Menanti Masterplan Alutsista Prabowo, Jawaban Dilema Kesejahteraan vs Pertahanan

Rabu, 19 Mei 2021 - 17:36 WIB
loading...
Menanti Masterplan Alutsista...
Menhan Prabowo Subianto mengemukakan di berbagai kesempatan bahwa akan ada sebuah masterplan alutsista selama 25 tahun yang merupakan mandat khusus dari Presiden Jokowi. FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Tuntutan modernisasi alat utama sistem persenjataan ( alutsista ) TNI kembali terdengar menyusul tragedi tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 beberapa waktu lalu. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pun telah mengemukakan di berbagai kesempatan bahwa akan ada sebuah masterplan alutsista selama 25 tahun yang merupakan mandat khusus dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa pemerintah tengah merancang peraturan presiden (perpres) tentang masterplan modernisasi alutsista selama 25 tahun dengan skema pinjaman luar negeri sekitar Rp1.760 triliun.

Selama ini terjadi dilema, antara kesejahteraan masyarakat atau pertahanan negara yang membutuhkan anggaran besar. Itulah yang menyebabkan pemerintah terbatas dalam memenuhi alutsista berteknologi tinggi seperti pesawat tempur dan kapal selam.

Baca juga: Muncul Isu Mafia Alutsista, Anggota Komisi I DPR Minta Ungkap Sosok Mr M

Pemerhati Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, jika rancangan masterplan 25 tahun itu dapat disetujui Presiden, maka Indonesia akan mampu mengejar target belanja pertahanan sekitar 1,5% dari PDB per tahun.

"Asumsinya, sebanyak 0,78% bersumber dari anggaran regular dan sekitar 0,7% bersumber dari pinjaman luar negeri. Dengan demikian, harapannya dilema yang dirasakan tadi dapat terjawab," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (19/5/2021).

Jika dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia 2020 yang mencapai Rp15.434,2 triliun, maka angka yang dialokasikan pemerintah untuk masterplan alutsista selama 25 tahun hanya berada di angka 11,4%. Apalagi jika angka PDB Indonesia tahun lalu dikalikan 25 tahun sebagai asumsi, maka persentase jumlah yang direncanakan dari PDB akan tampak lebih kecil, hanya 0,7% setiap tahunnya.

Baca juga: PKS-Nasdem Sepakat Modernisasi Alutsista dan Tingkatkan Kesejahteraan Prajurit

Menurutnya, meski masterplan yang dimaksud masih belum disetujui Presiden, tapi hal ini bisa menjadi angin segar atas persoalan keterbatasan anggaran yang saat ini dimiliki Indonesia.

"Namun demikian, perlu untuk diingatkan bahwa masterplan itu tetap harus dibarengi dengan sejumlah langkah untuk memastikan akuntabilitasnya," katanya.

Setidaknya, ada empat hal yang perlu digaris-bawahi. Pertama, soal penguatan peran dan fungsi Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Kedua, pengaturan yang ketat mengenai keterlibatan pihak ketiga, agar dapat dijamin kapabilitas dan akuntabilitasnya. "Ketiga, penyusunan indikator kemandirian industri pertahanan nasional yang dibangun dengan melihat proporsi kebutuhan," katanya.

Keempat, perencanaan anggaran yang matang, berkesinambungan dan dengan prioritas yang terukur, hingga skema penahapan pengadaan jika anggaran terbatas.

Baca juga: Pasca Tragedi KRI Nanggala-402, Panglima Evaluasi Alutsista TNI Bareng DPR

"Dan terakhir, penyediaan dukungan anggaran yang proporsional untuk mendorong pengembangan riset termasuk di lingkungan perguruan tinggi dan pemberian insentif bagi industri pertahanan dalam negeri untuk melakukan inovasi," katanya.

Presiden Jokowi dikabarkan juga menginginkan adanya perencanaan pengadaan alutsista dalam jangka waku 25 tahun. Bukan tidak mungkin, masterplan ini akan menggantikan Minimum Essential Force (MEF).

"Presiden telah memerintahkan saya tahun lalu untuk bersama-sama pimpinan TNI menyusun suatu masterplan, rencana induk 25 tahun yang memberi kepada kita suatu totalitas kemampuan pertahanan," kata Prabowo beberapa waktu lalu.

Upaya modernisasi alutsista sejatinya sudah dilakukan pada 2007 melalui MEF atau kebutuhan pokok minimum. Namun, realisasinya hingga saat ini mengalami perlambatan.

MEF dibagi ke dalam beberapa tahap dengan jenjang waktu lima tahun, di mana tahap pertama dimulai pada 2010-2014, tahap kdua 2015-2019, dan seharusnya sudah mencapai 100% pada akhir tahap ketiga yakni periode 2020-2024.

Namun, hingga kini capaian MEF masih berada di bawah 65% dari 75% yang ditargetkan pada 2019. Namun, persoalan ini memang tak lepas dari keterbatasan anggaran yang dimiliki otoritas pertahanan.

"Artinya dibutuhkan perencanaan yang benar-benar komprehensif, didasarkan pada skala prioritas yang jelas, terukur, berkesinambungan, dan mengacu pada proyeksi bentuk dan tingkat ancaman di masa yang akan datang," kata Khairul.

Melihat lebih jauh ke dalam APBN, belanja Kemhan memang termasuk belanja kementerian yang terbesar dalam 10 tahun terakhir. Pada 2021, Kemhan mendapatkan alokasi pagu belanja sebesar Rp136,99 triliun.

Namun, tidak semua untuk alutsista. Kemhan mengalokasikan pengadaan alutsista sebesar Rp9,3 triliun. Kemhan di samping itu berencana melakukan modernisasi serta pemeliharaan dan perawatan alutsista untuk TNI AD sebesar Rp2,65 triliun, TNI AL Rp3,75 triliun, dan TNI AU Rp1,19 triliun.

Walaupun anggarannya termasuk besar, sayang untuk alutsista ini Indonesia hanya mengalokasikan belanja militer 0,7% terhadap PDB. Sementara jika melihat Singapura, negara tersebut mengalokasikan 3,2% dari PDB anggaran militer.

Anggaran pertahanan Indonesia bahkan kalah jauh dari Singapura yang hanya berpenduduk 5,9 juta jiwa, namun memiliki 72.500 personel militer aktif, 312.500 personel cadangan, dan anggaran militer US$11.200 juta atau Rp162,7 triliun.

Juru Bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak mengakui, secara akumulatif, anggaran yang diplot untuk Kemhan memang lebih besar dari kementerian lain. Namun, uang sebanyak itu ternyata masih harus dibagi lagi untuk 5 unit Organisasi (UP) yakni Kemhan, Mabes TNI, Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan udara.

"Jadi dari total anggaran 2021 kurang lebih Rp136 Triliun itu terbagi ke 5 unit organisasi tersebut. Lebih dari 44%-nya sudah digunakan untuk belanja rutin prajurit dan pegawai," kata Dahnil dalam keterangan tertulis.

Ia melanjutkan, persentase untuk belanja alutsista sendiri dari jumlah tersebut sebesar kurang lebih 10%.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0693 seconds (0.1#10.140)