97 Ribu PNS Fiktif, DPR Menduga Terjadi Kolusi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus mengaku kaget dan prihatin mendengar kabar terkait 97.000 pegawai negeri sipil ( PNS ) fiktif. Ia menduga terjadi kolusi yang menerima gaji dan iuran pensiun.
Baca Juga: PNS fiktif
"Tidak bisa sendiri itu, yang terkucur dana terus menerus, tiap bulan menerima gaji. Bisa saja dia berkolusi dengan institusi atau atasan yang bersangkutan," kata Guspardi kepada wartawan, Rabu (26/5/2021).
Baca juga: DPR Sarankan Guru Honorer Senior Bisa Diangkat Jadi PNS, Begini Skemanya
Legislator asal Sumatera Barat ini menambahkan, data fiktif 97.000 PNS ini memalukan dan menunjukkan manajemen kepegawaian negara begitu lemah dan amburadul, apalagi perkara tersebut sudah mencuat sejak 2014.
Untuk itu, kata Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini, pemerintah pusat harus mengusut tuntas kasus ini dan menjerat pejabat yang memanfaatkan anggaran kesejahteraan PNS untuk kepentingan pribadi maupun instansi.
"Tentu perlu kita telusuri. Kan siluman itu namanya. Dia enggak PNS, tapi terupdate sebagai orang yang menerima gaji atas nama PNS. Ini kan sesuatu yang ganjil. Kenapa itu bisa," ujarnya
Lebih dari itu, Guspardi mengungkap bahwa Komisi II DPR tidak pernah mendengar laporan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN RB) maupun BKN terkait 97.000 PNS fiktif tersebut.
Namun, pihaknua akan mengkonfirmasi temuan tersebut kepada Menteri PAN RB Tjahjo Kumolo atau BKN ketika ada agenda rapat bersama dengan Komisi II
"Ini pasti akan saya tanyakan nanti ketika rapat dengan Menteri PANRB, dengan BKN. Ini kan memalukan. Masa kita enggak mampu melakukan penataan terhadap pegawai negeri sipil," pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.
Sebelumnya, Plt. Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama BKN Paryono mengatakan isu 97 ribu PNS fiktif merupakan barang lama yang ditemukan ketika pendataan ulang PNS (PUPNS) 2014
Ia mengklaim jumlah tersebut terus berkurang karena sejumlah pegawai sudah melakukan verifikasi data ke BKN. Namun, hingga saat ini masih ada data PNS yang belum terselesaikan, namun pihaknya belum mendapatkan data terbaru.
Baca Juga: PNS fiktif
"Tidak bisa sendiri itu, yang terkucur dana terus menerus, tiap bulan menerima gaji. Bisa saja dia berkolusi dengan institusi atau atasan yang bersangkutan," kata Guspardi kepada wartawan, Rabu (26/5/2021).
Baca juga: DPR Sarankan Guru Honorer Senior Bisa Diangkat Jadi PNS, Begini Skemanya
Legislator asal Sumatera Barat ini menambahkan, data fiktif 97.000 PNS ini memalukan dan menunjukkan manajemen kepegawaian negara begitu lemah dan amburadul, apalagi perkara tersebut sudah mencuat sejak 2014.
Untuk itu, kata Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini, pemerintah pusat harus mengusut tuntas kasus ini dan menjerat pejabat yang memanfaatkan anggaran kesejahteraan PNS untuk kepentingan pribadi maupun instansi.
"Tentu perlu kita telusuri. Kan siluman itu namanya. Dia enggak PNS, tapi terupdate sebagai orang yang menerima gaji atas nama PNS. Ini kan sesuatu yang ganjil. Kenapa itu bisa," ujarnya
Lebih dari itu, Guspardi mengungkap bahwa Komisi II DPR tidak pernah mendengar laporan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN RB) maupun BKN terkait 97.000 PNS fiktif tersebut.
Namun, pihaknua akan mengkonfirmasi temuan tersebut kepada Menteri PAN RB Tjahjo Kumolo atau BKN ketika ada agenda rapat bersama dengan Komisi II
"Ini pasti akan saya tanyakan nanti ketika rapat dengan Menteri PANRB, dengan BKN. Ini kan memalukan. Masa kita enggak mampu melakukan penataan terhadap pegawai negeri sipil," pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.
Sebelumnya, Plt. Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama BKN Paryono mengatakan isu 97 ribu PNS fiktif merupakan barang lama yang ditemukan ketika pendataan ulang PNS (PUPNS) 2014
Ia mengklaim jumlah tersebut terus berkurang karena sejumlah pegawai sudah melakukan verifikasi data ke BKN. Namun, hingga saat ini masih ada data PNS yang belum terselesaikan, namun pihaknya belum mendapatkan data terbaru.
(maf)