Eksistensi Kelompok Teroris Karena Kendurnya Kepekaan Masyarakat

Minggu, 04 April 2021 - 09:32 WIB
loading...
Eksistensi Kelompok...
Ketua Setara Institute, Hendardi menilai eksistensi kelompok teroris dimungkinkan karena mengendurnya kepekaan dan melemahnya partisipasi masyarakat. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ketua Setara Institute, Hendardi menilai eksistensi kelompok teroris dimungkinkan karena mengendurnya kepekaan dan melemahnya partisipasi masyarakat. Di sisi lain, kata dia, berkembang upaya untuk mendelegitimasi tindakan polisional oleh institusi-institusi keamanan negara dalam menangani terorisme.

"Hal itu mendorong masyarakat menjadi permisif, karena berkembang persepsi bahwa terorisme adalah konspirasi atau rekayasa pihak-pihak tertentu," kata Hendardi kepada SINDOnews, Minggu (4/4/2021).

Padahal, menurut dia, dua aksi teroris terakhir, misalnya menunjukkan betapa jejaring itu nyata dan keberadaan mereka membahayakan jiwa masyarakat. Dia menjelaskan, demi melindungi kepentingan publik dan keselamatan warga, tindakan polisional yang terukur dan akuntabel, untuk melumpuhkan teroris dan jaringannya dibenarkan, (permissible) dalam perpsektif hukum dan hak asasi manusia (HAM).

Baca juga: BREAKING NEWS: Mabes Polri Diserang Teroris, 1 Tewas

"Namun, penyesatan opini yang mendeligitimasi tindakan koersif negara dalam menangani aksi terorisme masih terus berlangsung. Hal itu jelas menjadi kampanye distortif atas kinerja pemberantasan terorisme di satu sisi, dan semakin memperluas ruang radikalisasi publik dan memperkuat sikap permisif warga, di sisi lain," katanya.

Padahal, kata dia, ruang-ruang publik yang permisif terhadap intoleransi dan radikalisme merupakan enabling environment atau lingkungan yang membuat dan mempercepat tumbuhnya terorisme dan rekonsolidasi jaringan dan sel-sel tidur terorisme. Dia mengatakan, terorisme merupakan musuh bersama.

Oleh karena itu, menurut dia, mobilisasi sumber daya dan dukungan bersama jelas dibutuhkan. Dia menambahkan, penanganan terorisme, mulai dari pencegahan hingga penindakan yang bersifat terukur dan akuntabel, harus dilakukan secara simultan untuk menjamin keamanan dan keselamatan seluruh warga negara.

Baca juga: Terduga Teroris Ciputat Berencana Ledakkan Bom di Kawasan Industri

Masyarakat, lanjut dia, mesti berpartisipasi dalam pencegahan dan aparatur negara harus melakukan tindakan hukum yang akuntabel dan terukur dalam bentuk penindakan. "Sinergi demikian akan membentuk imunitas kolektif dari penyebaran terorisme melalui saluran apapun, termasuk dengan memanfaatkan perkembangan teknologi, seperti media sosial dan internet," katanya.

Dia berpendapat, lone wolf merupakan strategi mutakhir di kalangan kelompok dan jaringan teroris. Strategi tersebut, kata dia, memungkinkan siapa saja menjadi aktor teroris.

"Dua peristiwa teror terakhir di Makassar dan di Jakarta menunjukkan bahwa kelompok pengusung ideologi teror masih eksis di Indonesia, termasuk dengan menggunakan strategi lone wolf," katanya.



Dia menuturkan, Jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) adalah salah satu jaringan terorisme yang paling menonjol mengadopsi strategi lone wolf dalam menjalankan tindakan teror.

"JAD mengkapitalisasi pesatnya perkembangan teknologi informasi dan memanfaatkannya secara efektif untuk melakukan proses radikalisasi di ruang publik dengan menyasar kelompok-kelompok spesifik, yang memiliki potensi transformasi secara cepat untuk menjadi intoleran aktif, radikal, lalu jihadis dan melakukan amaliyah teror," katanya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0934 seconds (0.1#10.140)