Deretan Kehebatan Paskhas TNI AU, Buru KKB Hingga Nyaris Ledakan Tentara Australia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Korps Pasukan Khas (Kopaskhas) merupakan pasukan elite yang dimiliki TNI Angkatan Udara (AU). Paskhas merupakan satuan tempur darat berkemampuan tiga matra, yaitu udara, laut, darat. Setiap prajurit Paskhas minimal harus memiliki kualifikasi parakomando (Parako) untuk dapat melaksanakan tugas secara profesional, kemudian ditambahkan kemampuan khusus kematraudaraan sesuai dengan spesialisasinya.
Paskhas sebagai pasukan pemukul siap diterjunkan di segala medan baik hutan, kota, rawa, sungai, maupun laut untuk menumpas semua musuh yang melawan NKRI. Paskhas mempunyai ciri khas yang tidak dimiliki oleh pasukan khusus lainnya yaitu, Operasi Pembentukan dan Pengoperasian Pangkalan Udara Depan (OP3UD) yaitu merebut dan mempertahankan pangkalan dan untuk selanjutnya menyiapkan pendaratan pesawat dan penerjunan pasukan kawan.
Pembentukan Paskhas ini berawal ketika Gubernur Kalimantan Pangeran Muhammad Noor meminta kepada AURI agar mengirimkan pasukan payung ke Kalimantan untuk membentuk dan menyusun gerilyawan, membantu perjuangan rakyat di Kalimantan. Atas inisiatif Komodor (U) Soerjadi Soerjadarma kemudian dipilih 12 putra asli Kalimantan dan 2 orang PHB AURI untuk melakukan penerjunan. Baca Juga: Asah Kemampuan, Ratusan Prajurit Paskhas Latihan Terjun
Pada 17 Oktober 1947, sebanyak 13 orang berhasil diterjunkan di Sambi, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Mereka adalah Hari Hadi Soemantri (montir radio AURI asal Semarang), FM Soejoto (juru radio AURI asal Ponorogo), Iskandar (pimpinan pasukan), Ahmad Kosasih, Bachri, J. Bitak, C. Williem, Imanuel Nuhan, Amirudin, Ali Akbar, M. Dahlan, JH. Darius, dan Marawi. Mereka diterjunkan dari pesawat C-47 Dakota RI-002 yang diterbangkan oleh Bob Freeberg berkebangsaan Amerika sekaligus sebagai pemilik pesawat. Ini adalah operasi lintas udara pertama dalam sejarah Indonesia.
Peristiwa penerjunan yang dilakukan oleh 13 prajurit AURI tersebut merupakan peristiwa yang menandai lahirnya satuan tempur pasukan khas TNI Angkatan Udara. Tanggal 17 Oktober 1947 kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Komando Pasukan Gerak Tjepat (Kopasgat) yang sekarang dikenal dengan Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (Korpaskhas). ”Kami bangga menjadi anggota Korps Paskhas karena kami adalah pasukan komando matra udara,” tegas Komandan Korps Paskhas (Dankorpaskhas) Marsekal Muda TNI Eris Widodo Y saat menjadi narasumber Podcast Puspen TNI bertajuk “Energi Korppaskhas Dalam Penanggulangan Terorisme” yang dikutip SINDOnews Jumat, (26/3/2021).
Berdasarkan data-data yang dihimpun SINDOnews, kehebatan dan ketangguhan prajurit Baret Jingga dalam menyelesaikan tugas tak perlu diragukan lagi. Warna Baret Jingga sendiri terinspirasi dari cahaya jingga saat fajar di daerah Margahayu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat daerah tempat pasukan ini ditempa. Tak heran, jika pasukan khusus ini disegani sejumlah negara-negara di dunia. Bahkan, beberapa panglima NATO mengungkapkan jika Indonesia menjadi salah satu negara yang patut diwaspadai karena mempunyai pasukan khusus yang selalu disimpan yaitu Paskhas. Pernyataan itu disampaikan mantan panglima-panglima NATO saat ditanya salah seorang mahasiswa di Amerika. “Tidak ada Markas pasukan kecil seperti ini (Paskhas). Denjaka dan Kopasus tidak memiliki markas dengan landasan udara sendiri,” ujar Panglima TNI ketika itu Jenderal TNI Gatot Nurmantyo di Mako Korpaskhas, Margahayu, Bandung.
Bukti jika Paskhas merupakan pasukan khusus yang disegani dapat dirasakan saat insiden di Bandara Komoro, jelang lepasnya Provinsi Timor Timur (Tim-Tim). Saat itu 80 prajurit Paskhas nyaris kontak tembak dengan pasukan Australia yang tergabung dalam International Force for East Timor (Interfet).
Insiden tersebut berawal ketika pesawat C-130 Hercules yang membawa pasukan Interfet mendarat di Bandara Komoro. Saat keluar dari pesawat, mereka langsung membentuk formasi tempur, membentuk perimeter pertahanan. Tindakan berlebihan pasukan Australia ini membuat prajurit Paskhas yang tengah mengendalikan dan mengoperasikan bandara terheran-heran. Sebab, situasi keamanan di Tim-Tim saat itu aman-aman saja. Hanya di hutan saja terjadi konflik. Melihat situasi yang semakin tegang, 80 prajurit Kopaskhas sudah bersiap kokang senjata, jaga-jaga jika terjadi konflik dengan Interfet. Termasuk dengan pasukan Gurkha yang tergabung di dalamnya. Namun ketika pasukan Interfet mengetahui jika situasi bandara aman-aman saja dan tidak ada milisi bersenjata. Mereka baru menyadari jika informasi intelijen mengenai kondisi Tim-Tim sudah dikuasai milisi bersenjata tidak benar.
Ketegangan kembali terjadi ketika Pangkoopsau II Marsda TNI Ian Santosa tiba di Bandara Komoro. Saat turun dari pesawat C-130 Hercules TNI AU dengan dikawal sejumlah pasukan Paskhas bersenjata lengkap pasukan Interfet tiba-tiba langsung menodongkan senjata kepada rombongan Marsda TNI Ian Santosa, yang mereka anggap sebagai ancaman. Padahal, sejatinya Marsda TNI Ian Santosa datang untuk berkoordinasi dengan komandan Interfet Mayjen Peter Cosgrove. Sontak, prajurit Paskhas langsung bereaksi keras. Mereka pun juga menodongkan senjata kepada tentara Interfet.
Paskhas sebagai pasukan pemukul siap diterjunkan di segala medan baik hutan, kota, rawa, sungai, maupun laut untuk menumpas semua musuh yang melawan NKRI. Paskhas mempunyai ciri khas yang tidak dimiliki oleh pasukan khusus lainnya yaitu, Operasi Pembentukan dan Pengoperasian Pangkalan Udara Depan (OP3UD) yaitu merebut dan mempertahankan pangkalan dan untuk selanjutnya menyiapkan pendaratan pesawat dan penerjunan pasukan kawan.
Pembentukan Paskhas ini berawal ketika Gubernur Kalimantan Pangeran Muhammad Noor meminta kepada AURI agar mengirimkan pasukan payung ke Kalimantan untuk membentuk dan menyusun gerilyawan, membantu perjuangan rakyat di Kalimantan. Atas inisiatif Komodor (U) Soerjadi Soerjadarma kemudian dipilih 12 putra asli Kalimantan dan 2 orang PHB AURI untuk melakukan penerjunan. Baca Juga: Asah Kemampuan, Ratusan Prajurit Paskhas Latihan Terjun
Pada 17 Oktober 1947, sebanyak 13 orang berhasil diterjunkan di Sambi, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Mereka adalah Hari Hadi Soemantri (montir radio AURI asal Semarang), FM Soejoto (juru radio AURI asal Ponorogo), Iskandar (pimpinan pasukan), Ahmad Kosasih, Bachri, J. Bitak, C. Williem, Imanuel Nuhan, Amirudin, Ali Akbar, M. Dahlan, JH. Darius, dan Marawi. Mereka diterjunkan dari pesawat C-47 Dakota RI-002 yang diterbangkan oleh Bob Freeberg berkebangsaan Amerika sekaligus sebagai pemilik pesawat. Ini adalah operasi lintas udara pertama dalam sejarah Indonesia.
Peristiwa penerjunan yang dilakukan oleh 13 prajurit AURI tersebut merupakan peristiwa yang menandai lahirnya satuan tempur pasukan khas TNI Angkatan Udara. Tanggal 17 Oktober 1947 kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Komando Pasukan Gerak Tjepat (Kopasgat) yang sekarang dikenal dengan Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (Korpaskhas). ”Kami bangga menjadi anggota Korps Paskhas karena kami adalah pasukan komando matra udara,” tegas Komandan Korps Paskhas (Dankorpaskhas) Marsekal Muda TNI Eris Widodo Y saat menjadi narasumber Podcast Puspen TNI bertajuk “Energi Korppaskhas Dalam Penanggulangan Terorisme” yang dikutip SINDOnews Jumat, (26/3/2021).
Berdasarkan data-data yang dihimpun SINDOnews, kehebatan dan ketangguhan prajurit Baret Jingga dalam menyelesaikan tugas tak perlu diragukan lagi. Warna Baret Jingga sendiri terinspirasi dari cahaya jingga saat fajar di daerah Margahayu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat daerah tempat pasukan ini ditempa. Tak heran, jika pasukan khusus ini disegani sejumlah negara-negara di dunia. Bahkan, beberapa panglima NATO mengungkapkan jika Indonesia menjadi salah satu negara yang patut diwaspadai karena mempunyai pasukan khusus yang selalu disimpan yaitu Paskhas. Pernyataan itu disampaikan mantan panglima-panglima NATO saat ditanya salah seorang mahasiswa di Amerika. “Tidak ada Markas pasukan kecil seperti ini (Paskhas). Denjaka dan Kopasus tidak memiliki markas dengan landasan udara sendiri,” ujar Panglima TNI ketika itu Jenderal TNI Gatot Nurmantyo di Mako Korpaskhas, Margahayu, Bandung.
Bukti jika Paskhas merupakan pasukan khusus yang disegani dapat dirasakan saat insiden di Bandara Komoro, jelang lepasnya Provinsi Timor Timur (Tim-Tim). Saat itu 80 prajurit Paskhas nyaris kontak tembak dengan pasukan Australia yang tergabung dalam International Force for East Timor (Interfet).
Insiden tersebut berawal ketika pesawat C-130 Hercules yang membawa pasukan Interfet mendarat di Bandara Komoro. Saat keluar dari pesawat, mereka langsung membentuk formasi tempur, membentuk perimeter pertahanan. Tindakan berlebihan pasukan Australia ini membuat prajurit Paskhas yang tengah mengendalikan dan mengoperasikan bandara terheran-heran. Sebab, situasi keamanan di Tim-Tim saat itu aman-aman saja. Hanya di hutan saja terjadi konflik. Melihat situasi yang semakin tegang, 80 prajurit Kopaskhas sudah bersiap kokang senjata, jaga-jaga jika terjadi konflik dengan Interfet. Termasuk dengan pasukan Gurkha yang tergabung di dalamnya. Namun ketika pasukan Interfet mengetahui jika situasi bandara aman-aman saja dan tidak ada milisi bersenjata. Mereka baru menyadari jika informasi intelijen mengenai kondisi Tim-Tim sudah dikuasai milisi bersenjata tidak benar.
Ketegangan kembali terjadi ketika Pangkoopsau II Marsda TNI Ian Santosa tiba di Bandara Komoro. Saat turun dari pesawat C-130 Hercules TNI AU dengan dikawal sejumlah pasukan Paskhas bersenjata lengkap pasukan Interfet tiba-tiba langsung menodongkan senjata kepada rombongan Marsda TNI Ian Santosa, yang mereka anggap sebagai ancaman. Padahal, sejatinya Marsda TNI Ian Santosa datang untuk berkoordinasi dengan komandan Interfet Mayjen Peter Cosgrove. Sontak, prajurit Paskhas langsung bereaksi keras. Mereka pun juga menodongkan senjata kepada tentara Interfet.