Program Kartu Prakerja Dinilai Hanya Untungkan Aplikator

Senin, 20 April 2020 - 11:56 WIB
loading...
Program Kartu Prakerja Dinilai Hanya Untungkan Aplikator
Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Program Kartu Prakerja yang diluncurkan pemerintah dinilai menyimpang dan hanya menguntungkan aplikator pemberi pelatihan via online. Mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat terdampak Covid-19 lebih membutuhkan Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Sejak pemerintah membuka pendaftaran program Kartu Prakerja pada Sabtu (11/4/2020), antusiasme masyarakat begitu tinggi. Tercatat ada 5.965.048 pendaftar yang teregistrasi pada gelombang pertama. Setelah melalui verifikasi data dan seleksi daring, ada 200.000 yang terpilih untuk mendapatkan Kartu Prakerja.

Pemerintah sudah mengalokasikan anggaran senilai Rp20 triliun untuk dengan total penerima Kartu Prakerja mencapai 5,6 juta orang. Setiap pemegang Kartu Prakerja akan mendapatkan bantuan sebesar Rp3,5 juta.

Dari jumlah itu, setiap pemilik Kartu Prakerja mendapat Rp1 juta yang untuk biaya pelatihan kompetensi dan keterampilan pekerja. Jika dikalikan jumlah pemilik Kartu Prakerja, total alokasi dana negara untuk pelatihan sebesar Rp5,6 triliun.

Pemegang Kartu Prakerja diminta untuk mengikuti pelatihan daring yang disediakan oleh digital platform mitra resmi pemerintah. Kelas tersebut disediakan oleh platform seperti Ruangguru, Maubelajarapa, Sekolah.mu, Tokopedia, dan Bukalapak. Selain itu ada juga Pintaria, Kemenaker, dan Pijar Mahir.

Namun, berbagai pelatihan yang diberikan dinilai kurang relevan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja yang saat ini sedang terdisrupsi. Selain itu, harga setiap pelatihan juga dinilai cukup mahal ketika di sisi lain banyak pelatihan gratis yang tersedia melalui internet.

Saat SINDOnews menelusuri laman SkillAcademy milik Ruangguru misalnya, terdapat Paket Pelatihan Ojek Online seharga Rp1 juta. Paket tersebut terdiri atas Pelatihan Perencanaan Keuangan untuk Pekerja Harian Lepas dengan harga Rp100.000, Pelatihan Customer Service: Menguasai Teknik Pelayanan dengan harga Rp200.000, dan Percakapan Bahasa Inggris Dasar Rp100.000.

Selain itu, ada juga Pelatihan Teknik Pengelola Stres Agar Kerja Bisa Lebih Produktif Rp200.000. Kemudian, di dalam paket tersebut juga ada Pelatihan Manajemen Waktu Agar Kerja Lebih Produktif senilai Rp200.000 dan Tenang di Hari Tua, Siapkan Dana Pensiun dari Sekarang seharga Rp200.000. Hampir seluruh kelas tersebut diisi oleh trainer dari Ruangguru maupun dari SkillAcademy.

Bergeser ke laman maubelajarapa.com, ada beberapa kelas yang dapat dipilih anggota Kartu Prakerja. Misalnya, Webinar Belajar Membuat Kroket Ayam Keju senilai Rp400.000 dari Baking World, Paket Webminar Belajar Mengenai Google Ads dan Google Analytics Rp450.000. Selain itu, Paket 4 sesi Webminar Belajar Menciptakan Pelayanan Unggul untuk Mencapai Kepuasan Pelanggan yang diberikan oleh Paradigm dengan banderol harga Rp800.000.

Terkait materi pelatihan itu, pengamat pendidikan Doni Koesoema menilai pelaksanaan program Kartu Prakerja memang sudah menyimpang dari gagasan awal. Menurut dia, seharusnya pendaftar Kartu Prakerja berlatih di lembaga-lembaga yang relevan, bukan pelatihan daring yang tidak relevan dengan kebutuhan pendaftar.

"Program ini menyimpang dari awal dan tidak relevan. Pelatihan tidak semua bisa dilayani secara online," kata Doni dihubungi SINDOnews, Senin (20/4/2020).

Ia meyakini program tersebut tidak tepat sebagai solusi bagi mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat terdampak Covid-19. Ketimbang 'bakar uang' untuk mitra pelatihan kerja, dana tersebut lebih bermanfaat diberikan sebagai bantuan langsung tunai (BLT).

"Lebih efektif untuk kebutuhan rakyat dan perputaran ekonomi di masyarakat bawah. Lebih baik begitu daripada memberi uang pada pemilik aplikasi yang tidak relevan dengan kebutuhan mereka yang pantas memperoleh Kartu Prakerja," singgung dosen Universitas Multimedia Nusantara tersebut.

Belum lagi, lanjut Doni, anggota Kartu Prakerja tidak ada jaminan akan langsung diterima perusahaan atau berwirausaha setelah mengikuti pelatihan dan mendapat sertifikat. Hal itu menurutnya akan menjadi masalah baru di kemudian hari. ( ).

Lantaran itu, Doni berharap pemerintah segera mengevaluasi lembaga mitra tempat pelatihan prakerja diadakan. Apalagi dana pelatihan daring sebesar Rp5,6 triliun tersebut menggunakan dana negara dan seolah hanya membagi-bagi 'kue' dengan pihak aplikator.

"Bisa jadi seperti itu, karena untuk pekerja kok malah Ruangguru atau Sekolah.mu. Ada konflik kepentingan, karena dua platform ini bisa terkait satu sama lain," ujarnya.

Terlebih lagi, salah satu pemilik dan bos mitra pelatihan kerja itu memiliki jabatan sebagai staf khusus (stafsus) Presiden Joko Widodo. Sosok yang dimaksud adalah Adamas Belva Syah Devara, CEO Ruangguru, perusahaan rintisan yang menyediakan SkillAcademy. "Secara moral tidak dapat dibenarkan karena akan ada konflik kepentingan. Ini dari sisi moralitas etis sebagai pejabat negara. Bisa kena pasal tindak korupsi." ( ).
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1452 seconds (0.1#10.140)