Sindiran Abdul Mu’ti tentang Jipang-Bipang dan Permintaan Maaf
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengunggah sebuah tulisan pendek tentang kebahasaan di instagram. Dalam tulisan berjudul Fonologi, Morfologi, Apologi tersebut, Mu’ti menjelaskan bahwa fonologi dan morfologi berkaitan asal-usul kata dan bagaimana mengucapkan kata tersebut.
”Termasuk huruf, unsur terkecil suatu kata,” tulis Mu’ti yang belum lama ini dikukuhkan sebagai guru besar UIN Jakarta itu.
Perbedaan satu huruf dalam suatu kata, lanjut Mu’ti, bisa memiliki arti yang sangat jauh berbeda. Dia mencontohkan kultus-kultur; fulus-tulus - mulus - bulus; hati - mati – pati dan sebagainya.
Begitu pula dengan pelafalan, terutama dalam bahasa Arab. Sebagai contoh kata qalbu (hati) dengan kalbu (anjing) atau 'Alim (Maha Mengetahui) dengan alim (pedih).
”Kesalahan menulis satu huruf (typo) atau mengucapkan huruf bisa menimbulkan arti dan kesalahan fatal. Misalnya: jipang - bipang - jepang; tebang - tegang - terang - tenang; dsb,” tulis Mu’ti.
Karena itu, dia menyarankan seseorang yang salah dalam pengucapan atau menulis untuk meminta maaf, bukan sebaliknya malah berapologi, mencaricari alasan untuk membela diri.
”(minta) Maaf itu indah. (minta) Maaf itu menjaga marwah,” kata Mu’ti.
Kata jipang dan bipang belakangan memenuhi ruang publik gara-gara video promosi kuliner nusantara dalam momentum Lebaran oleh Presiden Jokowi. Dalam video tersebut Jokowi mencontohkan kuliner khas Kalimantan, yaitu bipang ambawang.
Pernyataan itu langsung memicu kontroversi karena kuliner tersebut adalah babi panggang, yang diharamkan bagi umat Islam. Tetapi juru bicara presiden Fadjroel Rahman berkelit dengan mengatakan apa yang dimaksud Jokowi adalah jipang, makanan ringan yang cukup dikenal di Indonesia.
”Termasuk huruf, unsur terkecil suatu kata,” tulis Mu’ti yang belum lama ini dikukuhkan sebagai guru besar UIN Jakarta itu.
Perbedaan satu huruf dalam suatu kata, lanjut Mu’ti, bisa memiliki arti yang sangat jauh berbeda. Dia mencontohkan kultus-kultur; fulus-tulus - mulus - bulus; hati - mati – pati dan sebagainya.
Begitu pula dengan pelafalan, terutama dalam bahasa Arab. Sebagai contoh kata qalbu (hati) dengan kalbu (anjing) atau 'Alim (Maha Mengetahui) dengan alim (pedih).
”Kesalahan menulis satu huruf (typo) atau mengucapkan huruf bisa menimbulkan arti dan kesalahan fatal. Misalnya: jipang - bipang - jepang; tebang - tegang - terang - tenang; dsb,” tulis Mu’ti.
Karena itu, dia menyarankan seseorang yang salah dalam pengucapan atau menulis untuk meminta maaf, bukan sebaliknya malah berapologi, mencaricari alasan untuk membela diri.
”(minta) Maaf itu indah. (minta) Maaf itu menjaga marwah,” kata Mu’ti.
Kata jipang dan bipang belakangan memenuhi ruang publik gara-gara video promosi kuliner nusantara dalam momentum Lebaran oleh Presiden Jokowi. Dalam video tersebut Jokowi mencontohkan kuliner khas Kalimantan, yaitu bipang ambawang.
Pernyataan itu langsung memicu kontroversi karena kuliner tersebut adalah babi panggang, yang diharamkan bagi umat Islam. Tetapi juru bicara presiden Fadjroel Rahman berkelit dengan mengatakan apa yang dimaksud Jokowi adalah jipang, makanan ringan yang cukup dikenal di Indonesia.
(muh)