Lebih 700 Orang Tewas di Myanmar, PKS Desak Digelarnya KTT ASEAN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera ( PKS ) mendesak pemimpin ASEAN segera melakukan tindakan nyata untuk mencegah bertambahnya korban jiwa dalam krisis politik Myanmar. Diduga sudah lebih dari 700 warga sipil yang meninggal karena tindak kekerasan dari aparat.
“Para pemimpin ASEAN tidak boleh tinggal diam. Harus ada upaya konkret untuk segera menghentikan kekerasan terhadap warga sipil di Myanmar,” ujar anggota Komisi I DPR dari PKS Sukamta melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (15/4/2021).
Politikus asal Yogyakarta ini menilai usulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengadakan KTT ASEAN dan membahas krisis di Myanmar sudah tepat. Usulan itu seharusnya segera diwujudkan. Apalagi beberapa negara ASEAN, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam, ingin KTT itu diselenggarakan di Jakarta.
“Saya berharap Bu Retno (menteri luar negeri/menlu) bisa secara intensif melakukan komunikasi dengan para menlu di ASEAN untuk segera mewujudkan KTT tersebut. Jika perlu, presiden bisa melakukan hotline kepada para pemimpin di ASEAN karena gentingnya situasi di Myanmar,” tutur Sukamta.
Wakil Ketua Fraksi PKS di Senayan itu meminta para pemimpin ASEAN tidak ragu melangkah karena ada prinsip non-intervensi ASEAN. Situasi yang terjadi di Myanmar saat ini dengan banyaknya korban jiwa dari warga sipil menuntut sikap tegas ASEAN.
“Yang terjadi di Myanmar saat ini sudah mengarah kepada pembunuhan massal oleh rezim secara sistematis. Ini bentuk kejahatan hak asasi manusia (HAM) yang sangat berat,” jelasnya.
Dia memaparkan ada prinsip tanggung jawab internasional untuk melindungi (responsibility to protect/R2P) yang diusung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Berdasarkan prinsip itu, dimungkinkan adanya intervensi langsung dari suatu negara jika negara lain dianggap gagal melindungi warganya dari kekerasan.
Para pemimpin ASEAN tentu sangat paham dengan prinsip tersebut. Sukamta menyatakan situasi di Myanmar saat ini dibutuhkan campur tangan komunitas internasional. Krisis di Myanmar bisa bertambah pelik dengan masuknya permasalahan konflik etnis.
“Jika isu bergeser dari masalah kudeta dan pembatasan warga sipil ke isu konflik etnis, tentu akan lebih menyulitkan bagi ASEAN untuk campur tangan. Itu sebabnya KTT ASEAN harus segera diwujudkan,” pungkasnya.
“Para pemimpin ASEAN tidak boleh tinggal diam. Harus ada upaya konkret untuk segera menghentikan kekerasan terhadap warga sipil di Myanmar,” ujar anggota Komisi I DPR dari PKS Sukamta melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (15/4/2021).
Politikus asal Yogyakarta ini menilai usulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengadakan KTT ASEAN dan membahas krisis di Myanmar sudah tepat. Usulan itu seharusnya segera diwujudkan. Apalagi beberapa negara ASEAN, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam, ingin KTT itu diselenggarakan di Jakarta.
“Saya berharap Bu Retno (menteri luar negeri/menlu) bisa secara intensif melakukan komunikasi dengan para menlu di ASEAN untuk segera mewujudkan KTT tersebut. Jika perlu, presiden bisa melakukan hotline kepada para pemimpin di ASEAN karena gentingnya situasi di Myanmar,” tutur Sukamta.
Wakil Ketua Fraksi PKS di Senayan itu meminta para pemimpin ASEAN tidak ragu melangkah karena ada prinsip non-intervensi ASEAN. Situasi yang terjadi di Myanmar saat ini dengan banyaknya korban jiwa dari warga sipil menuntut sikap tegas ASEAN.
“Yang terjadi di Myanmar saat ini sudah mengarah kepada pembunuhan massal oleh rezim secara sistematis. Ini bentuk kejahatan hak asasi manusia (HAM) yang sangat berat,” jelasnya.
Dia memaparkan ada prinsip tanggung jawab internasional untuk melindungi (responsibility to protect/R2P) yang diusung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Berdasarkan prinsip itu, dimungkinkan adanya intervensi langsung dari suatu negara jika negara lain dianggap gagal melindungi warganya dari kekerasan.
Para pemimpin ASEAN tentu sangat paham dengan prinsip tersebut. Sukamta menyatakan situasi di Myanmar saat ini dibutuhkan campur tangan komunitas internasional. Krisis di Myanmar bisa bertambah pelik dengan masuknya permasalahan konflik etnis.
“Jika isu bergeser dari masalah kudeta dan pembatasan warga sipil ke isu konflik etnis, tentu akan lebih menyulitkan bagi ASEAN untuk campur tangan. Itu sebabnya KTT ASEAN harus segera diwujudkan,” pungkasnya.
(muh)