Politikus Nasdem Tak Heran Impor Senjata Meningkat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 15 April 2020 bahwa impor produk senjata dan amunisi serta bagiannya meningkat tajam pada Maret 2020 dinilai hal yang wajar. Maka itu, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Willy Aditya mengaku tidak heran.
"Secara prinsip, seperti yang disebutkan oleh BPS ini adalah belanja rutin dari sektor pertahanan dan keamanan," ujar Willy Aditya kepada SINDOnews, Rabu (20/5/2020).
Jadi, kata Willy, setiap tahunnya memang ada alokasi dan pembelanjaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista), tidak terkecuali persenjataan dan amunisinya. "Kedua, ini memang menjadi perhatian lebih dari kebijakan Kementerian Pertahanan saat ini," jelasnya. (Baca juga: PKS Minta Polri Investigasi Meningkatnya Impor Senjata di Masa Pandemi COVID-19 )
Sebab, kata dia, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sedari awal saat momen debat Capres di Pilpres 2019 punya perhatian lebih terkait sektor itu. "Baginya, kekuatan militer kita masih lemah. Termasuk di sisi persenjataannya. Maka menjadi tidak heran jika alokasinya jor-joran dan benar-benar digunakan sepenuhnya," katanya.
Sehingga, dia menyambut positif impor senjata yang meningkat itu. "Dan sah. Jika dana digunakan sesuai alokasinya, itu tentu bagus. Artinya, dana yang dialokasikan benar-benar digunakan dengan semestinya, bukan untuk yang aneh-aneh. Toh, itu juga sudah disahkan oleh DPR alokasinya," ucapnya.
Karena, lanjut dia, memang harus diakui bahwa kebutuhan persenjataan saat ini masih kurang memadai dibanding dengan kebutuhan dan luasnya wilayah negara ini. "Dan terkait ketersediaan Alutsista, saya selalu mendorong, akan lebih baik lagi jika polanya tidak impor lagi. Saya pernah mengusulkan agar sektor pertahanan dan keamanan kita juga menjadi industri. Dan ini juga sudah didorong oleh Presiden Jokowi sendiri," imbuhnya.
Dia melanjutkan jika belum bisa dialokasikan semuanya, alokasikan sebagian anggaran pertahanan Indonesia menjadi industri Alutsista. Sistemnya, kata dia, bisa dirumuskan kemudian.
"Tapi yang pasti, akan banyak keuntungan dan sisi positif dari konsep ini. Kita tidak akan tergantung impor. Kita juga bisa melakukan kerja-kerja R&D di bidang pertahanan dan keamanan. Lapangan kerja baru terbuka. Dan yang tidak kalah pentingnya, dia akan berimpak pada tumbuhnya industri-industri lain."
Jadi, lanjut Willy, semuanya dapat. Kewibawaan kita sebagai sebuah bangsa dan negara akan meningkat. Kemudian, kapasitas pertahanan kita pun akan semakin disegani oleh negara lain. Lalu, ekonomi kita juga akan terbantu.
"Saat ini kita punya Pindad, punya PAL, punya LEN, punya PT DI. Kalau sektor pertahanan dan keamanan kita bisa memadukan industri-industri tersebut, akan banyak hal produktif yang bisa dilakukan. Tidak hanya industri-tersebut akan semakin sehat, tetapi pemenuhan alutsista kita juga akan semakin mudah," jelasnya.
"Secara prinsip, seperti yang disebutkan oleh BPS ini adalah belanja rutin dari sektor pertahanan dan keamanan," ujar Willy Aditya kepada SINDOnews, Rabu (20/5/2020).
Jadi, kata Willy, setiap tahunnya memang ada alokasi dan pembelanjaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista), tidak terkecuali persenjataan dan amunisinya. "Kedua, ini memang menjadi perhatian lebih dari kebijakan Kementerian Pertahanan saat ini," jelasnya. (Baca juga: PKS Minta Polri Investigasi Meningkatnya Impor Senjata di Masa Pandemi COVID-19 )
Sebab, kata dia, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sedari awal saat momen debat Capres di Pilpres 2019 punya perhatian lebih terkait sektor itu. "Baginya, kekuatan militer kita masih lemah. Termasuk di sisi persenjataannya. Maka menjadi tidak heran jika alokasinya jor-joran dan benar-benar digunakan sepenuhnya," katanya.
Sehingga, dia menyambut positif impor senjata yang meningkat itu. "Dan sah. Jika dana digunakan sesuai alokasinya, itu tentu bagus. Artinya, dana yang dialokasikan benar-benar digunakan dengan semestinya, bukan untuk yang aneh-aneh. Toh, itu juga sudah disahkan oleh DPR alokasinya," ucapnya.
Karena, lanjut dia, memang harus diakui bahwa kebutuhan persenjataan saat ini masih kurang memadai dibanding dengan kebutuhan dan luasnya wilayah negara ini. "Dan terkait ketersediaan Alutsista, saya selalu mendorong, akan lebih baik lagi jika polanya tidak impor lagi. Saya pernah mengusulkan agar sektor pertahanan dan keamanan kita juga menjadi industri. Dan ini juga sudah didorong oleh Presiden Jokowi sendiri," imbuhnya.
Dia melanjutkan jika belum bisa dialokasikan semuanya, alokasikan sebagian anggaran pertahanan Indonesia menjadi industri Alutsista. Sistemnya, kata dia, bisa dirumuskan kemudian.
"Tapi yang pasti, akan banyak keuntungan dan sisi positif dari konsep ini. Kita tidak akan tergantung impor. Kita juga bisa melakukan kerja-kerja R&D di bidang pertahanan dan keamanan. Lapangan kerja baru terbuka. Dan yang tidak kalah pentingnya, dia akan berimpak pada tumbuhnya industri-industri lain."
Jadi, lanjut Willy, semuanya dapat. Kewibawaan kita sebagai sebuah bangsa dan negara akan meningkat. Kemudian, kapasitas pertahanan kita pun akan semakin disegani oleh negara lain. Lalu, ekonomi kita juga akan terbantu.
"Saat ini kita punya Pindad, punya PAL, punya LEN, punya PT DI. Kalau sektor pertahanan dan keamanan kita bisa memadukan industri-industri tersebut, akan banyak hal produktif yang bisa dilakukan. Tidak hanya industri-tersebut akan semakin sehat, tetapi pemenuhan alutsista kita juga akan semakin mudah," jelasnya.