaian pertanyaan, tidak terlepas satu dengan lain, sehingga saya belum melihat urgensi Komnas HAM langsung mengirim surat pemanggilan kepada komisioner KPK," ujar Emrus kepada MNC Portal, Rabu (9/6/2021).
Karena itu, Emrus menyarankan kepada Komnas HAM untuk lebih memprioritaskan penanganan pelanggaran HAM berat, seperti hilangnya nyawa orang yang sama sekali tidak berdosa, daripada mengrusi TWK yang jauh kemungkinan tidak sesuai HAM.
"Singkatnya, setelah melakukan analisis semiotika terhadap isi TWK, dan jika masih ada yang perlu didalami isi paket koesioner tersebut, Komnas HAM dapat
mengundang tim pembuat kuesioner untuk berdiskusi, sehingga terjadi bertukar makna," kata Emrus.
Ihwal materi TWK, Emrus berpandangan, kuesioner atau pertanyaan sudah disusun berbasis pada keilmuan dari para pihak yang membuatnya. Yang boleh jadi antara lain mengukur gradasi pengetahuan atau kesadaran, konstruksi sikap, bentuk perilaku dan kepribadian terkait dengan kebangsaan.
"Bagaimana proses mereka menyusun materi pertanyaan merupakan otoritas keilmuan yang mereka miliki," pungkasnya.
Tetapi pimpinan KPK belum memenuhi panggilan tersebut dan mempertanyakan pelanggaran HAM apa yang mereka buat dalam TWK. Pengamat Komunikasi dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing berkomentar, bila anggapan pertanyaan TWK dinilai tidak sesuai HAM, cukup dianalisa secara semiotika.
"Dengan demikian, untuk mendalami materi TWK, sesuai atau tidak sesuai dengan HAM dapat dilakukan analisis semiotika untuk melihat hakekat makna dari keseluruhan rangkaian pertanyaan, tidak terlepas satu dengan lain, sehingga saya belum melihat urgensi Komnas HAM langsung mengirim surat pemanggilan kepada komisioner KPK," ujar Emrus kepada MNC Portal, Rabu (9/6/2021).
Karena itu, Emrus menyarankan kepada Komnas HAM untuk lebih memprioritaskan penanganan pelanggaran HAM berat, seperti hilangnya nyawa orang yang sama sekali tidak berdosa, daripada mengrusi TWK yang jauh kemungkinan tidak sesuai HAM.
"Singkatnya, setelah melakukan analisis semiotika terhadap isi TWK, dan jika masih ada yang perlu didalami isi paket koesioner tersebut, Komnas HAM dapat
mengundang tim pembuat kuesioner untuk berdiskusi, sehingga terjadi bertukar makna," kata Emrus.
Ihwal materi TWK, Emrus berpandangan, kuesioner atau pertanyaan sudah disusun berbasis pada keilmuan dari para pihak yang membuatnya. Yang boleh jadi antara lain mengukur gradasi pengetahuan atau kesadaran, konstruksi sikap, bentuk perilaku dan kepribadian terkait dengan kebangsaan.
"Bagaimana proses mereka menyusun materi pertanyaan merupakan otoritas keilmuan yang mereka miliki," pungkasnya.
(muh)