Azis Syamsuddin: Implementasi Perpres RAN PE Jadi Kunci Redam Terorisme
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin meminta strategi penanganan teroris dan ekstremis harus dikaji ulang. Langkah itu dinilai penting dilakukan setelah penanganan terhadap kelompok radikal yang terus meluas dan menebar ketakutan lewat upaya ekstremisme bahkan terorisme dewasa ini.
DPR juga mendorong pentingnya digital literasi mengenai pemahaman radikalisme, dampak dan bahayanya. Proses penyusunan dapat melibatkan tokoh agama, pesantren dari Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai jangkar deradikalisasi.
"Pengaruh kuat radikalisme dan ekstremisme harus dihentikan. Ikhtiar ini tentu tidak sebatas edukasi kepada pelajar dan keluarga secara langsung. Tapi penting pula membatasi mesin browsing yang selama ini memberikan pengaruh paling dominan," tutur Azis Syamsuddin dalam keterangan resminya, Kamis (1/4/2021).
Mengenai aksi terorisme yang terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan pada Minggu 28 Maret 2021 dan peristiwa yang terjadi di Mabes Polri, Rabu 31 Maret 2021, Azis Syamsuddin mendorong urgensi percepatan implementasi pelaksanaan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 tahun 2021.
Perpres tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis Kekerasan yang mengarah pada Terorisme (RAN PE) tahun 2020-2024 ini, sejatinya harus berjalan di semua sektor.
"Kita mendesak agar pemerintah segera melakukan percepatan dalam implementasi pelaksanaan amanat Perpres tersebut. Terlebih tujuan dari dikeluarkannya RAN PE tersebut adalah untuk meningkatkan pelindungan hak atas rasa aman warga negara dari ekstremisme yang mengarah terorisme," tuturnya. Baca juga: Mabes Polri Diserang, Jokowi: Tak Ada Tempat bagi Terorisme di Tanah Air
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini menambahkan, Perpres sebagai bagian dari pelaksanaan kewajiban negara terhadap hak asasi manusia dalam rangka memelihara stabilitas keamanan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Di tengah bencana Pandemi Covid-19 saat ini, masyarakat dan negara membutuhkan rasa aman untuk bekerja dan bangkit dari keterpurukan," kata Azis.
Makassar, sambung dia, salah satu kota perekonomian terpenting di Indonesia, khususnya di Kawasan Indonesia Timur. Tragedi yang terjadi di depan Gereja Katedral Makassar jelas mengganggu stabilitas keamanan dan sosial di kota tersebut.
"Saya meminta agar pemerintah dan semua pihak terkait segera menyusun rencana Aksi Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme, dan mengimplementasikannya secepat mungkin," kata Azis.
Dia menjelaskan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021, Pasal 1 Ayat 4 telah mengamanahkan bahwa RAN PE adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana. Tujuannya untuk mencegah dan menanggulangi ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme yang digunakan sebagai acuan bagi kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan ekstremisme Berbasis Kekerasan yang mengarah pada terorisme.
Aksi yang dimaksud Azis, lebih menitikberatkan pada kegiatan atau program sebagai penjabaran lebih lanjut dari RAN PE untuk dilakukan oleh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. "Rumusan dan konsepnya harus segera diimplementasikan. RAN PE menjadi dasar agar hak aman warga negara dan stabilitas keamanan nasional terjaga," tuturnya.
Azis mendukung Polri mengusut tuntas dan terus mengungkap jaringan terorisme di Tanah Air. Penangkapan sejumlah terduga teroris di Condet, Kramat Jati, Jakarta Timur, disusul aksi penggerebekan dan penangkapan di Jalan Raya Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, setelah bom bunuh diri di pintu gerbang Gereja Katedral, Makassar perlu diperluas.
"Apresiasi atas kesigapannya," ujar Azis.
Kendati demikian, Azis berpesan fungsi intelijen harus terus ditingkatkan. Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT harus mampu menggandeng semua elemen, terlebih berdasarkan data BNPT, jumlah teroris mencapai 6.000 lebih. Angka yang disajikan sangat meresahkan dan mengganggu keamanan.
"BNPT sebagai role model dalam pencegahan terorisme harus mampu menunjukan kelasnya. Tentu tidak hanya sebatas penindakan, tetapi pencegahan lebih penting," ujarnya.
DPR juga mendorong pentingnya digital literasi mengenai pemahaman radikalisme, dampak dan bahayanya. Proses penyusunan dapat melibatkan tokoh agama, pesantren dari Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai jangkar deradikalisasi.
"Pengaruh kuat radikalisme dan ekstremisme harus dihentikan. Ikhtiar ini tentu tidak sebatas edukasi kepada pelajar dan keluarga secara langsung. Tapi penting pula membatasi mesin browsing yang selama ini memberikan pengaruh paling dominan," tutur Azis Syamsuddin dalam keterangan resminya, Kamis (1/4/2021).
Mengenai aksi terorisme yang terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan pada Minggu 28 Maret 2021 dan peristiwa yang terjadi di Mabes Polri, Rabu 31 Maret 2021, Azis Syamsuddin mendorong urgensi percepatan implementasi pelaksanaan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 tahun 2021.
Perpres tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis Kekerasan yang mengarah pada Terorisme (RAN PE) tahun 2020-2024 ini, sejatinya harus berjalan di semua sektor.
"Kita mendesak agar pemerintah segera melakukan percepatan dalam implementasi pelaksanaan amanat Perpres tersebut. Terlebih tujuan dari dikeluarkannya RAN PE tersebut adalah untuk meningkatkan pelindungan hak atas rasa aman warga negara dari ekstremisme yang mengarah terorisme," tuturnya. Baca juga: Mabes Polri Diserang, Jokowi: Tak Ada Tempat bagi Terorisme di Tanah Air
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini menambahkan, Perpres sebagai bagian dari pelaksanaan kewajiban negara terhadap hak asasi manusia dalam rangka memelihara stabilitas keamanan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Di tengah bencana Pandemi Covid-19 saat ini, masyarakat dan negara membutuhkan rasa aman untuk bekerja dan bangkit dari keterpurukan," kata Azis.
Makassar, sambung dia, salah satu kota perekonomian terpenting di Indonesia, khususnya di Kawasan Indonesia Timur. Tragedi yang terjadi di depan Gereja Katedral Makassar jelas mengganggu stabilitas keamanan dan sosial di kota tersebut.
"Saya meminta agar pemerintah dan semua pihak terkait segera menyusun rencana Aksi Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme, dan mengimplementasikannya secepat mungkin," kata Azis.
Dia menjelaskan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021, Pasal 1 Ayat 4 telah mengamanahkan bahwa RAN PE adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana. Tujuannya untuk mencegah dan menanggulangi ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme yang digunakan sebagai acuan bagi kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan ekstremisme Berbasis Kekerasan yang mengarah pada terorisme.
Aksi yang dimaksud Azis, lebih menitikberatkan pada kegiatan atau program sebagai penjabaran lebih lanjut dari RAN PE untuk dilakukan oleh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. "Rumusan dan konsepnya harus segera diimplementasikan. RAN PE menjadi dasar agar hak aman warga negara dan stabilitas keamanan nasional terjaga," tuturnya.
Azis mendukung Polri mengusut tuntas dan terus mengungkap jaringan terorisme di Tanah Air. Penangkapan sejumlah terduga teroris di Condet, Kramat Jati, Jakarta Timur, disusul aksi penggerebekan dan penangkapan di Jalan Raya Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, setelah bom bunuh diri di pintu gerbang Gereja Katedral, Makassar perlu diperluas.
"Apresiasi atas kesigapannya," ujar Azis.
Kendati demikian, Azis berpesan fungsi intelijen harus terus ditingkatkan. Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT harus mampu menggandeng semua elemen, terlebih berdasarkan data BNPT, jumlah teroris mencapai 6.000 lebih. Angka yang disajikan sangat meresahkan dan mengganggu keamanan.
"BNPT sebagai role model dalam pencegahan terorisme harus mampu menunjukan kelasnya. Tentu tidak hanya sebatas penindakan, tetapi pencegahan lebih penting," ujarnya.
(dam)