Tangani Korupsi, KPK Utamakan yang Berdampak pada Ekonomi Nasional
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkomitmen untuk memprioritaskan perkara tindak pidana korupsi yang berdampak signifikan pada perekonomian nasional. Sejalan dengan hal itu, KPK sudah menyiapkan strateginya.
“Penanganan perkara oleh KPK saat ini akan memprioritaskan kepada case building, antara lain terhadap kasus yang berdampak signifikan pada perekonomian nasional,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/4/2020).
Ali mengatakan strategi penanganan perkara akan diubah dengan menggunakan gabungan pasal tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Selain itu, KPK akan memperkuat satuan tugas penelusuran aset (asset tracing) sehingga dapat memaksimalkan asset recovery dan pengembalian kerugian negara.
Terkait itu, lanjut Ali, KPK tengah menggodok pedoman tentang penuntutan agar tidak terjadi disparitas tuntutan pidana kepada para terdakwa kasus korupsi. Pedoman tuntutan itu dibuat sebagaimana tertuang dalam pasal-pasal yang memuat pemidanaan pada UU Tipikor dan UU TPPU.
“Penekanannya pada faktor-faktor yang lebih objektif di dalam mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan hukuman,” imbuh Ali.
Ali menambahkan KPK berharap Mahkamah Agung (MA) segera menerbitkan pedoman pemidanaan sebagai standar majelis hakim dalam memutus tindak pidana korupsi. Dengan begitu, putusan pidana yang dikeluarkan akan sesuai dengan kerugian negara yang disebabkan terdakwa korupsi.
Seluruh strategi itu menanggapi temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menunjukkan pemidanaan koruptor pada 2019 masih lemah. ICW menilai pemidanaan narapidana koruptor masih lemah.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan bahwa sedianya keberhasilan pemidanaan korupsi bisa dilihat dari dua hal. Pertama, dari jumlah pengembalian kerugian negara yang disebabkan kasus korupsi yang terjadi. Kedua, melalui berat atau ringannya vonis yang diberikan hakim.
Berdasar temuan ICW, total kerugian negara yang disebabkan oleh kasus korupsi pada 2019 mencapai Rp12 triliun. Namun, jumlah uang pengganti yang diterima hanya Rp748,1 miliar.
Lihat Juga: TNI Bentuk Satgas Tindak Prajurit Terlibat Judi Online, Narkoba, Penyelundupan, dan Korupsi
“Penanganan perkara oleh KPK saat ini akan memprioritaskan kepada case building, antara lain terhadap kasus yang berdampak signifikan pada perekonomian nasional,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/4/2020).
Ali mengatakan strategi penanganan perkara akan diubah dengan menggunakan gabungan pasal tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Selain itu, KPK akan memperkuat satuan tugas penelusuran aset (asset tracing) sehingga dapat memaksimalkan asset recovery dan pengembalian kerugian negara.
Terkait itu, lanjut Ali, KPK tengah menggodok pedoman tentang penuntutan agar tidak terjadi disparitas tuntutan pidana kepada para terdakwa kasus korupsi. Pedoman tuntutan itu dibuat sebagaimana tertuang dalam pasal-pasal yang memuat pemidanaan pada UU Tipikor dan UU TPPU.
“Penekanannya pada faktor-faktor yang lebih objektif di dalam mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan hukuman,” imbuh Ali.
Ali menambahkan KPK berharap Mahkamah Agung (MA) segera menerbitkan pedoman pemidanaan sebagai standar majelis hakim dalam memutus tindak pidana korupsi. Dengan begitu, putusan pidana yang dikeluarkan akan sesuai dengan kerugian negara yang disebabkan terdakwa korupsi.
Seluruh strategi itu menanggapi temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menunjukkan pemidanaan koruptor pada 2019 masih lemah. ICW menilai pemidanaan narapidana koruptor masih lemah.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan bahwa sedianya keberhasilan pemidanaan korupsi bisa dilihat dari dua hal. Pertama, dari jumlah pengembalian kerugian negara yang disebabkan kasus korupsi yang terjadi. Kedua, melalui berat atau ringannya vonis yang diberikan hakim.
Berdasar temuan ICW, total kerugian negara yang disebabkan oleh kasus korupsi pada 2019 mencapai Rp12 triliun. Namun, jumlah uang pengganti yang diterima hanya Rp748,1 miliar.
Lihat Juga: TNI Bentuk Satgas Tindak Prajurit Terlibat Judi Online, Narkoba, Penyelundupan, dan Korupsi
(kri)