Anggota Komite I DPD RI Abraham Liyanto menyatakan, mafia tanah di negara ini telah menghambat investasi, ditandai dengan sulitnya pembebasan lahan. Foto/Rico Afrido
AAA
JAKARTA - Anggota Komite I DPD RI Abraham Liyanto menyatakan, mafia tanah di negara ini telah menghambat investasi. Hal tersebut ditandai dengan sulitnya pembebasan lahan lantaran adanya sindikat mafia tanah yang ikut bermain.
“Praktik mafia itu sudah terjadi lama di negara ini. Sudah menggurita hingga ke pelosok-pelosok. Maka harus diberantas tuntas,” ungkapnya.
Selain itu, dia meminta aparat penegak hukum tidak hanya menindak kasus-kasus yang nilai kerugiannya sangat besar. Aparat penegak hukum juga harus menindak semua saja yang menyangkut mafia tanah.
Sebab, di daerah atau pelosok-pelosok, nilai tanah yang dicuri mafia tidak besar seperti di Jakarta. Namun meski nilainya kecil, tetapi sangat berarti bagi masyarakat desa atau kampung karena mendapatnya sangat sulit.
"Tanah itu aset berharga bagi siapa saja. Itu warisan bagi anak, cucu dan keturunan seseorang. Betapa menyakitkan jika dicuri begitu saja oleh orang lain. Maka aparat jangan pilih-pilih kasus. Semua yang ada dindikasi mafia, harus disikat habis," kata Ketua Kadin Provinsi NTT ini.
Dia mengungkapkan pihak-pihak yang terlibat mafia, mulai dari oknum tua adat atau pemilik tanah ulayat. Mereka kerja sama dengan oknum pengacara untuk menggugat tanah yang punya sertifikat.
Kerja sama mereka, lanjut Abraham, kemudian melibatkan oknum pengurus RT, RW, Kelurahan, Kecamatan hingga Pemerintah Daerah. Oknum Badan Pertanahan juga masuk dalam lingkaran mafia tersebut.
"Jalur mafia itu kemudian masuk ke pengadilan. Di pengadilan, mereka punya jaringan, mulai pengadilan tingkat pertama hingga Mahkamah Agung. Begitu ada gugatan, mereka yang menang karena sudah ada jaringan di dalam," tutur Abraham.
Dia melanjutkan, yang mengherankan, praktik mafia juga melibatkan investor kasus. Targetnya, setelah gugatan berhasil dimenangkan, tanah tersebut dibeli oleh investor. Biasanya, harga beli tidak terlalu mahal karena mereka merupakan bagian dari sindikat kasus.
“Praktik seperti ini pasti terjadi hampir di seluruh penjuru republik ini. Karena itu, pemberantasan mafia tanah harus sampai ke desa-desa. Aparat di daerah harus satu sikap dengan di pusat dalam memberantas mafia tanah,” kata Abraham.
Secara khusus, Abraham mengapresiasi Kejaksaan Agung (Kejagung) yang membongkar praktik mafia tanah di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kejagung dan Kejati NTT diharapkannya transparan dan tuntas dalam pengusutan mafia tanah di Labuan Bajo.
Hal itu agar tidak menimbulkan kecurigaan dari masyarakat bahwa Kejagung atau Kejati NTT menerima suap atau diintervensi dalam pengusutan kasus tersebut. Sekadar diketahui, Kejati NTT telah menetapkan 17 tersangka dalam kasus mafia tanah di Labuan Bajo. Salah satunya adalah Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dula.
Ada juga warga negara Italia yang terlibat dalam kasus tersebut. Total kerugian negara dari kasus itu mencapai Rp 1,3 triliun. Sejumlah hotel dan bangunan dari tersangka telah disita dalam penyidikan kasus tersebut.